Aku duduk tepat bersandar di dinding penjara dengan mata terpejam menahan rasa sakit yang sudah mulai membaik, hal yang sama juga dilakukan oleh Andre dan bapak Lo'u.
"Sebenarnya apa yang terjadi disini?" Tanya Andre pada bapak Lo'u yang beranjak untuk membaringkan tubuhnya di lantai yang kering.
"Mereka mencuri penduduk desa untuk dijadikan budak. Mereka ingin mengambil harta yang belum sempat mereka bawa."
"Tapi bagaimana bisa?"
"Menyusup, itu cara mereka kembali kemari. Segala macam penggelapan identitas, berkas dan yang lainnya. Cara-cara kotor tak mereka pungkiri. Dan mereka juga mulai meneror desa dengan tujuan para penduduk pergi dari kediaman atau rumah mereka masing-masing." Jelas bapak Lo'u.
"Berarti sebenarnya mereka adalah para kompeni Belanda yang sempat menjajah kita?" Tanyaku.
"Bukan. Bukan Belanda, tapi Portugis. Mereka punya koneksi disini, dan di desa ini."
"Apa?" Andre terkejut.
"Itu artinya ada penduduk yang berkomplot dengan mereka." Lanjut bapak Lo'u.
"Tapi siapa? Mungkinkah Julius? Aku tidak percaya jika ia melakukan pengkhianatan seperti ini." Dengusku dalam hati.
"Apa bapak tahu sudah berapa orang yang mereka culik?" Tanya Andre dengan sedikit menahan emosi mendengar penjelasan yang sebelumnya.
"Belum banyak, sekitar sepuluh sekarang termasuk dua diantaranya adalah anak-anak. Yang aku tidak habis pikir, mereka sungguh-sungguh sangat kejam. Mereka tak memperhatikan kawan atau lawan. Mungkin penduduk desa sudah menemukan jasad wanita portugis di hutan."
"Jadi mayat itu adalah salah satu dari mereka." Aku terbelalak.
"Hoh... sungguh berdarah dingin." Imbuhku.
Suasana hening menyelimuti sejenak, namun pikiran tiga orang ini sedang sibuk berpikir. Yang paling utama memikirkan cara untuk keluar, sebelum nasib kita berakhir seperti wanita itu karena mereka pasti tidak segan-segan untuk mengambil sikap melenyapkan kami bertiga, terutama aku dan Andre yang dianggap sebagai penyusup, oleh komplotan bejat itu. Setiap sudut pikiranku rasanya saling memberontak, aku menyatukan ibu jari dan jari telunjuk tangan kananku kemudian mengarahkan kepalaku ke arah tanganku dan dengan tepat menyentuh bagian tengah diantara alisku yang hitam. Pikirannku berkecamuk ria memikirkan cara untuk bisa keluar.
"Andre, dari awal kita sering bertemu dengan pintu yang dibuka dengan menekan tombo. Apakah mungkin di sekitar ruangan ini juga ada tombol?" Tanyaku sedikit mengira-ngira.
"Coba kita selidiki, aku berharap yang kau perkirakan itu benar."
"Iya setidaknya kita harus mencoba." Kata bapak Lo'u, ia kemudian berdiri dan mengikuti kami meraba-raba dinding penjara atau tepatnya dinding goa.
Beberapa waktu berlalu tapi kami tak menemukan apapun, dan rasa lelah kembali mendera. Peluhpun telah bercucuran dan nafas terasa tidak karuan.
"Mungkin perkiraanku salah." Kataku dengan wajah yang lesu.
'Tidak apa-apa Ria, jangan terlalu menyalahkan diri dan cemberut seperti itu." Tukas Andre.
"Kenapa? Kenapa harus seperti ini! Jujur aku merasa sangat kesal, mengapa kita harus berurusan dengan mereka." Aku merasa emosiku memuncak dan aku menghentak-hentakkan kakiku dengan keras.
Bbrraakk!! Kriiieeeetttt!! Tttaaakkk!!!
"Aaawww!" Tubuhku terjungkal ke belakang seperti orang yang tengah melakukan back roll.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuana Mahile You Are My Destiny [Completed]
Historical Fiction[Highest rank #11 in Historical Fiction] Transmigrasi, kata itu membuatku dan keluargaku meninggalkan istana ibu pertiwi kami yang indah. Menempuh hidup baru di negeri orang, tapi hidup baru yang kutempuh itu benar-benar mengubah hidupku saat aku pe...