27 - Berusaha

444K 31.3K 5.2K
                                    

I gave you all my thoughts. Now i lost my mind.

- Ametta Rinjani -

"Cek tanggalan Step. Buru!"

"Apaan. Telat lo?"

Lala melemparkan pulpen terlebih dulu pada Stephani. "Anjir ya. Gue perawan goblok!"

"Ya lo nanyain tanggalan. Bukan salah gue,"

Lala memutar mata. "Gue mau tau besok kiamat apa begimana,"

Stephani mengerutkan dahi. "Emang kiamat ada di tanggalan? Tanggal merah gak itu?"

Lala mengeram. Ia hendak melempar buku namun ditahan oleh Stephani. "Jangan buku gue. Itu, pake punya Metta noh buat nyambit."

"Gue mau nyambit lo, bitch!"

"Yaudah pake buku Metta aja makanya," Ucap Stephani bersikeras.

Lala mengacak rambut Stephani. Menghancurkan tatanan rambutnya yang berujung aksi saling jambak dalam waktu beberapa menit. Menyadari hal bodoh yang dilakukan keduanya, Lala pun melirik ke arah Metta. Alasan akan kehebohannya.

"Lo gak liat itu Metta ngapain dari tadi,"

"Liat." Stephani mengalihkan matanya ke arah Metta seraya menyisir rambut dengan jari. "Lagi main hape kan dia."

Lala mengeram. "Bego lo distabilkan plis. Gue dosa terus gini ceritanya ngajak gosipan."

"Ya terus apaan La. Ribet banget deh mau gosip aja. Emang bener itu Metta lagi main hape sambil cengengesan. Lo yang bego. Gue mah pinter."

Lala memijat dahi frustasi. "Gue rasa emang besok kiamat. Pertama, karena Metta bawa bekal makanan, kedua karena gue kepengen banget mengakhiri hidup lo sekarang."

Stephani sepertinya lebih fokus pada poin pertama. "Lo bawa bekal, bitch?" Tanyanya langsung pada Metta.

"Yoai," sahut Metta dengan senyum lebar. Memeluk bungkusan persegi itu di depannya.

"Mana? Liat dong. Abis itu bagi," Stephani sudah beralih tempat duduk mendekat. Namun Metta justru memeluk bekalnya lebih erat.

"Enak aja. Bukan buat lo. Ini buat cowok gue,"

Stephani berdecak. "Yanjir. Pelit banget,"

"Kantin aja sih lo bedua pada ribet."

"Ini lagi apaan coba," Lala menarik lengan seragam Metta. "Lo kurusan ato baju seragamnya yang ngembang?"

"Gimana?" Metta merapikan kerah. "Udah kaya anak baik-baik belum?"

Stephani kemudian menoyor dahi Metta. "Cupu lo, bitch. Buat Raga doang lo pake rubah penampilan."

Metta membalas menarik poni Stephani. Membuat cewek itu terpekik. "Ini tuh bukan cupu. Tapi belajar jadi orang yang diharapkan pacar gue,"

"Kalo dia emang suka, gak peduli lo pake apaan juga dia harus terima," timpal Lala.

"Yang namanya hubungan pasti membawa perubahan. Kalo itu merubah gue jadi baik, kenapa enggak?"

Baik Lala dan Stephani sama sama membuka mulutnya menatap Metta.

"Udah ah gak ngerti juga lo pada," Metta berdiri. Ia mengambil satu kotak kecil di dalam bungkusan dan menyerahkannya pada Lala.

"Lah Lala lok dibagi," seru Stephani.

"Bukan buat Lala, Mpok Markonah." Stephani menyatukan alisnya mendengar sebutan itu. "Kalo kalian ke kantin, gue titip ini buat Asri. Bilang aja ini hadiah spesial. Tanda perdamaian dari gue."

SIN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang