"Red." Ibunya memanggil. Gadis dengan gaun putih dan tudung kepala berwarna merah itu segera menuju ke arahnya.
"Iya ibu," ucap gadis itu.
"Hari ini, tolong bersihkan loteng dan cuci piringnya ya. Ibu mau pergi dulu."
Red tampak murung. Ia menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan kemurungannya pada sang ibu. Gagal sudah rencananya untuk bersenang-senang jika pekerjaan itu terus-menerus diberikan padanya. Tadi siang ia sudah menyapu, mengepel, dan mencuci pakaian. Sekarang, saat hari sudah memasuki waktu senja, ia harus bekerja lagi.
"Bagaimana sayang? Kau mau kan? Ibu akan bangga jika memiliki anak yang rajin dan berbakti pada orang tua." Suara ibunya halus, namun ada nada memaksa di kalimatnya.
Red tak bisa menolak. Bagaimanapun, baginya sang ibu adalah malaikat yang telah merawatnya dari kecil. Ia merasa berhutang budi pada wanita itu dan ia harus membalasnya dengan berbakti kepadanya. Karena itulah ia tak bisa menolak perintah itu begitu saja. Maka ia pun mengangguk menyanggupi perintah itu.
Begitu melihat Red mengangguk, ibu langsung tersenyum dan mengelus kepala anaknya yang tertutupi tudung merah itu. "Nah, itu baru anakku." Ia lalu berjalan menuju pintu. "Ibu akan pulang besok pagi. Baik-baiklah di rumah," katanya, kemudian beranjak pergi.
Red hanya melihat sosok ibunya yang semakin menjauh dari balik pintu yang terbuka. Ia lalu mendecak kesal dan menghentakkan kaki di atas lantai kayu. Beberapa detik kemudian, sosok ibunya sudah lenyap dari pandangan. Ia mendesah pelan lalu dengan enggan segera pergi menuju dapur. Banyak sekali piring dan peralatan makan lain yang kotor menumpuk di sana. Red harus segera menyelesaikannya sekarang juga. Ia lalu mengambil salh satu piring dan membasuhnya dengan spons yang sudah diberi sabun. Begitu pula yang ia lakukan pada piring-piring lainnya.
Di sela-sela aktivitas membosankan itu, pikiran Red melayang memikirkan ibunya. Apa yang dilakukan wanita itu di luar sana? Ia selalu pergi saat sore hari atau menjelang senja. Ia baru pulang esok paginya. Saat pulang, ia selalu mendapatkan sejumlah uang. Kadang-kadang ia juga membawa beberapa makanan.
Apakah wanita itu pergi ke kota? Apa mungkin ia menjual tubuhnya yang molek itu pada para hidung belang yang berkeliaran di sana? Red menggelengkan kepalanya, berusaha untuk menghilangkan pemikiran itu. Meskipun ibunya selalu memerintah untuk melakukan suatu pekerjaan, Red yakin wanita itu pastilah wanita yang baik. Ia tak mungkin melakukan pekerjaan hina seperti itu. Tapi jika seperti itu, ke manakah ibunya pergi selama ini?
"Kau tak perlu tau," adalah jawaban yang keluar dari mulut ibu ketika Red bertanya demikian. Ibunya sendiri selalu merahasiakan hal itu kepadanya. Itulah mengapa ia selalu merasa sebal.
Red menggelangkan kepalanya. Ia tak lagi memikirkan kemana ibu pergi. Pikirannya telah berganti topic. Ia kini memikirkan neneknya. Neneknya tinggal sendirian di pondok kecil di dalam hutan dan sedang sakit-sakitan. Ia dikucilkan karena penyakitnya itu. Warga desa menganggap penyakit yang diderita sang nenek adalah kutukan dan bisa menular. Karena itulah mereka membuatkan pondok kecil di tengah hutan dan memaksa sang nenek untuk tinggal di sana, sendirian. Kejam memang. Namun keluarga Red tidak bisa menolongnya. Ibunya sendiri kini tampak tak peduli dengan keadaan wanita tua tersebut.
Karena tidak ada yang peduli, maka Red khawatir dengan keadaan neneknya. Ialah satu-satunya orang yang peduli pada wanita tua itu. Batinnya bertanya-tanya bagaimana keadaan sang nenek hari ini. Apakah masih tetap sehat? Apakah ia sedang dalam kesulitan? Siapa yang akan membantunya? Sebentar lagi hari akan gelap. Apakah dia tidak ketakutan? Bagaimana jika ada binatang buas yang menyerangnya? Otaknya mulai membayangkan hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi pada neneknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle ( Sudah Terbit )
Fantasy(Beberapa konten dihapus untuk kepentingan penerbitan) Kutukan. Itulah yang dipikirkan Red begitu mengetahui dirinya terus-menerus mengulang sebuah kehidupan meskipun sebelumnya ia sudah mati. Namun rupanya hal itu tidak seperti yang ia pikirkan. Se...