11

298 20 2
                                    

Jika dipikir-pikir, klub memasak sedang berkumpul sekarang. Sudah pasti si Hinase Kurara itu tidak akan berada di kelasnya. Ah, Sora kau ini mulai bodoh atau apa?

Sora berbelok mengganti rutenya. Tadinya ia bermaksud untuk pergi ke kelas 2-5, tapi untungnya sebagian otaknya yang masih waras itu mengingatkannya. Jadi ia tidak perlu membuang tenaga untuk hal yang bisa dikatakan, sia-sia.

Seperti biasa, ia tidak peduli dengan apa yang orang lain lakukan. Telinganya sudah kebal dengan suara-suara menyenangkan dari murid SMA merah muda yang sedang giat-giatnya menggeluti klub yang mereka ikuti. Sebenarnya saat ini suasana Seika Gakuen seperti kota sibuk.

Tidak seperti biasanya di mana semua murid duduk dengan tenang di bangkunya masing-masing.

Ah, Sora merindukan saat-saat tenangnya. Saat itu tidak ada suara berisik dari makhluk-makhluk merah muda, juga tidak ada monster kecil itu.

Ia mengernyit melihat anak-anak dari klub drama yang tampaknya sedang meributkan sesuatu. Setiap orang dari mereka mengenakan kostum yang aneh. Sepertinya mereka akan menampilkan sebuah drama berlatar kerajaan seribu tahun lalu.

Merepotkan. Terkadang ia bingung mengapa orang-orang mau merelakan waktu berharga mereka untuk melakukan hal-hal yang melelahkan. Padahal, semakin sedikit hal yang kau lakukan, maka tingkat kelelahan pun akan berbanding lurus. Iya, 'kan?

Syukurlah, ternyata dari sekian banyak murid di Seika Gakuen ini, ia termasuk orang yang normal dan realistis.

Sora menghentikan langkahnya sejenak. Hidungnya menangkap aroma yang membuat perutnya bergetar.

Akhirnya ia menemukannya.

Ia menoleh ke arah kanan—kelas memasak. Sudah pasti kumpulan koki amatir itu berkumpul disini, bukan?

Dilihatnya pintu yang setengah terbuka. Ia mengintip sedikit dan...matanya langsung menayangkan sesosok gadis dengan rambut hitam panjangnya sedang membawa beberapa bungkus tepung ke mejanya.

Sora menghela napas panjang. Ia bermaksud untuk mengetuk pintu jika si gadis yang pertama kali ia lihat itu tidak menangkap tatapannya.

Oh tidak, Haruka berjalan ke arahnya.

Sebelum Sora sempat kabur, gadis yang mengganggu hidupnya itu sudah membuka pintu mendahului gerakannya.

Ya ampun. Mata itu. Tatapan itu...

"Sora! Apa yang kau lakukan disini?" sapa Haruka dengan nada khasnya. Ramah dan terlalu ramah.

Mendengar suara Haruka membuat energi Sora terserap. Ia sudah menundukkan kepala seperti robot yang dimatikan. Batinnya terus berperang apa ini akan jadi keberuntungannya atau malah sebaliknya.

"Aku ada perlu." Akhirnya Sora hanya bisa bilang begitu. Ia menyadari tatapan-tatapan murid perempuan dari klub memasak yang tampak gusar. Hah, syukurlah mereka normal. Tidak seperti gadis yang berada di depannya ini. Dari semuanya hanya dia yang tersenyum manis pada Sora. Tidak heran ia merasa energinya langsung terserap.

Haruka memandangnya dengan tatapan berkilat dan penuh harap. Apa-apaan? Apa yang dipikirkan gadis ini?

"Perlu? Wah, jarang sekali kau perlu sesuatu," kata gadis bodoh di depannya itu dengan polosnya. Sora tidak tahu harus memasang ekpresi apa, Haruka terlalu polos...atau bodoh? Entahlah, yang jelas kini ia tahu apa kelemahannya sekarang.

Sambil melirik ke dalam kelas memasak, ia menanggapi ucapan Haruka. Seperti biasa. Dengan nada dingin dan tidak peduli. Ia sengaja mengeraskan suaranya agar dapat langsung mengenali mangsanya. "Apa ada Hinase Kurara disini?"

Reminiscent [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang