Pancaran sinar menyilaukan membangunkanku, membuat mataku menyipit ketika hendak dibuka. Tubuhku rasanya benar-benar pegal dan sakit, aku memperbaiki posisi bersandar tubuhku. Tapi seketika terhenti saat melihat Andre terlelap dalam rona ketampanan yang memukau. Untuk pertama kali aku melihat seorang pria seperti ini, melihat seorang pria dalam lelapnya memancarkan keindahan. Rambut hitamnya menawan, dan kulit putihnya yang walaupun sedikit kotor karena tanah dan debu yang menempel tak memberi pengaruh yang berarti. Tetap terlihat bersinar. "Apakah kau benar-benar mencintaiku Andre? Aku yang hanya gadis biasa yang memiliki asal-usul yang sungguh berbeda dengan dirimu. Aku yang berasal dari negeri antah berantah dari tempat yang sungguh jauh ini, yang tak bisa kau lihat di pelupuk matamu. Benarkah kau mencintaiku?" Aku menggumam dalam hatiku, dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tak akan pernah berani aku lontarkan padanya.
Mataku masih memandanginya, hingga ia perlahan membuka kelopak matanya dan memancarkan mata cokelatnya yang bersinar diterpa cahaya matahari melalui sebuah celah yang terletak di dinding goa.
"Kau sudah bangun?" Tanyanya dengan suara berat maskulin seorang pria. Aku mengangguk ringan.
"Ah, badanku rasanya sakit semua. Kau pasti juga begitu." Imbuhnya.
"Iya, terutama di punggung." Sahutku.
"Kita harus sabar dan berusaha mencari jalan keluar dari sini." Ujar Andre, tangannya merangkulku dan memelukku dengan nyaman.
"Andre... i... itu tulang apa?" Mataku melotot ketika melihat serpihan-serpihan tulang. Andre kemudian berdiri dan menelusuri sepihan tulang itu, hingga ia membuka selimut yang ada di tempat tidur yang sudah reot dan berdebu, terlihat sudah sangat lapuk.
"Oh... ini..." Andre terkejut.
"Itu..." Tanganku menunjuk dengan gemetaran.
"Tengkorak!!!" Pekikku.
"Sssstttt!!!" Desis Andre, "tunggu coba aku lihat, ini seperti baju penjajah Belanda. Mungkin prajurit, lihat lencananya." Kata Andre mengambil sebuah lencana dari baju tengkorak itu.
"Berarti goa ini adalah goa yang dijadikan sebagai tempat bersembunyi. Oh, lihat itu ada peti!" Seruku menunjuk ke arah peti kayu yang juga sangat berdebu dan tua yang berada di samping tempat tidur.
"Peti ini terkunci, tapi aku mungkin bisa membukanya. Kelihatannya juga kayunya sudah rapuh dan rayapan. Oke, siap-siap..."
Brukkk!
Andre melancarkan tinjunya pada peti itu, dan sekejab membuat tutup peti itu jebol. Aku kemudian membersihkannya.
"Hoho... ini senjata sir." Tukasku dengan mata terbelalak berbinar melihat senjata api beserta pelurunya memenuhi peti itu. Namun keadaannya sudah berkarat, dan buruk.
"Sudah tak diragukan lagi, pasti tempat ini dulu adalah kamar atau sebuah markas. Mungkin masih banyak lagi kamar seperti ini di goa ini." Andre menyimpulkan pikirannya.
"Mungkin. Ya... aku jadi lebih penasaran tentang alasan Julius masuk ke goa ini. Mungkinkah ia mengetahui ini semua?" Tanyaku.
"Pasti, bedebah itu tidak mungkin berani masuk ke goa seperti ini kalau ia tidak mencari atau mengincar sesuatu."
Aku menghamburkan pandanganku ke sekitar, memastikan sekali lagi tentang jalan keluar dari ruangan ini. Namun mataku tertarik pada sekelebat kilauan yang menyilaikan mata yang berada di bawah meja yang telah dipenuhi lumut dan jamur. Aku memeriksanya dan mendapati benda yang juga berbentuk seperti peti, tidak terlalu besar namun sudah bolong di bagian sudut-sudutnya. Untungnya tak terkunci, aku segera membukanya. Terperanjat dan terperangah, kata itu mewakili perasaanku pertama kali melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]
Historyczne[Highest rank #11 in Historical Fiction] Transmigrasi, kata itu membuatku dan keluargaku meninggalkan istana ibu pertiwi kami yang indah. Menempuh hidup baru di negeri orang, tapi hidup baru yang kutempuh itu benar-benar mengubah hidupku saat aku pe...