PROLOG

2.3K 181 140
                                    

Tahun 2015

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi atau berada di luar wilayah service area. Cobalah beberapa saat lagi."

Dari pagi sampai sore kenapa ponsel Mas Bumi tidak bisa dihubungi? Biasanya dia selalu kasih kabar walau sekadar pesan singkat. Ada apa ini? Aku jadi khawatir.

Aku melirik jam dinding kamar. Sudah hampir Maghrib, tapi belum juga ada kabar. Sudah dua hari, Mas Bumi diklat kerja di Jakarta. Hari pertama, komunikasi kami masih lancar. Dan tadi pagi pas sarapan, Mas Bumi masih mengirim pesan.

Entah kenapa aku jadi tidak tenang. Bolak-balik menatap layar telepon selulerku, berharap nama Mas Bumi terpampang di sana.

Jakarta, kota yang sering aku dengar dalam berita kriminal. Bagaimana kalau .... Tidak! Aku harus mengenyahkan pikiran negatif ini. Mas Bumi pasti sedang sibuk dengan diklatnya.

"Ah ... ka-kalau saja a-aku punya nomor telepon Mas Rizky atau Mas Gio, paling ndak a-aku bisa mencari tahu kabar Mas Bumi dari mereka."

Aku mencari ketenangan dengan membelai wajah Satria. Bocah berpipi tembam itu telah terlelap dalam buaian mimpi indah. Wajahnya terlihat tenang, napasnya teratur.

Aku sangat bersyukur memiliki Satria, terlebih dengan kehadiran Mas Bumi dalam hidup kami berdua. Semakin menambah warna baru yang tak pernah kubayangkan.

Semenjak kami menikah, baru kali ini Mas Bumi pergi lama. Aku khawatir sesuatu yang buruk menimpanya. Pengalaman dari masa laluku, semakin memperburuk pikiran negatif yang muncul. Aku sudah berusaha meyakinkan diri sendiri, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, ternyata gagal.

Aku kembali berusaha menghubungi ponsel Mas Bumi.

Akhirnya nada sambung terdengar dari ujung sana. Aku berjingkat ke luar kamar, tidak ingin Satria terbangun karena mendengar suaraku. Hingga dering habis pun belum juga terdengar suara Mas Bumi.

Aku mencoba lagi. Pada dering ketiga, kudengar seseorang menjawab panggilanku.

"Halo ...."

Aku mengernyit. Menjauhkan ponsel dari telinga demi melihat nama yang ada di layar.

Papa Bumi
085678912xxx
Tersambung ....

Benar. Tapi kenapa suara perempuan? Siapa? Ke mana Mas Bumi? Kenapa ada perempuan yang mengangkat teleponnya? Mereka sedang berada di mana?

"Hallo, Mala, ya? Mas Bumi baru di kamar mandi nih. Baru aja kami bangun. Hm, teleponnya mau aku kasihkan ke dalam kamar mandi atau gimana?"

Apa maksudnya? Kenapa dia ada di kamar Mas Bumi? Kenapa dia tahu Mas Bumi baru bangun tidur?

"Si-siapa ini?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Hi hi hi ... kamu lucu, Mal. Aku Rizky. 'Kan yang berangkat ke Jakarta jadinya aku sama Mas Bumi aja. Memangnya Mas Bumi nggak cerita?"

Aku menelan ludah dengan susah payah. Rizky itu perempuan? Kenapa Mas Bumi tidak cerita? Kenapa?

"Halooo ... Mas Bumi sering cerita tentang kamu yang-"

"Riz, tolong ke sini bentar!"

Itu suara Mas Bumi, aku hafal suaranya. Tapi kenapa? Kenapa dia menyuruh Rizky ke kamar mandi? Aku mengeratkan pegangan pada ponsel. Napas memburu, lidah kelu, tak bisa lagi berkata.

Entah apa lagi yang akan perempuan itu katakan, aku sudah tidak mau mendengarnya. Aku tidak peduli!

***

Aku tidak ingat apa yang terjadi kemudian. Yang kutahu kini aku sudah ada di depan kemudi mobil, dan Satria meringkuk di kursi penumpang. Aku membawa mobil tak tahu arah. Seluruh tubuhku bergetar, air mata terus mengalir bagaikan air bah. Berbagai potongan adegan berkelebat di benakku.

"Apa?! Kamu membela pelacur ini?" Suara Bunda kembali terngiang.

"Tutup mulutmu! Zita bukan pelacur dan kamu tidak berhak menghakiminya!" Suara Ayah bersahutan dengan Bunda.

"Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun! Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kelakuan bejatmu ...." Potongan luapan emosi Bunda kembali mengusik.

"Semua ini salahmu, Mir. Kamu terlalu sibuk hingga melalaikan tugasmu sebagai seorang istri." Apa Mas Bumi juga seperti Ayah?

"Kamu sampah!" Kali ini si brengsek Kusnandar yang hadir.

"Dengar! Aku nggak pernah cinta sama kamu. Buatku, kamu cuma mainan!" Tidak! Mas Bumi beda dengan Adira.

Aku menggeleng kuat, menghalau setiap bisikan yang menyesatkan. Menginjak pedal gas sedalam mungkin, mengabaikan geliat kurang nyaman Satria.

Kenapa Mas Bumi tega berbuat seperti ini? Kenapa aku? Kenapa Tuhan tidak membiarkanku hidup bahagia? Belum cukupkah apa yang selama ini aku jalani?

Aku tahu dan sadar saat ini kondisi emosiku sangat labil. Namun, aku tidak bakal sanggup berlama-lama di dalam rumah yang penuh kenangan tentang Mas Bumi. Aku tidak pernah menyangka, Mas Bumi tega berbuat hal seperti ini. Membuat hatiku benar-benar sakit. Setelah dia mengangkat diriku sedemikian rupa, kini segalanya menjadi terbalik. Sakitnya melebihi semua derita yang kurasa.

Air mata membuyarkan pandanganku. Rengekan tak nyaman dari Satria pun mulai terdengar. Namun, kakiku tetap setia melajukan mobil tak terkendali.

Mataku terbelalak ngeri. Kurang dari sepuluh meter di depan, ada penjual bakso keliling. Aku menginjak pedal rem dengan kekuatan penuh.

Kutekan klakson berulang kali.

"Awwaaasss!!!" Aku mencoba berteriak sekencang mungkin.

Pada detik terakhir, aku membanting setir ke kiri. Aku tak pernah tahu, di sana ada sebuah pohon besar. Sekuat apa pun aku mencoba untuk mengerem, tabrakan itu tidak dapat terelakkan.

Semuanya menggelap.

Aku tidak dapat mengingat apa yang terjadi kemudian. Hanya sakit yang teramat sangat di seluruh tubuh. Entah saat ini aku dalam keadaan sadar atau tidak, aku tak tahu. Entah aku masih hidup atau tidak pun, aku tak tahu.

Satria! Ya Tuhan. Bagaimana dengan Satria? Aku berusaha membuka mata, tapi tak semili pun kelopak ini bergerak. Ya Tuhan, aku mohon lindungi dia. Aku mohon.

"Masih napas! Yang cewek masih hidup!"

"Mbak ... Mbak ... bisa dengar suaraku?"

"Anaknya parah, Pak! Aku nggak nemu denyut jantung."

Apa-apaan ini? Kenapa aku bisa mendengar, tapi tidak bisa bergerak? Mereka pasti bohong! Satria tidak mungkin meninggal. Jangan, Tuhan, aku mohon. Jangan ambil Satria dariku.

"Anaknya nggak selamat, Pak."

TIDAAAAKKK!!! Aku pasti salah dengar! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Satria, aku tak akan sanggup hidup lagi. Lebih baik aku mati. Siapa pun tolong aku!

"Tetaplah hidup, Kumala! Ada aku di sini bersamamu. Bertahanlah. Aku yang akan menguatkanmu!"

***

Edit,
Solo, 02 Juni 2018

Tika Putri

ALTER EGO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang