SEPULUH

399 61 8
                                    

[NOTICE] di bagian akhir note author ada fotony Caelum loh.
happy reading :)

--------------------------------------------

"menangislah sepuasmu.. aku ada disini, untukmu.."

Dengan bisikan lirih yang beresonasi pada telinga Terra, ia justru makin menumpahkan air matanya tidak tanggung-tanggung. Pada fase ini hatinya terasa letih, ia butuh tempat bersandar, dan lelaki didepannya memberikan kesempatan.

Bayangan kelabu kabur dimatanya, tertutup basah air mata yang menggenang di pelupuk. Terra bukan gadis yang gampang menangis, rasa sakit tidak mudah mengoyakkan pertahanannya. Kali ini sedikit berbeda, sebagian memang Caelum penyebabnya, bukan karena kalimat kotor yang keluar dari mulut pria itu, namun perbuatannya. Sungguh nostalgia, menyerempet mirip ketika dua tahun lalu ia kehilangan keluarganya. Sentuhan Caelum begitu panas, mengirim sinyal ketakutan luar biasa pada Terra, memberikan gambaran persis trauma hidup miliknya.

Terra menangis, tersedak dan tergugu, membuat punggungnya bergetar hebat. Lututnya tidak menggubris mati rasa yang dirasakan, berapa lama ia menangis? Sepuluh menit? Dua puluh menit? Atau lebih?. Yang Terra tau, seberapa lama pun ia menangis, tidak ada kata protes, hanya dekapan yang dirasakan.

Ketika getaran di pundak Terra mereda, air mata perlahan terhenti dan berhasil terdiam menenangkan diri-bukan meraung seperti beberapa menit lalu- , pelan-pelan Arma melepas jarak, hanya sedikit- setidaknya lelaki itu bisa melihat dengan jelas air muka milik Terra. Gadis itu terlihat rapuh, kelopak matanya setengah tertutup, menunduk, memeperhatikan rumput, hidung dan pipinya merah. Dengan gestur lembut di sentuhnya surai coklat milik Terra, membuat pemiliknya mendongak, saling menatap. Hijau emerald milik Terra bersinar redup, penuh luka dan sedikit kosong, tidak seperti kilauan biasanya.

Sedikit-sedikit Arma ikut merasa terluka, ia berpikir apa tepat menanyakan alasan sekarang. Buatnya Terra sedang tidak stabil, salah kata sedikit bisa-bisa ia lebih melukai Terra. Jadi ia hanya diam, menyelami mata hijau zamrud milik gadis didepannya. Membiarkan keheningan menjadi kenyamanan. Hingga akhirnya Terra sedikit mendorong pundaknya, memalingkan muka, dan duduk kembali memeluk lutut. Tempurung Arma sedikit nyeri dibuat menopang tubuhnya tadi. Jemarinya terangkat, menepuk pelan puncak kepala gadis bersurai coklat, ia harap pertanyaannya tidak salah, berdeham pelan.

"jadi.."

"kau mau cerita sedikit?"

Tidak ada jawaban selama lima detik, Arma tetap menunggu sabar. Kemudian Terra mengangkat sedikit wajahnya, menopangkan dagunya pada dua tangan yang terlipat diatas lutut. Terra menarik nafas pelan. Demi Tuhan, ia tidak berniat menceritakan apa yang terjadi, tapi menghargai itu mutlak. Jadi ia berniat membuka mulut, sedikit bercerita, minus beberapa hal yang tidak penting seperti halnya masa lalu atau bahkan nama tetangganya. Persetan lagi dengan bajingan itu, tidak ada hal tersisa yang penting dari pria ebony tersebut, setidaknya untuk saat ini bagi Terra.

"well, hanya sedikit terguncang"

Arma meringis gemas, siapapun yang lihat juga tau ada yang tidak beres, tapi ia mengatur emosi, menahan diri untuk tidak membiarkan jemarinya mencicipi pipi kenyal milik Terra dan mencubitnya tanpa ampun.

"i know, yang kutanya alasannya"

"yah, seseorang melakukan sesuatu padaku"

"sesuatu? Sesuatu seperti?"

"yeah, seperti.. kau melakukan kebaikan pada seseorang, kemudian ia mengumpat padamu, menolak kebaikanmu, mengusirmu bahkan tanpa mengucapkan terimakasih"

Terra tidak berbicara soal kalimat pelecehan Caelum serta ancamannya, instingnya bilang lebih baik lelaki di sebelahnya tidak tahu

"ada yang melakukan itu padamu? Who?"

Bumi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang