DUA PULUH TIGA

87 13 0
                                    

Caelum melangkah panjang-panjang, mukanya memang masih se-tembok biasanya, tapi bukan Englberht namanya kalau tak bisa temukan perbedaan dari pria kelabu itu.

“Man, ada yang menyenangkanmu huh?” katanya sambil nyengir, sebenarnya dia juga tahu apa yang terjadi, mengingat terakhir kali dia dan Scarlet memergoki Caelum sedang –uhuk- panik begitu menyadari bahwa gadis imutnya sedang terbaring karena demam.

Caelum tidak menggubris, membuat si bangka Englberht makin ingin mengusilinya. “Ayolah, Caelum aura sekitarmu penuh dengan bunga-bunga. Dan, oh! Apa itu warna merah muda disekelilingmu? Aww.. bisa kasmaran juga kamu Cae—“

DUAGH

Sebuah tendangan yang jelas tidak ada pelan-pelannya sama sekali mendarat mulus hampir tepat di ulu hati Englberht, dia nyengir saja, setengah merasa sakit, setengah merasa Caelum manis sekali kalau sedang salah tingkah.

“Diamlah pak tua.” Ujar Caelum kemudian.
“Oh, kau bahkan tidak mengumpat padaku, moodmu sedang benar-benar bagus rupanya.”

Caelum sudah bakal meninju Englberht, tapi pria berjenggot itu menaikkan sebelah tangan tanda menyerah, lagian Caelum tidak mau paginya yang menyenangkan—jangan lupa dia habis mencuri satu ciuman kecil dari Terra— berubah jadi gelap hanya karena digoda habis-habisan oleh Englberht.

“Sudahlah Caelum, ini masih pagi. Omong-omong, kalau benar, berarti kau sudah baikan dengan Terra?”

Caelum berdeham sebentar, berusaha untuk mengontrol paras stoicnya supaya tidak memerah begitu saja, mengingat dia habis menangis gara-gara ulah gadis itu. Ku-ulangi, Me.na.ngis.

Pria kelabu kita, jagoan super menyebalkan, angkuh,arogan dan tahan banting layaknya baja, menangis karena wanita. Oh, sungguh tidak tipikal Caelum sekali.

“Anggap saja begitu,” kata Caelum kemudian sambil lalu. Englberht cekikikan saja sambil mengekor. Dia tahu pasti kalau-kalu Caelum sudah lebih dari berbaikan dengan Terra. Jangan remehkan insting orang tua, katanya. Dan oh, jangan lupa dengan rona tipis yang terlihat sekilas—hanya sekilas— dari telinga Caelum, manis sekali bukan?

“Jadi,” lanjut Englberht, “lepas dari kau sudah baikan atau tidak. Ada sesuatu yang mesti aku bicarakan.” Nada pria itu serius, jadi Caelum kembali mencoba fokus, meski tadi ia sempat berkhayal mengingat-ingat bagaimana halus, manis, lembutnya bibir Terra dan betapa ia bakal benar-benar ketagihan oleh—oke, pikirannya mulai ngelantur lagi.

“kenapa? Soal bos?”

“Bukan, ini soal kekasihmu, laboran kita menemukan sesuatu. Katanya mungkin bisa jadi penawar yang efektif. Kita tak bakal tahu kalau belum coba.”

“Efek samping?” tanya Caelum kemudian, tidak menggubris bagian ‘kekasih’ dari kalimat pria bermata hazel itu. Dan Englberht mati-matian menahan sudut bibirnya supaya tidak tersenyum, mengingat ‘what the hell, sejak kapan Caelum mengkhawatirkan manusia lain, hell no dalam kamusnya’

“Mungkin tidak, bisa kau cobakan pada Terra? Setelahnya kalau efeknya bagus, aku bisa buat laporan, lalu kau bisa mulai tangani persebaran serum itu. Setelahnya, BOOM kerjaan kita makin enteng. Mungkin aku bakal ambil cuti”

Caelum mengangguk pelan, jujur sedikit khawatir memikirkan kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, tapi dai harus profesional, mungkin juga cuti liburan bersama Terra juga opsi bagus nantinya—nah pikirannya mulai ngelantur lagi

Dasar ABG baru kenal cinta.

“Mana penawarnya, biar kucobakan.”

“Aih, bilang saja kangen, mau ketemu si dia kan?” Englberht terkikik pelan, dia menyerah, bagaimana bisa ia tidak menggoda Caelum. Jujur saja, Englberht sama euforianya dengan Caelum. Pria tua itu merasa tersentuh karena Caelum bisa membuka hati, setidaknya pria kelabu itu bisa makin manusia sejak kenal Terra. Ia harap-harap cemas, semoga tidak terjadi hal buruk. Perlu diingat, Caelum meghindar dari kehidupan sosial supaya warga sipil aman, dia agen negara, kalau-kalau terjadi sesuatu padanya, habislah Terra. Tapi Englberht tahu pasti, Caelum sudah memikirkannya masak-masak—

Bumi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang