[5] Tuana Mahile

150 32 2
                                    

"Hosh...hosh..." Napasku tersengal-sengal.

"Apa maksudnya Julius berkata seperti itu? Itu pasti tidak benar! Dia hanya bercanda! Ya, bercanda!" Gerutuku dalam hati. Kejadian tadi membuatku sangat shock.

"Loh, Dayu kenapa kamu pulang basah kuyup begini? Seharusnya kau cari tempat teduh dulu, jangan langsung main terobos begitu saja. Nanti kamu sakit lagi!" Kata Biyang yang mendapati anaknya telah basah kuyup. Dia kemudian pergi mengambilkan handuk.

"Di mana Tiana?" Tanya Biyang menyodorkan handuk padaku.

"Dia sudah pulang duluan bersama cucu tetua adat." Sahutku.

"Tadi kamu bertemu dengan cucu tetua adat? Siapa? Andre?" Tanya Biyang berbinar.

"Iya Biyang. Biyang kenal dengan Andre?" Aku mengangguk sekaligus bertanya seraya mengambil secangkir teh panas di atas meja yang barusan Biyang buat.

"Mmm, iya Biyang kenal.Terus bagaimana apa dia orang yang baik?" Tanya Biyang sekali lagi ketika ia mulai melanjutkan melipat baju satu demi satu dari tumpukan yang ada di depannya.

"Tidak, dia tidak tahu cara bergaul." Jawabku nyeleneh.

"Loh, tidak boleh berkata seperti itu. Kenapa kau mengatakan dia seperti itu?" Biyang menatapku.

"Aku dicacimaki olehnya Biyang, hanya karena ingin mendengar permainan serulingnya."

"Tapi, dalam acara besok katanya dia akan memilih calon istri. Biyang berharap setidaknya kamu bisa menjadi calon istrinya, karena di desa ini hanya dia yang layak, kamu kan tahu sendiri tidak ada transmigran lain yang sekasta dengan kita. Jadi paling minim kamu bisa menikah dengan cucu tetua adat, yang kastanya juga sama tinggi dengan kita kalau dibandingkan."

Mendengar kata-kata Biyang, seteguk teh yang baru kuseruput menolak masuk ke kerongkonganku sehingga tersembur keluar.

"Hei, hei Dayu. Pelan-pelan minumnya sayang..." Kata Biyang memberikanku lap untuk membersihkan teh yang aku semburkan tadi.

"Apa maksud Biyang? Aku tidak sudi!" Teriakku.

"Mau tidak mau kamu harus melakukannya Dayu!" Bentak Biyang.

"Biyang tidak mengerti, aku belum ingin menikah. Aku masih ingin sekolah, aku ingin kuliah." Tegasku.

"Kau bisa kuliah nanti, tapi tidakkah kau lihat begaimana kondisi disini? Disini belum ada kampus seperti di Bali. Dan kau harus keluar daerah nantinya jika kau ingin kuliah tapi sebelum itu kau harus menikah terlebih dahulu." Biyang bersikukuh.

"Baiklah aku akan menikah, tapi hanya didasari oleh cinta."

"Setuju, kau pasti akan jatuh cinta dengan cucu tetua adat itu..." Mulut Biyang terhenti dan menatapku.

"Biyang sungguh-sungguh tidak mengerti." Kataku kemudian berlari ke kamar, dan menenggelamkan tubuhku di kasur dan dipeluk oleh selimutku.

Hari ini adalah hari yang benar-benar tak terduga olehku, kita memang akan selalu tidak tahu apa yang akan terjadi di tiap detik mendatang tapi malam ini hanya air matalah yang akan mengantarkanku tenggelam ke mimpiku, ini bukanlah hal yang aku inginkan. Semuanya berubah.

"Julius aku ingin kau disini." Kata-kata itu mengantarku ke pulau kapuk di ujung dunia sana.

***

Suara kegaduhan yang ditangkap telingaku membangunkanku, hari ini Biyang mungkin tidak akan membangunkanku mungkin karena peristiwa kemarin. Aku menoleh ke jam dinding, yang menunjukkan pukul enam. Aku melihat keluar jendela untuk mencari tahu dari mana asalnya suara gaduh-gaduh itu. Ternyata penduduk desa sedang sibuk mengumpulkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan untuk acara penyambutan hari ini. Aku kembali merebahkan diriku di kasur.

Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang