LIMA BELAS

256 26 7
                                    

Terra terbangun dengan sinar matahari yang menyilaukan matanya, ia memicing menyesuaikan. Kemudian melirik jam, melotot kaget dan hampir saja meloncat kalau saja ia tidak ingat hari ini tidak ada kelas. Terra mengurut pelipis, sejenak kejadian sehari kemarin berputar-putar dalam kepalanya, setelah Caelum meninggalkannya sendiri ia benar-benar harus membereskan perlengakapan tanpa bantuan. Bukan Terra berharap, tapi tetap saja, gadis itu baru selesai larut malam.

Ia enggan sekali keluar, membayangkan muka congkak pria ebony itu menyambut paginya. Namun mau tak mau Terra harus keluar juga, dengan mendecih pelan gadis bersurai coklat itu bangkit dari kasur, lalu membuka pintu dengan pelan-kelewat pelan malah- ia menengok kekanan, memastikan Caelum tidak sedang ada di sana. Sayangnya, hari ini bukan pagi beruntung buatnya, karena sedetik kemudian nada bariton menusuk gendang telinganya

"Kalau kau mau tahu, aku tidak terkejut dengan penampilan bangun tidurmu yang buruk."

Terra menahan nafas, menutup erat matanya sepersekian detik, kemudian menoleh pelan-pelan menuju asal suara. Terra mendapati pemandangan yang membuatnya ingin menonjok muka Caelum. Pria mesum itu dengan santainya duduk di meja makan, dengan kopi hitam dan sebelah tangan yang ditumpangkan pada kursi. Wajahnya masih sedatar dan semesum biasanya, namun Terra secara tidak langsung paham pria itu sedang mengoloknya habis-habisan. Salahkan Caelum yang tidak menyediakan cermin. Terra menggigit pipi bagian dalam, menahan umpatan, hanya memandang tajam Caelum, pria itu mendengus kecil, kemudian kembali berkutat pada kopinya setelah bergumam,

"Kamar mandi di sebelah sana."

Terra mencibir, tidak mau repot-repot mengucapkan terimakasih, gadis itu masuk kamar mandi dengan membanting pintu, dan menahan jeritan, melihat pantulan dirinya yang-Well, bisa dikatakan 'luar biasa'. Wajahnya memerah, bukannya apa, tapi sama sekali tidak elegan, seorang wanita harus menunjukkan wajah bangun tidur yang buruk, meski di hadapan pria paling kurang ajar sekalipun. Ia mendesah, kemudian beralih menuju bathup berusaha merendam semua pikiran penat miliknya, setidaknya untuk saat ini.

Gadis bermanik emerald itu keluar dengan rambut basah, ia melihat sekeliling, tidak merasakan tanda-tanda Caelum. Matanya melirik secarik note kecil, dengan sebaris kalimat singkat

'aku ada urusan, jangan mengotori rumah-C'

Lagi-lagi Terra mencibir, kalau memang mau meninggalkan catatan, setidaknya beri informasi yang jelas. Pria mana yang justru mengkhawatirkan kebersihan rumah ketimbang perut seorang gadis yang kelaparan. Terra mengeluh, Caelum sama sekali tidak berbaik hati membuatkan sarapan, meski ia tidak berharap sekali lagi.

Gadis itu menggerutu sambil lalu, lebih merasa sebal melihat kondisi kulkas yang kosong bahan makanan. Terra mendecak keras-keras, melangkahkan kaki lebar-lebar kemudian mengambil jaket serta melilitkan syal sekenanya. Ia keluar  dan diputuskannya sarapan di luar saja, siapa tahu kekesalannya bisa menguap sedikit terbawa angin.

***
Terra berjalan menyusur trotoar, jemari kirinya kini menggenggam coklat panas pada cangkir kertas, sementara tangan kanannya menggenggam sekeresek besar bahan makanan, ia punya rencana sendiri untuk itu. Perutnya sudah lumayan terisi tapi ia juga tidak minat sama sekali kembali pulang, gadis itu mesti menikmati waktu luangnya, setidaknya tanpa kehadiran iblis berambut ebony di sekitarnya. Terra terduduk di sebuah kursi taman, ia memandangi sekelompok kunyuk-kunyuk kecil yang tanpa dosa bermain-main disekitar bak pasir, wajah polos anak-anak itu membuat Terra tertawa pelan, ia teringat masa-masa dimana ia juga sama ingusannya, bermain dengan kedua orang tuanya, teman-temannya. Sungguh sebuah kenangan teramat manis.

"Kau itu bocah yang senang buang-buang waktu rupanya."

Terra menoleh cepat, wajahnya mendadak berubah horror, kemudian mencibir pelan. Disampingnya kini, Caelum tengah duduk dan menatap datar pada sekelompok anak yang tadi dilihat Terra. Entah sejak kapan pria itu duduk di sana, yang jelas Terra sama sekali tidak merasakan kehadirannya. Gadis bersurai coklat itu merasa jengah, baru saja bernafas lega, sekarang ia mesti dipertemukan dengan orang tua bau kencur itu lagi. Memang Tuhan sedang tidak sayang dengannya, mungkin.

Bumi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang