Kamar dengan warna dominan putih itu terlihat berantakan. Semua baju yang berada di dalam lemari sudah beralih tempatnya dan berserakan di atas lantai serta tempat tidur.
Metta yang tengah sibuk mondar mandir menjepit ponselnya antara telinga dan bahu kanan. Sambil menunggu telpon terhubung dengan orang di seberang, ia membuang lagi baju di tangan yang menurutnya tidak lagi cocok ia kenakan.
"Gila ya, masa harus belanja lagi. Udah gak punya baju lagi gue." Gumamnya seraya membanting ponsel ke atas tumpukan pakaian. Mulai membongkar lemari sebelah dan mencari pakaian lain untuk di lempar ke tengah ruangan karena tidak ada yang sesuai keingannya.
Ponselnya berdering. Membuat Metta buru-buru melepas gantungan baju dan menyambarnya.
"Bitch, gue telponin dari tadi gak diangkat. Lo lagi koprol apa gimana?" Sembur Metta ketika ia menjawab panggilan.
"Sialan, ya. Gue baru beres mandi. Apaan sih gila?"
"Hari ini gue mau jalan sama Raga."
"And, so?"
"Kok so doang sih?" Metta meraih gantungan baju lain dari dalam lemari. "Ini gue ngomongin Raga Angkas. Cowok angkuh yang sok nolak gue itu."
"Iya gue tau yang mana namanya Raga. Boljug lah. Gak terlalu heran gue kalo gak lama lagi dia bakal nyembah lo. Yang gue tanyain, kenapa pake nelpon gue segala, anying!"
Metta tersenyum. "Menurut lo gue harus ajakin dia kemana?" Ialu memandang ke arah tempat tidur. "Terus gue harus pake baju yang gimana? Kan dia bawa motor, gue gak bisa pake rok dong. Etapi belum tentu juga sih naik motor dia. Bisa aja dia gak mau boncengin gue. Heran deh pelit banget kalo udah urusan motor tuh cowok."
"Lo sehat, Ta?" Tanya Lala kemudian. Merasakan perilaku tidak wajar temannya itu.
"Sehat gue."
"Gue kira udah waras."
"Anjir lo."
Suara tawa terdengar nyaring dari seberang telpon. "Lo kenapa jadi pake bingung segala gini. Macam perawan mau dikawinin. Gak biasanya banget. Timbang mau jalan doang juga."
"Gue udah sering bilang kan ya, Raga itu beda sama cowok yang udah udah. Dia bukan cowok yang tinggal gue kibasin rambut langsung klenget. Itu cowok beda. Dan harus gue taklukin gimanapun caranya. Ngadepin dia gak bisa pake cara biasa."
Metta masih ingat sorot mata tajam Raga di kamar mandi cowok kala itu. Mungkin statusnya sebagai wanitalah yang menyelamatkan dirinya dari kemarahan brutal Raga. Walau Metta yakin sekali Raga tipe cowok yang tidak mungkin memukul wanita.
"Tapi kenapa yang gue lihat justru sebaliknya ya?"
"Hah?" Metta menyingkirkan beberapa pakaian di lantai yang menghalangi jalannya. "Apaan?"
"Yang gue liat justru lo udah takluk sama dia."
Metta memutar mata penuh 360° penuh. "Diem lo, bitch."
Lala kembali tertawa. "Metta, Metta. Kena karma baru tau rasa lo. Pake baju yang kemaren kita beli bareng aja udah. Terus ajakin si Raga hangout biasa. Selesai."
"Hangout biasa yang kaya gimana? Gue ajakin ke club?"
"Kayak dia mau aja lo ajakin kesana."
"Pertama kali gue ketemu dia juga di club ya tolong." Geram Metta.
"Oiya bener. Lagian emang dia setuju gitu jalan sama lo? Gak dilepehin lagi apa lo? Jangan-jangan dia cuma iyain doang tapi datengnya enggak."
![](https://img.wattpad.com/cover/75602829-288-k813253.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SIN [Completed]
Teen Fiction(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) SEGERA DIFILMKAN. #1 in Teen Fiction, 25 Mei 2017 Ametta Rinjani Cewek paling cantik disekolah. Suka dugem, sombong, tidak peduli pada apapun selain dirinya sendiri. Memiliki predikat playgirl...