"Kumohon... tolong aku..."
Aku tidak bergeming dari tempatku berdiri. Sosoknya yang muncul tiba-tiba membuatku begitu syok hingga kehilangan kata-kata. Kutatap Amethyst yang tetap tenang meski kini berdiri sosok arwah lain di hadapannya.
"Baiklah" ucap Amethyst memecah keheningan.
"Kau serius ?" aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakannya. Amethyst menelengkan kepalanya dan menatapku dengan senyumnya yang serba salah.
"Aku sudah tidak bisa mundur lagi"
Aku memilih untuk bungkam dan melihat anak perempuan bergaun biru muda itu tersenyum tipis. Air matanya mengalir di kedua pipinya yang tembam dan putih pucat. Bibir mungilnya mengucapkan kata 'Terima kasih' sebelum akhirnya menghilang entah kemana.
"Aku tidak mengerti kenapa anak itu suka sekali muncul tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba"
"Karena dirinya tidak punya banyak waktu lagi"
"Maksudmu ?"
"Dia anak yang baik. Apa aku terlalu egois ?"
Aku sengaja membuat jeda sebelum membalas perkataan Amethyst. Lidahku sesaat terasa kelu.
"Kau tidak bisa mengabulkan permintaannya karena itu akan membebani dirimu kan ?"
Amethyst tersenyum serba salah lagi "Dia tau kalau kehadirannya akan membebaniku, tapi dia tidak punya pilihan lain karena permohonannya"
Aku menggigit bibir bawahku dan rasa bersalah langsung menyergapku. Bicara soal membebani, saat ini akulah yang paling membebani jiwa Amethyst. "Kuharap aku tidak terikat denganmu seperti ini. Aku juga tidak ingin membebanimu" gumamku lirih.
"Sudah pernah kukatakan, tidak ada gunanya kamu menyalahkan dirimu sendiri. Kenyataannya kita sudah terlanjur terikat. Yang harus kita lakukan sekarang ada mencari tau apa yang sebaiknya kita lakukan untuk mengatasi apa yang sudah terjadi"
Aku tidak tau lagi harus mengucapkan apa dan hanya senyum serba salah yang berhasil lolos dari bibirku. Yah, situasi ini membuat kami merasa sangat canggung dan serba salah.
"Ngomong-ngomong anak perempuan tadi tidak mengucapkan permohonannya, apa kau tau apa yang diinginkannya ?"
"Kurang lebih aku tau"
"Bagaimana caranya ?"
"Entahlah, terlintas begitu saja di kepalaku. Makannya saat kita pertama kali bertemu aku bilang aku tidak bisa membacamu karena harapan dan masa lalumu tidak terekam di kepalaku, padahal biasanya otomatis terbayang di kepalaku setiap kali ada arwah yang membutuhkan bantuan dariku"
"Benarkah ? Kenapa bisa begitu ?"
Amethyst mengendikkan bahunya "Entahlah, kurasa kamu unik"
Entah kenapa ada rasa senang yang terbesit pada diriku saat Amethyst menyebut diriku 'unik'. Itu artinya aku berbeda dari yang lain kan ?. "Lalu ? Sekarang kita kemana ?"
Amethyst menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan "Kita pergi menemui ayah Langit"
"Ayah Langit ?" aku bertanya dengan nada takjub. Kata-kata itu membuatku membayangkan sesuatu yang besar
YOU ARE READING
Our Box of Figure
Teen FictionTerjebak dalam sosok arwah gentayangan membuat Bara Yudhistira kebingungan. Pasalnya ingatannya sebelum menjadi arwah hanya membekas separuh di kepalanya, apalagi arwahnya terikat dengan seorang anak perempuan indigo sakit-sakitan bernama Amethyst D...