Chapter 17

100K 7K 603
                                    

"How beautiful is Islam that you can make do'a for someone without them even knowing."

____________

ALIF memutar-mutar kotak cincin itu di mejanya. Ketika seseorang masuk sontak kontak itu dia masukannya kedalam saku. Harusnya dia tidak mengikuti saran Kahfa untuk melamar Nafisya ketika dia tahu jawabannya akan seperti apa. Sekarang Alif malah merasa cemas sendirian memikirkan jawabannya.

"Kok ruangan ente diberesin semua?" tanya Kahfa melihat ruangan itu sudah rapih. Harusnya Alif sudah mendapatkan jawabannya tapi sampai pagi ini dia belum mendapatkan apapun. Pria itu membuka laci dan mengeluarkan sebuah amplop coklat dari sana lalu menunjukannya pada Kahfa.

"Tugas dinas?" tanya Kahfa sambil membuka surat itu, Alif mengangguk.

"Tiga bulan, Ente dipindahin ke rumah sakit pusat? Terus jawaban khitbah Nafisya gimana?" tanya Kahfa tanpa jeda.

"Ane yakin dia nolak,. Perempuan muda kayak Nafisya mana yang mau nikah sama pria seumur saya ..." kata Alif sambil mengambil jas putih dan melipatnya, dia bahkan memasukan stetoskopnya kedalam tas.

"Pesimis itu sikapnya setan, kali aja jawabannya iya," kata Kahfa, Alif hanya tersenyum miris mendengar itu.

"Dia suka sama Jidan," kata Alif spontan, membuat Kahfa membulatkan matanya dalam sekejap.

"Jidan? Jidan suaminya Salsya?" tanya Kahfa terdengar sangat kaget mendengar itu. Alif mengangguk santai.

"Dia keluar negeri supaya nggak ngeliat kakaknya nikah. Ane lebih mendukung dia keluar negeri sendirian tanpa harus terikat sama ane."

"Tapi sekarang ente nggak bisa pergi tanpa tahu jawaban dari Nafisya," kata Kahfa.

"Ini yang terbaik, Fa. Ane yakin kalo dia memang jodoh ane pasti Allah mempersatukan kami meskipun ane harus pergi hari ini." Alif pun pergi setelah menepuk punggung Kahfa sebagai tanda perpisahan.

Perlu dua sampai tiga jam mengendarai mobil untuk bisa sampai ke rumah sakit pusat. Tak sulit bagi Alif jka mendapat tugas dinas di rumah sakit pusat karena dia memiliki apartemen dekat dari sini dan sebelumnya dia memang pernah bekerja disana. Dia hanya memiliki dua jadwal pertemuan lagi sebagai tanggung jawabnya menjadi dosen, dan itu tak menjadi masalah baginya jika harus pulang pergi.

Sampai di lobi rumah sakit, seorang dokter cantik dengan tubuh tegap dan tinggi langsung menyapanya. Dia menenteng snelli putih dengan name tag biru khas paramedis yang bekerja di rumah sakit itu. Mereka saling mengucapkan salam dan menanyakan kabar masing-masing.

"Sejak kapan terlepas dari kemeja putih? Jadi keliatan mudanya ..." kata perempuan itu ketika melihat Alif datang dengan kaos putih dan celana jeans, tidak seperti penampilan formalnya kalau mengajar. Alif malah tertawa kecil.

"Itu sindiran secara langsung," katanya.

"Kata muda itu lebih seperti ironi," lanjutnya. Sifa ikut tertawa.

"Tapi saya serius kalau kamu lebih terlihat mud,a" sambungnya, di name tag nya tertulis dokter spesialis saraf dan orthopedi.

"Katanya Huda tugas disini sejak setahun yang lalu ya?" tanya Alif.

"Iya, kasian dia baru marriage kemarin harus ninggalin istrinya di Surabaya. Dia sibuk nya minta ampun disini, makannya kamu dipanggil kesini." Sifa, Alif dan Huda, tiga orang itu lulusan dari universitas yang sama dengan pemilihan spesialis yang berbeda.

"Huda ada di ruangannya?" tanya Alif. Sifa mengangguk.

"Masih inget kan ruangannya dimana? Nyasar lagi ..."

Assalamualaikum Calon Imam ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang