9

233 16 0
                                    

"Aah, kegiatan klub hari ini menyenangkan!"

"Haruka-san, bagaimana kau bisa membuat sensei terpukau tadi?"

Kedua alis Haruka terangkat menoleh Nagi yang tengah memandangnya lekat-lekat. "Ah? Aku tidak melakukan apa-apa. Pasti tadi hanya kebetulan."

"Tapi tidak kusangka kau berhasil membuat cemilan serumit itu," kata Hiragi Mine seraya menghela napas panjang. "Kau jauh dibanding apa yang kupikirkan."

Haruka mengerutkan keningnya. Ia sedang menebak-nebak apa yang dipikirkan kakak kelasnya itu sampai-sampai ada perasaan tidak enak seperti ini. "Apa maksudnya, senpai?"

"Iie. Tidak apa-apa, kau memang berbakat." Haruka menangkap senyum samar dari wajah Mine. Kemudian ia mengartikan senyuman itu sebagai teka-teki untuknya. Apa yang dipikirkan Mine tentangnya?

Tiba-tiba saja Nagi berseru cukup keras—yah, karena suara Nagi yang memang tidak dikategorikan sebagai suara lembut, teriakannya cukup memekakkan telinga. "Haruka-san, tasmu kotor!"

"Eh?" Haruka segera mengarahkan pandangannya ke tas yang berada di gendongan bahu kirinya. Yah, benar saja—ia tidak sadar bahwa ada bagian tasnya yang dipenuhi...sebentar, lumpur? Memangnya ada lumpur di sekolah ini?

Ia melepaskan tasnya lalu meletakkan benda itu di atas aspal. Ya ampun, mengapa ia bisa sebodoh ini?

Nagi ikut berjongkok seraya mengangkat lengan sebelah kiri Haruka. "Sayang sekali, seragammu..."

"Kau tidak apa-apa, Nakajima-san?" tanya Mine membungkukkan badannya memperhatikan Haruka yang kini sedang sibuk membuka tasnya.

Haruka mengangguk, ia mendecakkan lidah begitu melihat isi tasnya yang ternyata sudah diselimuti lumpur. "Sepertinya ada yang membenciku."

Kedua mata Nagi membulat karena terkejut melihat keadaan isi tas Haruka. "Kau meninggalkan tasmu saat klub, ya? Pasti seseorang memasukkan lumpur ke dalamnya saat kau tidak ada."

Haruka menarik napas lalu mengembuskannya berulang kali, sampai akhirnya ia tersadar dan berusaha untuk menyelamatkan isi tasnya. Buku tulis, buku catatan, tempat pensil, kotak bento, dan...ah, tidak.

"Kenapa?" tanya Mine yang terlihat penasaran melihat Haruka sedang memegang sesuatu di tangannya.

"Hiragi senpai, Nagi-san...lebih baik kalian pulang duluan. Aku akan membersihkan tas dan mengambil jaket di loker untuk mengganti seragamku yang kotor," kata Haruka menengadahkan wajahnya menatap kedua teman seklubnya itu. Tidak lupa ia juga menyunggingkan seulas senyum, "Aku tidak apa-apa, tenang saja."

"Haruka-san..." Nagi memandang  Haruka iba. "Aku bisa mengantarmu ke dalam."

"Tidak usah, ini sudah sore," kata Haruka seraya mengambil isi tasnya yang tadi ia keluarkan sebelum akhirnya berdiri. "Sampai besok, Nagi-san, senpai."

Mine memasang ekspresi tidak enak sebelum akhirnya ia dan Nagi berpamitan untuk pulang duluan—meninggalkan Haruka yang sekarang tampak kacau.

Gadis dengan rambut lurus sepinggang itu menatap barang-barang kotornya yang ia pegang sambil merenung. Tega sekali ada yang berbuat seperti ini padanya. Kira-kira...kenapa?

Yah, sudahlah. Sebaiknya ia tidak memikirkan hal itu sekarang. Yang jelas kini ia harus ke toilet untuk mencuci tas dan seragamnya.

Ia bermaksud untuk melangkahkan kakinya menuju toilet wanita, namun suatu pikiran terbesit dan membuatnya mengurungkan niatnya ke sana.

Tidak, ini sudah sore. Bagaimana jika di toilet ada sesuatu?

Haruka menyesali pikiran anehnya. Ah, keliaran imajinasinya memang suatu kebanggaan. Tapi...tidak untuk hal seperti ini. Terkadang ia suka mengutuk dirinya sendiri karena telah memikirkan hal diluar nalar.

Reminiscent [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang