25 - Jemputan

475K 29.9K 5.1K
                                    

Kamu bukan terminal, jadi jodoh gak mungkin singgah. Jemput.

😏

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sudah hampir satu jam Raga menunggu, namun pintu berwarna abu-abu itu masih saja tertutup rapat. Ia duduk dengan kepala mendongak, sudah termakan bosan sejak tadi.

Suara pintu terbuka membuat kursi putar yang tengah Raga duduki berhenti. Ia sontak berdiri menyambut kedatangan Papanya sehabis meeting.

Tanpa menatapnya, Surya berjalan menuju belakang meja. Meletakkan ponsel dan i-pad di sana sebelum duduk.

"Duduk." Ucap Surya. Dari suaranya, Raga yakin apa yang ingin dikatakan Papanya tidaklah menyenangkan. Entah ini hanya karena ketegangan yang dibawa papanya dari suasana rapat, atau memang ada hal serius lain hingga dia tiba-tiba saja disuruh datang ke gedung Atmidja secara khusus.

Padahal Papanya bisa menemuinya di rumah.

Masih membisu, sepertinya Surya perlu sedikit waktu tambahan untuk bekerja. Menjawab beberapa panggilan pada ponsel dan telepon meja, serta membalas email. Setelahnya, barulah Pria berjas hitam legam itu menatap ke arah Raga.

"Bagaimana sekolahmu?" Tanya Surya. Pertanyaan wajib dalam setiap kesempatan berbincang dengan anaknya. Bahkan pertanyaan itu jauh lebih penting daripada keadaanya sendiri.

"Lancar."

"Baguslah."

Tidak mungkin jika hanya sekolah yang ingin dibahas Papanya. Raga menunggu dengan bersandar pada kursi dan menatap ukiran nama ayahnya pada papan kristal mewah di atas meja. Siapa saja yang membuat itu pasti menghabiskan waktu lama mengerjakannya.

"Selancar apa?" Lanjut Surya lagi.

Raga berusaha menebak kemana arah pembicaraan. Namun tentu saja, ia belum mampu melawan kemampuan bicara Papanya.

"Nilai Raga masih stabil."

"Bagus."

Surya menutup laptop yang tadi terbuka di atas meja. Mengangkat tubuh hingga duduk tegak mendominasi. Memandang keturuannya dengan seksama. "Kamu punya pacar?"

Pertanyaan itu cukup membuat bola mata Raga membesar beberapa centi. Sebelum kembali dalam mode tenang yang ia atur sebelumnya.

Raga meneguk ludah. Mengesampingkan dulu kebingungan darimana Papanya mengetahui itu lalu mengangguk singkat. "Iya."

"Jadi ini alasan kamu sering mengendap pulang di malam hari?" Sepertinya Surya membaca raut wajah Raga. "Kamu lupa di seluruh rumah kita ada CCTV?"

Sialmya, Raga tidak berpikir sampai kesana.

Surya lalu mendengus. "Untuk apa? Untuk apa kamu memiliki seorang pacar?"

Raga belum berhasil menyusun jawaban ketika papanya kembali bicara.

SIN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang