DELAPAN BELAS

266 35 6
                                    

Caelum mengusap peluh, ia bernafas berat. Sedikit menggeram menahan sakit. Ia menyandar pada tembok beton gorong-gorong tempat pria kelabu itu bersembunyi. Hanya sementara, sampai cepat atau lambat sekelompok bajingan brengsek itu bakal menemukannya. Ia mengecek handphone, tidak ada sinyal. Sialan.

Itu artinya, kali ini ia mesti bergerak sendiri, Caelum tahu orang-orangnya tidak dungu, pasti mereka mencari keberadaan Caelum sekarang, atau melakukan apalah, yang jelas lebih berguna ketimbang keadaannya sekarang. Pria ebony itu memeriksa sesuatu di balik pakaiannya yang ia selipkan, melihat berkas yang masih utuh. Untuk sekarang, secarik kertas ini masih lebih berharga dari nyawanya. Menurut organisasi tentu saja. Caelum menekan pelipisnya yang berdarah sembari mendecak kesal. Sekitar dua-tiga jam lalu ia memutuskan ikut andil dalam penyusupan, tentu saja kalau bukan karena terpaksa mana mau dia lakukan itu, apa gunanya anak buah? Tapi kalau ini sudah menyangkut obat terlarang yang sekarang mati-matian ia cari solusinya, juga perihal perintah langsung dari atasan, mana mungkin ditolak.

Pikirannya mundur kembali, tepatnya sewaktu dirinya meninggalkan apartemen. Setelah ia pergi dan sampai di markas pusat, Caelum menghadap pada seseorang yang disebut 'ketua'. Beberapa obrolan singkat serta segelas martini, cukup membuat Caelum mengangguk mengiyakan. Kala itu dirinya masih tiga-empat hari sibuk di ruangan, memeriksa, serta merancang apa-apa yang mesti dilakukan nantinya sebelum ia pergi. Ia kelewat sibuk, meski harus ia akui, dirinya tak bekerja semaksimal seharusnya. Seperti katanya, bekerja karena kau suka dan bekerja buat bertahan hidup adalah dua hal yang berbeda. Jadi, ia hanya menggunakan kemampuan otak sebutuhnya. Rencana awal dia baru berangkat sehari lagi, sayangnya setelah didapatnya laporan yang membuatnya mendecak kesal, cepat-cepat digulungnya lengan kemeja hingga siku, dan dieratkannya rahang kuat-kuat. Kali ini ia dapat suatu hal yang menguntungkan, sialnya, resikonya sama besarnya dengan hal itu.

Didapatinya laporan, salah seorang anak buahnya berhasil menemukan tempat transaksi data-data serum dilakukan. Ini menguntungkan, jelas sekali data itu pasti berisi jalur perdagangan, daftar orang yang membeli serta mengedarkan, dan mungkin saja komposisi serum juga dituliskan disana. Tentu saja, informasi seperti itu tak mungkin Caelum lewatkan. Sayangnya belum genap sehari laporan itu di sampaikan, laporan lain muncul. Informannya tertangkap oleh musuh, enam anak buahnya ikut tertangkap, sedang yang berhasil kabur cuma dua orang. Artinya, lawannya sedang tidak ingin bermain-main. Caelum mengepak persenjataan, ketika dirinya siap, kemudian diberinya instruksi pada anak buahnya yang lain dengan setiap detail. Karena dia tahu, segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk matinya dia nanti bila sudah kelewat terdesak. Setelah beres barulah Caelum pergi tanpa perlu repot melapor dahulu. Dan kemudian melaju menggunakan mobil hitamnya dengan kecepatan sedang.

Caelum sampai di sebuah pintu masuk stasiun kereta bawah tanah yang sudah tak terpakai di ujung kota. Ia masuk dengan hati-hati, pintunya sudah karatan dan diberi papan peringatan 'dilarang masuk'. Langkah pria kelabu itu tanpa suara. Tenang, namun waspada. Lorong stasiun itu lembab, penuh lumut serta sampah, ada beberapa bekas gerbong kereta yang tak terpakai di biarkan begitu saja, tembok lorongnya penuh grafiti tak berfaedah, bangkai hewan dan tikus ada di mana-mana. Caelum menyerngit jijik, sedikit kepikiran kalau bakal ada gerombolan keluarga kecoa lewat, namun matanya difokuskan melihat kedepan, ditengah kegelapan remang-remang begini dia harus ekstra hati-hati. Sedang indra pendengarnya ia tajamkan, kali saja mendengar sesuatu yang tak lazim. Sekitar satu mil Caelum menyusuri lorong itu, barulah ia melihat sesuatu. Dibelokan lorong sebelah kanan ada dua orang yang berdiri di sana. Caelum yakin, jelas itu pintu masuknya. Ia merapat pada tembok, bersembunyi di balik bayang-bayang sambil memperhatikan. Hanya ada dua orang disana, sementara transaksi penting akan berlangsung. Artinya, setelah dua orang itu masih ada beberapa jalan lagi supaya bisa sampai ke tempat transaksi. Intinya dua pria itu hanya awal. Kemungkinan setelah itu bakal ada banyak gangguan lagi. Bisa saja Caelum langsung melumpuhkan kedua orang itu, tapi kalau sekarang, yang dia butuhkan adalah jalan tercepat. Terlalu merepotkan kalau harus cari jalan sendiri. Jadi,setelah menemukan kaleng kosong, idenya mulai muncul. Dilemparkannya kaleng itu sebagai pengalih perhatian, ketika kedua penjaga itu teralihkan dengan suara bisingnya, maka Caelum dengan tidak membuang waktu memukul tengkuk belakang salah satunya. Cukup membuat pria itu pingsan beberapa saat. Bisa saja ia melakukan pembunuhan, tapi buatnya, sekarang lebih penting menghemat peluru. Lagipula cepat atau lambat dia bakal ketahuan juga. Secepat pria pertama ambruk, secepat itu pula Caelum menodongkan pistol kearah pria satunya yang langsung menatapnya dengan garang. "Tunjukan jalannya," Kata Caelum kemudian.

Bumi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang