Esok harinya, pesta telah usai. Semua penduduk juga telah usai membersihkan sisa-sisa pesta. Hari-hari kembali seperti biasanya, namun terdengar tangisan yang menggema di depan rumah tetua adat.
"Tolong kami! Tolong lakukan sesuatu, anda sebagai kepala desa tolong tindak lanjuti semua perkara ini! Kami mohon dengan sangat..." Tangis seorang ibu muda yang tengah menggendong bayinya yang kemungkinan masih berumur enam bulan.
Melihat kericuhan yang terjadi banyak penduduk termasuk aku dan keluargaku pergi untuk melihat gerangan yang terjadi. Di halaman rumah tetua adat, semua keluarga tetua adat dan beberapa pemerintah desa berkumpul mengelilingi ibu muda itu yang berlutut di hadapan mereka dan tidak bisa menahan isak tangisnya.
"Kapan hal itu terjadi?" Tanya Rangga yang berdiri tepat di samping ibu muda itu.
"Saya tidak tahu, tapi sejak kemarin malam suami saya tidak pulang. Dia tidak biasanya seperti ini, dan kami juga tidak memiliki masalah apa pun. Dia selalu berpamitan pada saya jika ia pergi kemana pun itu." Ibu muda itu mulai mengusap air matanya agar tidak jatuh menetesi anaknya yang tengah berada dalam pelukannya.
"Mungkin ia sedang ada urusan. Kita belum bisa memastikan bahwa suami ibu hilang." Tukas tetua adat.
"Tidak! Saya yakin ia hilang!" Teriak ibu itu, tidak terima.
"Saya mohon ibu tetap tenang!" Sergah Axcel.
"Bagaimana saya bisa tenang? Saya tidak tahu dimana suami saya sekarang. Apakah keadaannya baik-baik saja? Mengapa ia pergi?" Jeritan tangis kembali keluar dan semakin menjadi-jadi.
"Tolong ibu tenang. Kami mengerti, tapi sebelum kita putuskan bahwa suami ibu menghilang kita akan menunggu terlebih dahulu sampai sore hari dan jika ia belum pulang saya akan segera menghubungi polisi dan kita akan mencarinya bersama. Walaupun mungkin nanti polisi akan sedikit terlambat tapi saya dan beberapa warga akan berusaha mencarinya." Kata Andre mengelus-elus punggung ibu itu dengan tenang.Isak tangis yang menderu ibu muda itu perlahan-lahan mulai sirna setelah mendengar perkataan Andre.
"Kalau begitu ibu pulang dulu. Istirahatkan diri ibu, jangan berpikir negatif kasihan bayinya." Kata Axcel menimpali.
Ibu muda itu menuruti perkataan mereka dan berjalan pulang, walaupun ia terlihat berat saat melangkahkan kakinya dan kedua matanya masih memerah.
"Apa yang terjadi?" Tanyaku pada Andre ketika semua penduduk kembali ke habitatnya masing-masing.
"Dia kehilangan suaminya, katanya tidak pulang sejak kemarin." Jelas Andre.
"Mmmhh..." Aku menghembuskan nafas pelan sambil berpikir, tanganku memegang daguku.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa terdiam?" Tanya Andre memperhatikan gerak-gerikku
"Kau ingat dengan bapak-bapak yang berpakaian serba hitam yang menabrak meja jamuan kemarin?" Tanyaku pada Andre, dengan pupil mataku yang membesar.
"Iya, aku ingat." Andre menggangguk.
"Bukankah dia terlihat mencurigakan?" Tanyaku.
"Maksudmu bapak itu suaminya?" Andre mengerutkan kening.
"Bukan itu maksudku. Mungkin dia ada hubungannya dengan masalah ini, atau itu mungkin saja dia, suami ibu itu. Aku kan belum pernah melihat wajahnya." Ucapku.
"Bukan dia orangnya. Aku kenal dengan suaminya, dia berasal dari keluarga Lo'u. Dan orang yang kemarin kita lihat itu bukan dia, tapi kalau kau mengatakan ada hubungannya itu mungkin saja, toh siapa yang tahu?" Andre mengangkat kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]
Historical Fiction[Highest rank #11 in Historical Fiction] Transmigrasi, kata itu membuatku dan keluargaku meninggalkan istana ibu pertiwi kami yang indah. Menempuh hidup baru di negeri orang, tapi hidup baru yang kutempuh itu benar-benar mengubah hidupku saat aku pe...