PART 16

527 69 99
                                    

Tahun 2017

"Vanessa?"

"Bryan?"

Benarkah dia Bryan? Aku cuma bisa mematung, memandang lurus ke manik mata coklat–yang lima tahun lalu, meneteskan air mata karena keputusanku. Netra itu kini tengah menatapku tajam.

"Ya, ampuuun! Beneran Bryan, ya?" pekik Kirana. Kulihat dia sudah berjalan cepat lalu memeluk Bryan yang masih terdiam di tempat.

Dasar Jones! Jomlo ngenes. Di saat seperti ini, masih saja nyari kesempatan dalam kesempitan.

"Aku kangen banget! Udah lima tahun sejak kalian putus, kita nggak ketemu ya?"

Sial banget 'kan tuh mulut! Nggak sadar suasana sudah secanggung ini, malah ngingetin soal putus. Kenapa harus ketemu lagi sama Bryan sekarang sih? Kenapa Bryan ada di sini? Apa yang harus aku lakukan kalau begini?

Dari pakaian yang dia pakai, sepertinya Bryan bukan tamu di sini. Dia cuma pakai celana jin pendek dan oblong. Alas kakinya juga cuma sandal jepit. Terus, tadi dia yang membukakan gerbang. Pasti dia kenal sama keluarga Dalmanik.

Jangan-jangan dia menantu di sini? Gila! Aku bisa gila kalau begini. Kepalaku sudah mulai berdenyut.

"Ehm, hai. Aku nggak nyangka, ketemu kalian di sini." Bryan-lah yang pertama memutuskan kontak mata kami. Membuatku sadar bahwa sedari tadi aku lupa bernapas.

Dia menyambut pelukan itu, memberi tepukan lembut di kedua bahu Kirana.

"Apa kabar, Bry?" tanya Kirana seraya melepas pelukannya.

Aku bergerak gelisah, bingung harus menyapa atau menunggu disapa.

"Baik, Na." Bryan kembali menjatuhkan pandangannya padaku, "Hai, Sa. Lama nggak ketemu, ya. Gimana kabarmu?"

"Eh ... hai juga. Ng ... baik." Aku harus maju nggak ini?

Aku lihat, Bryan pun sama ragunya denganku. Kirana melotot padaku. Bibirnya bergerak-gerak mengatakan sesuatu tanpa suara. Dan aku nggak ngerti dia mau ngomong apa. Ya Tuhan, kirimkanlah penyelamat bagiku.

"Lho ... ono tamu*, Yan? Kok temenmu ndak mbok suruh masuk tho." (ada tamu)

Thanks God! Kau kirimkan seorang malaikat untuk membebaskan kami dari awkward moment seperti ini. Kutebak wanita anggun ini sudah cukup berumur, mungkin enam puluhan, tapi wajah, kulit dan tubuhnya masih sangat terawat. Rambutnya yang mulai memutih terlihat cocok banget sama kulitnya yang putih. Kerut-kerut di wajahnya terasa begitu pas. Eyang ini masih terlihat cantik untuk wanita seusianya.

"Oh, ini teman Bryan, Eyang. Tadi sebenarnya, mereka ingin ketemu dengan Eyang Putri," jelas Bryan yang kini telah memunggungiku lagi. Punggung yang senderable banget. Duh, jadi inget yang dulu.

Apa ini Bu Dalmanik? Kenapa Bryan memanggilnya eyang? Kok aku nggak tahu, ya kalau Bryan punya eyang di sini.

"Owalah, yang dari Butik Batik bukan, ya?" tanya Bu Dalmanik pada kami.

"Iya, Bu. Kami yang kemarin membuat janji temu dengan Ibu. Saya Kirana, dan ini rekan bisnis saya Vanessa," Kirana dengan tanggap menjawabnya. Dia mulai sadar bahwa aku belum sepenuhnya pulih dari keterkejutan.

"Walah, bukane masuk malah pada ngobrol di luar. Ayo masuk, di luar panas. Eman-eman kulitnya pada hitam. Ayo Bryan, temanmu diajak masuk." Bu Dalmanik sudah terlebih dahulu masuk rumah.

"Masuk, Na," Ada jeda beberapa detik sebelum Bryan melanjutkan, "Sa," ucapnya sambil masuk rumah. Kirana membuntuti tepat di belakangnya. Sedangkan aku masih ragu, masuk atau enggak.

ALTER EGO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang