Raga Angkasa

889K 50.5K 2.6K
                                    

Suasana kelas yang berisik membuat cowok berambut hitam itu memilih untuk keluar. Setelah membalas sapaan beberapa orang yang dilewatinya dengan mengangguk, ia mengambil jalan lurus menuju tangga. Dengan satu tangan tenggelam disaku, sebelah tangannya lagi sibuk menggeser layar hp. Mencari nama salah satu temannya yang menghilang.

"Dimana kampret?" Ujarnya ketika panggilan dijawab.

"Lorong utama. Cepetan njir. Ada yang seru." Raga menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Hanya satu kalimat cepat dari temannya itu saja yang ia dengar karena sambungan sudah terputus begitu saja.

Raga memutuskan mencari tahu apa yang membuat Kevin sampai harus tergesa menutup telpon. Ditambah, anak-anak lain yang berlari mendahuluinya terlihat menuju ketempat yang sama. Sifatnya yang memang tidak terlalu peduli, membuat Raga memilih untuk memberi jalan untuk mereka yang berlari dan berjalan pelan dibelakang.

Apapun itu yang sedang terjadi, Raga yakin ia tidak akan peduli.

Ketika sampai ditengah tangga menuju lantai dasar, dimana lorong utama sekolah Harapan Bangsa sudah penuh oleh kumpulan anak berseragam sama sepertinya, Raga memilih berhenti.

Bukan karena diujung anak tangga terbawah sudah tertutup oleh desakan anak laki-laki yang mengangkat tinggi kameranya, tapi karena cowok berkulit putih itu menyadari siapa yang menjadi pusat dari keramaian itu.

Menghela nafas bosan, Raga berbalik dan kembali melangkah naik. Memiringkan bahunya ketika melewati siswa lain yang bertambah banyak. Ditengah deru ramai yang ia tinggalkan, cowok itu mendengar namanya dipanggil.

"Etdah main pergi aja. Lagi seru itu. Rio bakal diputusin abis abisan. Hayok nonton."

"Gue gak tertarik ngeliat yang kayak begituan. Balik kelas aja napa. Lo temen Rio juga bukan, ngapain liatin dia segala."

"Elah. Mana sudi juga gue liatin Rio." Kevin yang tadi memaksa, secara tidak sadar mengikuti langkah Raga menuju kelas mereka yang berada dilantai 2.

"Gue mau liat Metta lah. Mayan kan nyegerin mata sebelum pelajarannya Pak Sarkani. Sebelum liat lapangan mulus dikepalanya itu juragan pete, gue puas-puasin aja liat bodinya si Metta."

Kevin dengan semangat 45 menyodorkan hp kearah Raga. Memperlihatkan foto seorang gadis berkacak pinggang dan menunduk. "Liat sob. Behhh gilak cuyy, badannya mulus banget. Bawa ke toilet kaga papa dah."

Raga menyampirkan sodoran hp dari Kevin. "Gue heran. Apa bagusnya sih dari tuh cewek sampe kalian sebegitu fanatiknya sama dia. Pinter juga enggak. Cuma modal tampang doang."

Kevin melotot tidak setuju kearah Raga. Temannya yang satu ini memang sangat anti jika ia sudah mengungkit soal Metta dan sensasi yang cewek itu buat. "Nah ibarat nasi bungkus, lo emang mau milih yang bungkusnya bulukan? Kagak bakal lo makan juga kan biar isinya daging sapi. Sama kayak Metta. Biar lo kata dia bego juga, liat muka sama bodinya aja gue udah semeriwing."

Raga menggeleng semakin tidak mengerti. Bukankah seorang wanita dikatakan cantik haruslah yang memiliki setidaknya sedikit saja ilmu didalam kepalanya. Bukan seperti cewek itu yang selalu langganan dipanggil guru BP karena cara berpakaiannya.

"Cewek yang gak ada otaknya itu sama aja sampah." Raga kembali ke kelasnya yang sudah sepi. Ia membuka hpnya sendiri dan mulai membunuh rasa bosan. Membalas beberapa pesan dari adiknya, Sonya yang minta dibelikan komik lagi.

"Ati-ati, njir." Ucap Kevin. Kembali memandangi layar hp miliknya. Mengusap ngusap layar itu dengan baju seragam. "Ntar ngebet lagi sama doi."

Cowok bertubuh tinggi itu mendengus. Raga ingin tertawa. Bukan pada video lucu yang sedang ia tonton di chanel youtube. Melainkan perkataan Kevin tadi.

Dia Raga Angkasa.

Cowok pendiam yang menyukai ketenangan. Keriuhan yang ia maklumi hanya ketika sorak sorai penonton saat ia bermain futsal di lapangan sekolah.

Sisanya, dia lebih suka tidak terlihat dan menjauhi segala bentuk macam masalah hingga lulus nanti. Ia sudah merencakan jalan hidupnya untuk lima tahun kedepan.

Dan cewek bermasalah bukan salah satu diantara rencana masa depannya.

Dia tidak punya waktu untuk itu semua.

***

Revisi 05 Juni 2017

Gila. Deg-degan nulis ini. POV cowok yang pernah aku bikin bisa diitung pake bulu hidung. Elah. -_-

Faradita
Penulis Amatir

FaraditaPenulis Amatir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SIN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang