SEBELAS

353 54 2
                                    

[NOTICE] psst ada wajahnya Terra di bagian akhir

---------------------------------------

Nada dering handphone terdengar nyaring. Terra menggeliat ogah-ogahan dari dalam selimut, tangan kanannya meraba-raba meja kecil di sebelah tempat tidur, mencari sumber suara.

"Ya, halo?"

"kenapa lama sekali?! Aku menelponmu dari tadi. Kukira terjadi sesuatu padamu."

Terra sedikit terkejut dengan suara wanita yang melengking tajam dan menggunakan bahasa yang berbeda dari yang ia gunakan. Sedetik kemudian, ia tahu siapa yang menelepon. Dengan mata menyipit, setengah menahan kantuk, Terra menjauhkan layar, menatap jam yang tertera disana. Kemudian mengurut keningnya. Demi Tuhan, ini juga masih tengah malam, pikirnya.

"Wajar jika kau menelponku tengah malam!"

Suara diujung telpon mendadak terdiam, kemudian tertawa kikuk. Terra mendengus kesal mendengar tawa itu.

"Maaf, sweetheart. Aku benar-benar lupa soal perbedaan waktu."

"Sudahlah, ada apa?"

"Kau sudah bersiap untuk ujian?"

"Tentu saja, aku sudah lulus sekolah dan masih sehari lagi untuk wawancara, tenang saja. Aku sudah siap."

Keheningan berlangsung agak lama, kemudian suara wanita kembali terdengar.

"Terra.. kau yakin tidak ingin kembali saja?"

Terra menghela nafas, ia tahu cepat atau lambat percakapan ini pasti terulang.

"Tidak. Kita sudah bahas ini berkali-kali, aku ingin disini. Kuliah, dan menjalani hidup seperti dulu ketika bersama Papa dan Mama."

"Tapi kau disana sendirian Terra! London itu kejam! Disini kamu bisa tinggal bersama Tante, kamu juga bisa sekalian kuliah, banyak kok universitas bagus. Kalau soal penampilanmu, tidak masalah juga, lumayan banyak bule disini."

"Aku tahu, tapi keputusanku final. Percayalah, aku akan baik-baik saja."

Suara diujung telpon mendesah kentara, kelihatannya cukup frustasi karena tidak sekalipun berhasil mengubah keputusan Terra.

"Baiklah, aku mengalah. Fokus saja dengan ujian masukmu, tapi ingat! Ketika aku tahu kamu tidak aman lagi, ataupun London membuatmu frustasi, kamu harus kembali kesini. Kau paham?"

"Iya tentu saja, bye!"

Kontak diputus secara sepihak, Terra agak jengah juga diingatkan berulang untuk hal yang sama. Darahnya memang bukan inggris murni. Ia seorang blasteran, meskipun penampilannya seratus persen kelihatan layaknya orang barat, minus kulitnya yang sedikit matang, bawaan dari Ibunya. Seluruh keluarga Ayahnya adalah keturunan inggris, Ibunya berdarah Indonesia, kemudian menikah dan melahirkan Terra. Sampai Terra berumur tujuh tahun mereka masih tinggal di kampung halaman ibunya, lalu karena alasan pekerjaan, pindah ke London satu tahun kemudian.

Kehidupan di London menyenangkan, mereka menyewa apartemen dan membuat keluarga yang bahagia. Tentu saja hanya sampai beberapa tahun lalu, tepatnya ketika Terra berumur empat belas tahun.

Hari itu adalah ulang tahun Terra, mereka merayakannya dengan makan besar di restoran. Kemudian ketika hari menjelang malam, hujan lebat melanda kota London. Sayangnya mereka sudah setengah perjalanan menuju rumah. Mobil dikendarai hati-hati, dengan kecepatan tidak lebih dari empat puluh kilo meter per jam. Kemudian Sang Ayah melihat seorang pria yang tiba-tiba berdiri di pinggir jalan, mengacungkan jempol, meminta tumpangan. Hati Ayah tergerak, tidak mengira apapun, pria itu diberinya tumpangan, duduk di kursi belakang berdampingan dengan Terra. Seperempat perjalanan berlangsung dengan keheningan.

Bumi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang