"Bumi, tolong dong, jangan seenak udelmu gitu. Inget! Aku ini masih gadis unyu, kamu kalau ganti baju di kamar mandi bisa 'kan!" cecarku saat masuk kamar dan melihat Bumi sedang ganti pakaian.
"Eh ... eh, maaf," ucapnya sambil meraih celana panjang dan bergegas keluar kamar.
Sebenarnya Bumi juga nggak yang telanjang juga, masih ada boxer dan oblong. Cuma aku memang baru pengin iseng sama ini cowok. Membuat Bumi tersipu malu itu mengasyikkan, kulit wajahnya 'kan putih tuh, jadi kelihatan pink-pink lucu gitu. Kayak cewek pakai blush on. Aku terkikik geli melihat tingkah malunya.
Padahal sudah hampir sebulan kami tinggal bareng, tapi dia masih suka sungkan. Kalau untuk ngobrol, Bumi sudah mulai santai, tapi kalau adegan kayak tadi, biasanya dia lari ngibrit.
Wajar saja, Bumi hanya menganggapku sebagai adik, nggak pernah sekali pun dia memandangku sebagai wanita seperti Kumala. Pernah sekali aku berpura-pura menjadi Kumala, tapi dia tahu. Dan membuatku terpaksa menjalani hukuman nggak boleh menampakkan diri selama dua hari.
Sebenarnya, kehidupan kami benar-benar terasa aneh. Aku membuat kesepakatan dengan Kumala tentang jadwal penampakan kami. Jatahku di siang hari, saat Bumi pergi kerja. Sedangkan Kumala, tentu saja sore hingga pagi tiba. Khusus Sabtu-Minggu, aku hanya keluar saat ada janji dengan pemasok Butik atau ada pekerjaan di sana.
Namun, tak jarang aku membiarkan Kumala mendominasi di siang hari. Dia harus mulai membiasakan diri untuk hidup seutuhnya. Kumala harus belajar menjadi lebih kuat dan tegar.
Sampai sekarang, aku masih bekerja di Butik. Aku meminta Kirana untuk mengajari Kumala tentang bagaimana menjalankan bisnis. Jadi, dia bisa menggantikanku saat aku harus pergi.
Kami juga masih rutin menjalani psikoterapi dengan Bu Laksmi. Dan, mulai minggu kemarin, aku telah menjalani terapi hipnosis. Terapi ini bertujuan untuk mengisi alam bawah sadar Kumala agar melepaskanku. Dan, aku sedikit demi sedikit mulai melemah. Kepribadianku mulai memburam. Terkadang kepribadian Kumala yang menggerakkanku.
Selama ini Kumala belum mengetahui niat terselubungku. Sehingga membuatnya sangat kooperatif, dia menerima segala saran yang diberikan oleh Bu Laksmi. Dia juga menuruti setiap instruksi yang harus dilakukannya.
Aku ingin Kumala menerima seluruh ingatanku, tapi di saat yang sama, dia harus melepaskanku. Aku tidak sanggup jika harus hidup dalam bayangan selamanya. Aku ingin mengaktualisasikan diri, tapi itu tidak mungkin terjadi.
Jauh di lubuk hatiku, aku ingin berkeluarga. Menikah dan memiliki keturunan dari pria yang kucintai. Namun, ini juga tidak mungkin terwujud.
Aku pun tidak tega harus melihat Kumala menjalani dua jiwa yang berseberangan. Dia belum sepenuhnya bahagia jika masih bergantung padaku.
Aku adalah refleksi dari keinginan terpendam Kumala akan sebuah hidup bahagia. Selama dia masih mempertahanku, maka diri Kumala yang asli berarti belum bahagia. Dengan kata lain, aku ini batu sandungan.
Aku mengernyitkan hidung, masih saja aku merasa nyeri saat menyadari siapa diriku sesungguhnya.
Jika aku ingin lepas, harus kupastikan jiwa Kumala sudah terlepas dari trauma masa lalunya. Dan, hanya Kumala sendiri yang bisa melakukannya. Ya, begitulah. Aku adalah sosok yang diciptakannya, maka dia sendiri pula lah yang harus melenyapkanku.
Aku menarik napas panjang. Ayo, Vanessa, semangat!!! Kamu pasti bisa meyakinkan Kumala hari ini. Go go go!
Aku mengepalkan kedua tanganku dan mengangkatnya ke atas. Kubulatkan tekad, hari ini semua orang harus tahu tentang pengunduran diriku.
Ya, mungkin saja mereka trenyuh, terus bikin pesta perpisahan gitu. Asal mereka nggak menyiapkan pemakaman untukku. Aku nggak mau di hari kepergianku, mereka menangis. Aku mau semua tersenyum, mengingatku sambil tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTER EGO (TAMAT)
General FictionTuhan sangat ndak adil. Aku sudah kehilangan segalanya. Kebahagiaan, hidup tenteram, mahkota yang paling berharga, bahtera rumah tangga bahkan buah hatiku tercinta. Aku benci hidup ini. Benar-benar benci. Aku berada dalam dasar terbawah dari rotasi...