11

75 7 3
                                    

Perjalanan berlanjut. Ini sudah memasuki hari ketiga dan mereka sudah semakin dekat ke tempat tujuan. Beberapa roh pohon seringkali keluar masuk batang pohon untuk menyemangati mereka atau memberi mereka beberapa makanan berupa buah-buahan. Red mulai terbiasa dengan hal itu. Ia sudah sepenuhnya memanfaatkan makanan dan minuman dari alam dari kemarin.

Beranjak ke hari ketiga, suasana yang mereka dapatkan kini agak berbeda. Jika pada hari pertama dan kedua mereka mendapati pepohonan yang rimbun yang rapat, kini jumlah pohon itu sedikit berkurang. Hutan jadi sedikit lebih terang dari sebelumnya. Namun juga lebih panas. Mereka kini melangkah di atas tanah yang dipenuhi oleh rerumputan. Rumput-rumput di sini tumbuh dengan subur karena mendapat pasokan sinar matahari yang lebih banyak.

Red memandang langit biru yang kini tak terhalang kanopi pohon. Cahaya matahari tampak lebih menyilaukan. Red menutupi wajahnya dengan tangan begitu merasakan paparan panasnya yang menyengat. Sky meliriknya sejenak. Keringat menetes melewati wajah pemuda itu. Kadang Red berpikir untuk menarik syal yang membalut leher pemuda itu. Syal berwarna hijau yang dikenakan Sky itu tampak membuat gerah.

Velarie tertidur di gendongan Sky. Veary tua itu tampak nyaman, tak terganggu dengan paparan panas yang memancar. Wajah tuanya itu sangat damai dan entah kenapa membuat Red khawatir. Neneknya adalah veary tua yang lumpuh. Dikatakan bahwa veary akan segera mendekati ajalnya begitu mendapat kelumpuhan. Red tak mau menerima jika hal itu sampai terjadi. Tapi ia juga tidak bisa menyangkalnya. Tidak ada yang bisa dilakukannya.

"Apa kau lelah?" Sky tiba-tiba bertanya. Ia tak sedikitpun menoleh pada Red yang bejalan di belakangnya.

"Tidak," jawab Red. Ia mengambil botol air dan meminum isinya. Air itu terasa hangat dan sama sekali tidak menyegarkan.

Tak berapa lama kemudian, mereka sampai di sebuah tanah lapang. Di sana hanya terdapat satu-dua pohon yang tumbuh. Rumput-rumput pun tak setinggi beberapa saat lalu. Tanahnya agak pecah-pecah. Sepertinya mereka sudah memasuki wilayah yang kering.

"Kita istirahat di sini," ucap Sky saat mereka sampai di depan satu-satunya pohon yang ada di sana.

Velarie tiba-tiba terbangun. "Apa kita sudah sampai?"

"Belum, Nek. Perjalanan masih panjang." Sky menurunkan Velarie dengan lembut.

"Winola," Velarie berucap pada pohon itu. Kemudian ia menatap Red. "Red, bisakah kau siramkan airmu ke pohon ini?"

Red mengangguk dan mengeluarkan botolnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung menguras habis isi dalam botolnya ke akar pohon itu. Pohon yang semula memiliki batang yang kecil dan daun-daun yang layu itu berubah menjadi pohon besar yang rindang hanya dalam waktu beberapa detik. Untuk kesekian kalinya Red dibuat ternganga. Sosok roh pohon dengan wujud perempuan berambut coklat bergelombang keluar dari batang pohon dan tersenyum padanya.

"Terima kasih," ucap roh pohon itu. Kemudian sosoknya kembali memasuki batang pohon.

Tak lama kemudian, buah apel bermunculan dari dahannya dan berjatuhan. Sky kembali menggendong Velarie untuk melindunginya dari jatuhan itu. Ia memandang buah-buah apel itu dengan mata yang berbinar. Liurnya hampir menetes. Saat apel-apel itu berhenti berjatuhan, ia kembali menurunkan Velarie dan menyambar apel-apel yang tergeletak di tanah.

Red hampir lupa, Sky sangat menyukai apel.

Velarie hanya tersenyum menyaksikan tingkah siluman rubah yang diangkatnya menjadi cucu itu. Sky berlari ke arahnya dengan tangan penuh apel dan senyum yang mengembang. Lucu sekali melihat sosoknya yang seperti ini. Tidak seperti Sky yang biasanya.

Red masih berdiri mematung sembari memandang pohon besar yang berdiri di hadapannya dari atas ke bawah. Lamunannya buyar ketika Velarie memanggilnya untuk memakan apel bersama-sama.

Struggle ( Sudah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang