2

508 39 0
                                    




"Berapa orang?"
"Tiga."
"Wah, hebat! Kau akan membalasnya?"

Haruka menutup lokernya lalu tertawa ke arah Aoi yang tengah menatapnya kagum. Yah, ia baru saja mengambil bukunya yang tertinggal di dalam loker—dan siapa sangka, ada dua tangkai bunga mawar di loker sepatunya—bersama sebuah surat berwarna biru.

"Baru tiga hari kau disini, penggemarmu sudah mulai banyak," kata Aoi geli saat mereka berjalan di koridor menuju kelas.

"Tidak, jangan bicara begitu," kata Haruka tersenyum menanggapi pernyataan temannya itu. Ternyata, Tokyo tidak seperti apa yang dipikirkannya. Orang-orang Tokyo sama ramahnya dengan Hokkaido. Syukurlah, ia mulai betah tinggal disini.

Aoi menepuk sebelah bahu Haruka, "Kau tahu aku benar. Ah ya, kau sudah memutuskan ingin masuk klub apa?"

Haruka bergumam tidak jelas. Ia mengangguk dengan penuh semangat, "Kurasa aku akan masuk klub memasak."

Aoi berseru cukup keras—membuat murid-murid di sekitar mereka memperhatikan. Gadis berambut hitam tersebut salah tingkah dan segera mengajak Haruka berjalan cepat menuju kelas.

"Reaksimu berlebihan, Aoi," kata Haruka menahan tawa.

Aoi menggaruk kepalanya lalu menghela napas. "Habisnya kukira kau akan masuk klub tenis. Kau tahu, kau harus masuk klub tenis."

"Tenis? Tidak mungkin—aku tidak terlalu mahir dalam bidang olahraga," kata Haruka tertawa.

"Oh ya? Tapi itu bukan masalah. Aku yakin Riyota senpai akan senang jika kau masuk klub tenis. Selain ketua OSIS—ia juga salah satu laki-laki yang diminati disini. Kau pasti menyukainya!" papar Aoi seraya menggerak-gerakkan tangannya.

Haruka hanya tertawa melihat cara Aoi menariknya masuk ke klub Tenis. Wajar saja, gadis itu tergila-gila dengan tenis. Aoi adalah salah satu pemain inti dari tim Tenis Seika Gakuen ini. Tidak heran melihat postur tubuhnya yang bagus. "Aku tidak mengerti apa hubungannya Riyota senpai dengan semua ini."

"Hanya bagian dari promosi, Haruka," kata Aoi sambil menggeser pintu kelasnya.

"Hei, kalian sudah kembali." seru Sasahari—salah satu teman sekelas mereka.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Aoi melangkah masuk menghampiri kerumunan kecil di depan kelas. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu.

Sedangkan Haruka hanya kembali ke tempat duduknya. Matanya mencari-cari sosok laki-laki yang ia timpa waktu itu. Entahlah, sudah tiga hari ia berada di sini—sampai detik ini pun ia belum berbicara dengan si laki-laki. Walaupun memang ia sudah tahu namanya. Kimura. Ia sering mendengar para sensei memanggil nama itu dan si laki-laki yang menyahut.

"Hei, sedang memikirkan apa?"

Haruka terlompat sedikit ketika tiba-tiba sesosok laki-laki muncul duduk di kursi di depannya. "Ah, Nakamura-san...kau mengejutkanku."

Laki-laki yang bernama Nakamura Wataru itu hanya terkekeh. Ia menatap Haruka dengan pandangan aneh—pandangan yang membuat Haruka sedikit tidak nyaman. "Mengapa diam saja?"

"Ti—tidak apa-apa," kata Haruka gagap. Sejak dulu, ia memang tidak bisa terlalu dekat dengan laki-laki. Kecuali jika ia memang sudah terbiasa bermain dengan laki-laki tersebut.

"Kau sakit?" tanya Wataru lalu mengangkat tangannya ke dahi Haruka.

Haruka terdiam karena gerakan  yang terlalu cepat—wajahnya memerah. Tidak. Posisi Wataru terlalu dekat dengannya. Ia bermaksud untuk mengatakan sesuatu, tapi...

"Hei, jangan menggodanya di dalam kelas."

Sebuah tangan mendorong Wataru pelan agar menjauh darinya. Haruka terkejut dengan gerakan tiba-tiba tersebut. Lagi-lagi, seorang laki-laki. Pikirannya mulai berlari-lari memikirkan siapa laki-laki tersebut.

Reminiscent [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang