I always feel like what the fuck did I do wrong to suffer this ?
|Anonym|
"Kamu serius melakukan ini ?"
"Iye, iye, rempong amat sih kaya' emak-emak"
"Serius ? Aku nggak yakin kalau ini ide yang bagus"
"Serius, duarius, tigarius ! Ayo dah cepetan !"
"Kenapa sih kok semangat banget ?"
"Aku belum pernah lihat parade marching band jadi wajar dong kalau aku semangat pingin lihat. Kan kamu sendiri yang bilang kalau nanti bakalan ada parade marching band !"
"Aku nggak sengaja denger pas ada ibu-ibu lewat di koridor kemarin, aku nggak bisa mastiin emang bakalan ada lho ya"
"Ada atau nggak, kita nggak bakal tau kalau nggak dilihat langsung. Ayo buruan !"
"... Aku nggak nyangka kamu bakal nekat keluar rumah sakit diam-diam kaya' gini"
Aku menggaruk tengkuk-ku sambil menghembuskan nafas berat, pasrah saja dengan keputusan Amethyst yang nekat menyelinap keluar rumah sakit. Kulihat Amethyst berjalan 2 meter di depanku lengkap dengan kamera di tangannya.
Gadis itu berbeda dari biasanya. Rambut panjangnya yang biasa ia gerai di rumah sakit kini ia ikat cepol tinggi dibalik topi rajut berwarna biru dongker yang dipakainya. Tidak ada lagi piyama yang melapisi tubuhnya digantikan kemeja biru dilapisi sweater putih dengan rajutan sekumpulan rusa hitam melingkar di dadanya. Ini juga kali pertama aku melihatnya memakai celana jins selain celana gombrong atau piyama, memperlihatkan bentuk kakinya yang kecil dan tidak terlalu jenjang. Sebagai aksesoris penyamarannya, Amethyst memakai kacamata berframe hitam yang jarang sekali dipakainya karena ia merasa tidak membutuhkannya, meski sesungguhnya ia memiliki mata minus.
Dalam sekejab Amethyst sukses menghancurkan kesan gadis lemah pada dirinya. Kini ia tidak ada bedanya dengan anak-anak gadis seusianya. Amethyst menyibukkan diri dengan bersenandung sambil mengecek kondisi kameranya. Jelas sekali Amethyst saat ini sedang dipenuhi semangat.
Cukup dengan 10 menit berjalan kaki kami sudah tiba di jalan raya yang diblokade sebagai tempat parade marching band. Nuansa parade begitu terasa membuat siapa pun yang berada di sana ikut terserap dalam hiruk pikuk keceriaan para pemain marching band yang sibuk memamerkan aksi mereka memainkan alat musik dengan terampil. Di barisan depan berbaris 3 anak perempuan dan satu laki-laki yang sibuk memutar-mutar tongkat dan mengibas-kibaskan bendera warna-warni.
"Ame" panggilku sambil berusaha menahan senyum geli
"Ish, apaan ? Jangan ganggu aku lagi konsen"
Seperti dugaanku Amethyst akan marah kalau kuganggu. Aku terkekeh geli melihatnya begitu terserap dengan nuansa parade. Di hadapannya kini sudah berbaris kelompok lain marching band anak-anak SD yang menenteng bermacam alat musik. Ada bass drum, tenor, trio tom, cynbal, marching bells, dan macam-macam alat musik yang mereka mainkan dengan sepenuh hati dan bercucur keringat. Di barisan terdepan ada sekelompok mayoret anak perempuan yang sibuk memainkan tongkat panjang di tangannya dan berputar-putar mengikuti irama lagu.
Kulirik Amethyst yang tampak begitu antusias menonton penampilan marching band pertamanya. Tidak terhitung berapa kali Amethyst menekan shutter kameranya dan mengabadikan penampilan marching band itu.
YOU ARE READING
Our Box of Figure
Ficção AdolescenteTerjebak dalam sosok arwah gentayangan membuat Bara Yudhistira kebingungan. Pasalnya ingatannya sebelum menjadi arwah hanya membekas separuh di kepalanya, apalagi arwahnya terikat dengan seorang anak perempuan indigo sakit-sakitan bernama Amethyst D...