You said you'd never left
Funny, because you fucking left
|Anonym|
Pukul sembilan malam. Di sebuah restoran dengan aksen tradisional berisikan para pelayan nganggur yang otaknya gesrek semua. Opal berdiri di samping pintu masuk sambil memainkan ujung apron hitam yang dipakainya sementara 3 orang rekan kerjanya asyik mengobrol mentang-mentang sedang sepi pengunjung. Siapa juga yang mau makan pukul sembilan malam ?.
"Lha, jadinya cantikan mana dong ? Rasya atau Mila ?"
"Rasya dong, liat aja tuh Rasya, pipinya agak tembem lucu kalau ketawa manis banget"
"Eit, Mila dong, Rasya mah make up-an, Mila tuh natural" sergah pelayan berambut klimis sambil menunjuk cewek manis yang sedang membersihkan meja 4.
"Aah, ribet amat sih dari tadi, nggak ada yang ngecengin Rena kan ya ?"
"Hah, Rena ? loe naksir Rena ?"
"Nape ? salah ?" si topi blangkon7manyun
"Demi Dewaa ?! Seriusan ?!"
"Ssst ! Ssst ! Duh ah, rame aja. Masih ada pelanggan, bego, diliatin pak manajer tuh"
Opal terkekeh geli melihat 3 rekan kerjanya itu langsung bungkam seribu bahasa saat melihat manajer melirik mereka dari meja resepsionis.
"Ah, lu Pal, adem aja hidup loe, nggak ada yang loe taksir ?" tanya si rambut klimis memulai lagi. Dasar nggak kapok.
"Eh, hidup gua sempurna bro, nggak level sama loe-loe semua"
"Kamvret"
Opal langsung mengaduh lumayan keras saat tangan jahil si blangkon mencubit lengannya. Sakit tenan. Sekali lagi keempatnya langsung ber 'ssst' ria saat tingkah mereka kembali menarik perhatian manajer.
Mata Opal sempat menangkap tatapan manajernya yang mulai tidak enak untuk dilihat. Kontan keempatnya sepakat untuk tutup mulut sampai jam kerja mereka berakhir.
***
"Eh, Pal, kapan-kapan kenalin ke cewe-cewe cantik kenalan lu dong"
"Ih, ogah, bakal jijay mereka sama lo, cantik-cantik kok malah ketemu buruk rupa"
"Walah, gombal lo kumat, tuh ada lap kaca masih baru, pake aja, gombal lo udah basi"
Opal tertawa geli melihat temannya mendadak sewot.
"Cool bro, dingin, adem, sante" Opal menepuk punggung temannya itu sebelum mengambil jaket kulit miliknya yang digantung di dalam laci pakaian khusus pegawai.
"Aku pulang duluan !"
"Yaa !"
Opal menghidupkan motor ninja hadiah ulangtahunnya yang ke 18 dari ayahnya itu dan memacu kendaraannya membelah jalan raya kota Malang yang relatif sepi. Besok kuliahnya libur jadi Opal bisa menghabiskan waktunya dengan tidur sepuas-puasnya di rumah, di kulkas juga masih ada sisa cheesecake yang dibelinya kemarin, game online yang dimainkannya juga level-nya tidak maju-maju karena tidak ada waktu untuk main. Ada banyak planning yang bisa ia lakukan untuk mengisi hari liburnya tapi seringkali Opal abaikan dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah sakit.
Mengunjungi Amethyst kini menjadi satu dari sekian banyak rutinitas wajib miliknya. Entah karena memang beban rasa tanggung jawab, atau karena bentuk rasa kepeduliannya terhadap Amethyst.
YOU ARE READING
Our Box of Figure
Teen FictionTerjebak dalam sosok arwah gentayangan membuat Bara Yudhistira kebingungan. Pasalnya ingatannya sebelum menjadi arwah hanya membekas separuh di kepalanya, apalagi arwahnya terikat dengan seorang anak perempuan indigo sakit-sakitan bernama Amethyst D...