8

244 22 1
                                    

"Maaf, aku merepotkanmu lagi," kata Haruka menunggu Sora mengeluarkan sepedanya.

Sora menggerakkan sepedanya keluar dari tempat penyimpanan sepeda. Ia tidak habis pikir mengapa ia mau mengantar Haruka pulang. Mengapa ia bisa menjadi lemah hanya karena gadis itu? Gadis lugu yang sepertinya tidak mengindahkan setiap perkataannya.

Tangannya sibuk mendorong dan menarik. Sampai akhirnya ia bisa menaiki sepeda miliknya tersebut. Ia meletakkan tasnya di keranjang di depan sepedanya lalu menoleh ke arah gadis merepotkan yang sedang mematung memandangnya. "Naiklah."

Haruka terlihat ragu. Kenapa?

"Nakajima-san, kau mau pulang atau tidak?" katanya lagi setengah membentak. Ia tidak boleh bersikap lembut lagi. Ia tidak boleh...

"Sora, apa kau marah?" tanya Haruka. Dari suaranya gadis itu terdengar...sedih. Apa sikapnya keterlaluan?

Jantung Sora berdetak cepat. Ia berusaha untuk tidak turun dari sepeda dan membujuk gadis itu. Tahan dirimu, Sora. "Bukankah kau sedang tidak enak badan? Lebih baik kau naik sekarang."

Sora tidak ingin membentak Haruka lagi. Ia hanya bisa berharap gadis itu menurut lalu segera naik ke atas sepedanya. Dan, syukurlah...akhirnya Haruka sudah duduk menyamping di bangku belakang.

Ia mulai mengayuh sepedanya pelan. Beberapa murid Seika Gakuen menoleh ke arahnya dengan pandangan kaget bercampur penasaran. Sora tidak peduli apa yang mereka pikirkan tentangnya akhir-akhir ini.

Tempo hari, Kimura Sora—laki-laki terdingin di Seika Gakuen menggendong Nakajima Haruka yang ternyata adalah teman masa kecilnya. Kini, Kimura Sora kembali pulang bersama Nakajima Haruka. Kimura Sora yang tidak bisa dekat dengan gadis manapun membonceng Nakajima Haruka di sepedanya. Yah, kira-kira seperti itu.

Jalanan memang tidak pernah sepi. Tokyo adalah kota hidup. Ini sudah kedua kalinya ia menyaksikan sore yang sama dengan Haruka. Dan, lagi-lagi...sore ini terasa berbeda. Hanya karena Haruka bersamanya.

Suara lirih dan lembut mulai menghiasi telinga Sora. "Sora, maaf. Aku tidak bermaksud untuk merepotkanmu lagi."

Sora hanya bisa diam mendengar ucapan Haruka. Ia tidak ingat sejak kapan Haruka bisa bersikap seperti gadis manis.

"Sebenarnya aku baik-baik saja," kata Haruka muram. "Tadi Aoi yang tiba-tiba memintaku untuk pulang denganmu. Kukira kau akan menolak, tapi..."

"Kau tidak sakit?" kata Sora menghentikan sepedanya tiba-tiba. "Jadi, Watanabe-san yang—?"

"Kau bisa turunkan aku disini. Maaf," kata Haruka dengan nada bersalah.

Sora menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dasar, Aoi. Kau gila. Ia menyadari Haruka yang sudah turun dari sepedanya. Tampaknya gadis itu serius. Serius merasa bersalah, maksudnya.

"Terima kasih, hati-hati di jalan," kata Haruka sambil membungkukkan badannya.

Sora terdiam melihat Haruka. Gadis itu sudah menegakkan kembali tubuhnya bersiap untuk berjalan sendiri. Ia tidak tahu apa yang harusnya ia lakukan sekarang. Mengejar atau diam? Mengejar atau diam? Mengejar atau—ah, ia tidak peduli.

Ia mengayuh sepedanya menyusul Haruka yang sedang mencoba untuk menyebrang jalan. "Apa yang kau lakukan? Cepat naik."

"Eh? Tapi Sora—"

"Naik saja, aku sudah berjanji pada yang lain untuk mengantarmu pulang," kata Sora berlagak tidak peduli. Yah, ia yakin kini dirinya tampak bodoh.

Sora menoleh ke arah Haruka yang masih saja diam dengan tampang lugunya. "Kau ini bodoh atau bagaimana? Sudah kubilang, cepat naik!"

Reminiscent [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang