Every time we meet, we arrive at an unexpected message
By putting the e-mail into words, what I understood was
Goodbye just means I'll never see you again
If our wish is granted, someone else will lose something, such is this world
So let's bid farewell
|Heaven (translated)|
"Aku lapar, kamu nggak mau makan sandwich telur itu ?"
"Hmm... aku udah kenyang"
"Jahat, padahal aku sudah susah-susah buat sandwich telur itu"
Aku diam saja saat Bara memasang wajah merengut yang menggemaskan. Nafas beratnya lolos dari bibir tipisnya yang sekarang maju sekian centi dengan tangan menyanggah dagu.
"Kenapa ? Sebel soalnya buatanku lebih enak ? Dan lagi kalau aku nggak ikutan bikin bekal aku nggak yakin kita bisa makan siang hari ini" kelakar Bara
Aku gantian merengut sebal melihat Bara dengan puasnya mentertawakan kekalahanku. Kulirik kotak bekalku yang berisi kroket gosong dan telur dadar keasinan. Menyebalkan.
"Ini bukan ibumu yang buat kan ?" ancamku sambil mendekatkan sandwich telur di tanganku ke depan wajah Bara
"Yaelah, gitu amat sih nggak percayanya" Bara nyengir makin lebar melihatku memasang wajah masam. Digigitnya sandwich telur yang kutodongkan di depan wajahnya dan mengunyahnya dengan lebay. "Hmm... wenyaaakk"
"AAAH ! BARAA !!" jeritku sebal melihat Bara memakan separuh sandwich telur milikku.
"Lha, katanya kenyang"
"Aish, gak peka banget sih jadi cowok"
"Yaelah, rempong amat jadi cewek, sini kalo nggak mau aku habisin"
"Nggak !" elakku cepat sambil buru-buru melahap sisa separuh sandwich telur di tanganku. Rasa telur dan susu juga irisan daging asap lengkap dengan segarnya sayur salada langsung menyeruak di dalam mulutku. Sial, Bara jago masak.
Bara masih terkekeh melihatku yang takjub dengan sandwich telur buatannya. Aku reflek memalingkan wajah sebal.
"Eits, ngambek nih, Ame jangan ngambek dong, mukanya jadi mirip hamsy"
"Safa yang... hmpf !" aku gagal melanjutkan kata-kataku karena kedua tangan Bara dengan cepat menekan kedua pipiku yang penuh makanan.
"Hayo, nggak boleh ngomong sambil makan" kekehnya lagi.
Bisa kurasakan wajahku memanas saat seluruh wajah Bara terekam di depan mataku. Garis dagunya yang tegas dan bola matanya yang hitam dan pekat seolah menarikku ke dalamnya. Bulu matanya yang sedikit lebih panjang menunjukkan kesan cantik saat dilihat dari dekat seperti ini. Rambut lurusnya yang sedikit lebih panjang itu dia sembunyikan di balik topi hitam yang saat ini dipakainya. Juga senyum bibir tipisnya yang menggoda berbonus senyum matanya, sukses membuat kerja otakku makin lambat memproses situasi ini.
"Jangan marah dong, jadi hamsy juga lucu kok" ujarnya dengan senyum sejuta voltnya. Astaga, dimana dan kapan Tuhan menurunkan makhluk manis satu ini ?!.
"Afu nggaf... mawah..." gerungku masih dengan mulut setengah penuh dan dua tangan Bara yang menekan pipiku.
"Lha itu mukanya merah"
YOU ARE READING
Our Box of Figure
Teen FictionTerjebak dalam sosok arwah gentayangan membuat Bara Yudhistira kebingungan. Pasalnya ingatannya sebelum menjadi arwah hanya membekas separuh di kepalanya, apalagi arwahnya terikat dengan seorang anak perempuan indigo sakit-sakitan bernama Amethyst D...