Chapter 11

107K 7.2K 219
                                    

"Cinta itu tidak bisa dipelajari seperti membaca buku, karena setiap orang punya definisi masing-masing tentang cinta."

____________

SAMPAI di rumah, Alif menemukan Mbok Lin yang sedang mengepel terasnya. Alif turun dari mobil tiba-tiba sambil membawa bingkisan berisi jas itu, membuat Pak Joko yang sedang merapihkan tanaman di halaman menatapnya bingung.

"Mbok, Mbok cantik banget hari ini," kata Alif begitu saja. Perkataan Alif berhasil menarik perhatian Pak Joko dan anaknya, Zaki. Mbok Lin yang tiba-tiba mendengar itu, mengerutkan keningnya bingung.

"Aden sehat?" tanya Mbok Lin.

"Astagfirullah! Tuh kan, kenapa rasanya biasa aja. Kayanya saya emang nggak sehat Mbo. Rasanya kepala saya mau pecah!" Alif kemudian masuk ke dalam tanpa menjelaskan apapun. Jantungnya terasa bermasalah. Dia duduk di meja makan setelah mengambil segelas air putih lalu meneguknya dengan cepat.

Dia memikirkan apa yang salah dengannya hari ini. Kenapa degupnya menjadi semakin sering hanya karena melihat salah satu mahasiswanya menggunakan gaun pengantin. Harusnya itu wajar bukan? Sangat wajar malah.

"Mas kenapa to? Ngeliatin gelas kosong kayak ndak ada kerjaan?" tanya Zaki yang masuk sambil membawa ember. Alif hanya menjawabnya dengan gelengan pelan. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

"Mas lagi jatuh cinta, ya? Nggak pernah loh Zaki lihat Mas Alif pulang senyum-senyum kayak gini."

Sebenarnya sejak hari pertama Alif dan Nafisya bertemu, Allah sudah membuat hati kedua hambanya bergetar merasakan hangatnya cinta didalam qolbu. Hanya saja keduanya tidak menyadari itu karena mereka menganggap jantung mereka berdebar dalam sebuah kepanikan akibat insiden kecelakaan itu.

Alif langsung tersadar setelah mengingat wajah Nafisya tadi. Ini tidak benar, pikirnya. Membayangkan wanita yang bukan mahramnya sangatlah tidak benar. Tapi entah kenapa Nafisya tidak bisa angkat kaki dari pikiran Alif.

"Wess pasti bener iki." Alif menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin dengan begitu Nafisya bisa keluar dari otaknya.

"Halah, tahu apa kamu sama hal cinta-cintaan," elak Alif yang masih tidak mau menyadari perasaanya.

"Mbak Fisya." Alif dibuat kaget lagi untuk kedua kalinya ketika Zaki mengatakan nama perempuan yang mulai mengusik pikiran Alif. Darimana anak itu tau kalau Nafisya yang membuatnya seperti ini?

"Kenapa Nafisya?" tanya Alif.

"Loh, Mas Alif udah kenal sama Mbak Fisya?" tanya Zaki terheran-heran.

"Y- ya ..." jawab Alif gugup padahal Nafisya tidak ada di tempat itu.

"Tuh kan, kebetulan lagi. Tadinya Zaki mau ngenalin Mas Alif sama Mbak Fisya. Dia itu sering banget nongkrong di kedai bakso Bapake bareng temen-temennya. Menurut Zaki, Mbak Nafisya itu rasa-rasa e cocok sama Mas Alif. Kali aja Mas ada niat buat ta'aruf, kan katanya Mas mau langsung nikah aja."

"Berarti jodoh itu, Mas," sambung Zaki. Alif mengambil nafas panjang mendengarnya. Perkara jodoh tak pernah terlintas di pikiran Alif terutama dengan mahasiswanya sendiri.

"Kamu ini nggayal. Nggak mungkin lah, Ki. Masa iya saya jatuh cinta sama mahasiswa saya sendiri? Lagian Mbak Nafisya itu masih kuliah, masih muda. Dia itu punya kakak yang masih lebih muda dari saya. Yang ada saya cocok jadi Om nya."

"Ya emang kenapa, Mas? Rasulullah sama Aisyah aja umurnya beda jauh. Kalo jodoh nggak mandang umur kali, Mas. Cuman mandang jenis kelamin doang." Alif tertawa kecil mendengar itu.

Assalamualaikum Calon Imam ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang