12 tahun yang lalu....
Fransiska menatap gusar ke arah jendela. Sudah dua hari suaminya tidak pulang. Rasa khawatir semakin merambati pikirannya begitu mengingat tetangganya kemarin membicarakan tentang pembinasaan para kaum siluman. Ia berdoa agar sang suami baik-baik saja. Pria itu izin pergi ke hutan dua hari lalu untuk sekedar menemui teman lamanya. Fransiska tidak tau siapa teman lama yang dimaksud. Suaminya berjanji akan pergi sehari saja dan pulang membawa oleh-oleh buah beri yang banyak. Dengan begitu, Fransiska mengizinkannya pergi, tanpa bertanya lebih lanjut mengenai siapa yang ingin ditemui suaminya.
"Ibu." Panggilan kecil itu membuat Fransiska menoleh. Rupanya anaknya telah berdiri di sampingnya dan menarik-narik gaun yang ia pakai. "Ibu sedang apa?"
Fransiska mengelus puncak kepala anaknya yang baru berumur 5 tahun itu sambil memasang sebuah senyuman. "Tidak ada. Ibu hanya menunggu ayahmu pulang, Alaris."
"Memangnya Ayah pergi ke mana?"
"Entahlah." Ekspresi Fransiska kembali terlihat keruh. "Kita doakan saja semoga ia cepat kembali."
Alaris hanya mengangguk polos. Bocah itu kemudian menemani ibunya untuk menanti dan menanti hingga tak sadar senja telah tiba.
"Ibu," panggil Red.
Air mata Fransiska menitik. "Kenapa ia tidak pulang?"
"Ibu...." Alaris kembali memanggil. Tangannya bergerak hendak menghapus air mata sang ibu. Namun apa daya, tak sampai.
"Kenapa Ayahmu belum kembali?"
Tangan Alaris lelah menggapai wajah sang ibu. Tubuh bocah kecil itu tiba-tiba menggigil begitu bersentuhan dengan udara dingin yang tiba-tiba saja datang. Fransiska mungkin tidak menyadarinya karena terlalu bersedih. Tapi Alaris bisa. Di luar jendela, ia bisa melihat salju tiba-tiba turun. Pekarangan rumahnya mendadak dipenuhi warna putih.
"Ibu!" pekik Alaris sambil kembali menarik ujung pakaian Fransiska. "Lihat itu! Salju!"
Fransiska terbalalak. "Salju?" Wanita itu buru-buru menghapus air matanya dan memerhatikan pemandangan di luar jendela. Benar saja apa yang dikatakan anaknya. Mulut Fransiska ternganga melihat pemandangan serba putih tersebut. Tak lama kemudian, bulir-bulir salju memenuhi jendela kaca hingga pemandangan di luar terlihat buram. Fransiska menggeleng tidak percaya. "Bagaimana ini bisa terjadi? Padahal ini kan baru musim panas."
Alaris memandangi jendela kaca yang buram akibat tertutupi butiran es dengan wajah polos. "Semoga Ayah baik-baik saja."
Mendengar ucapan tersebut, air mata Fransiska kembali tumpah. Ia memeluk Alaris dengan erat, berbagi kehangatan sekaligus menyalurkan perasaan sedihnya. "Pasti. Pasti ayahmu akan baik-baik saja."
***
Kedua kaki Lyre kembali terasa lemas. Bocah kecil itu kembali terduduk di tanah yang beku oleh lapisan es. Ia tak percaya dengan apa yang terjadi di depannya. Abelard yang berada dalam wujud serigala raksasa menyerang seorang veary yang jadi teman dekatnya. Si veary kalah telak. Satu tangannya terputus dan tubuhnya kini bermandikan darahnya sendiri. Meskipun begitu, ekspresinya masih tampak tenang. Satu tangannya yang tersisa mengangkat sebuah tongkat besi sebagai perlawanan.
Abelard beberapa kali mengeluarkan suara geraman. Ia maju selangkah demi selangkah untuk memojokkan veary tersebut. Mata merahnya melotot ke arah si veary. Semakin serigala besar itu menggeram, udara semakin dingin. Si veary akhirnya terduduk lemas di tanah berlapis es dengan badan menggigil kedinginan.
"T-tuan Abelard, h-hentikan!" Ucapan lemah itu keluar begitu saja dari mulut Lyre tanpa pernah didengar Abelard. Bocah itu mencoba bersuara lebih keras. Namun usahanya nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle ( Sudah Terbit )
Fantasy(Beberapa konten dihapus untuk kepentingan penerbitan) Kutukan. Itulah yang dipikirkan Red begitu mengetahui dirinya terus-menerus mengulang sebuah kehidupan meskipun sebelumnya ia sudah mati. Namun rupanya hal itu tidak seperti yang ia pikirkan. Se...