14

201 18 3
                                    

"Sudah kubilang kau pasti bisa melakukannya."

Kedua sudut bibir Haruka terangkat. Ia menatap Aoi yang berada di sebelahnya dengan pandangan senang.

Kini dirinya, Aoi, Takumi, dan Sora sedang duduk di salah satu kafe yang dibuka di festival budaya Tokyo yang sedang diselenggarakan sekarang. Maid Cafe—kafe ini sudah membuat semuanya senang. Pelayan ramah, dekorasi yang rapi juga mengagumkan, dan seragam yang dipakai para pelayan menambah kenyamanan di kafe tersebut.

Ditambah dengan otaknya yang terus memaksanya menayangkan kejadian dua jam lalu—ketika akhirnya ia dinobatkan menjadi pemenang lomba masak bidang makanan utama. Ia tidak pernah menyangka akan memenangkan lomba tersebut—habis, sejak awal Haruka memang tidak ahli di bidang makanan utama.

Dan sekarang...ia tidak bisa berhenti tersenyum.

Puk.

Haruka menyadari Sora yang duduk di depannya sudah memukul kepalanya dengan  kumpulan brosur di tangan. Mungkin brosur-brosur tersebut laki-laki itu dapatkan sepanjang perjalanannya kemari.

Ia mendengus lalu mulai mengomel, "Mengapa kau memukulku?"

"Kau menyeramkan. Jangan tersenyum terlalu lebar," kata Sora dingin sambil meletakkan 'senjata'nya di atas meja.

Haruka mengusap kepalanya. Memang tidak sakit. Namun ia rasa berlakon sedikit diperlukan disini. Sora memang gila. Bisa-bisanya masih berusaha membuat suasana hatinya kacau di hari sebahagia ini. Tidak! Tidak, ia tidak boleh terbawa dengan suasana suram yang diciptakan pangeran es kering tersebut.

"Bersyukurlah karena aku sedang senang hari ini," kata Haruka mencoba tersenyum pada Sora, walaupun ia tahu senyumannya pasti akan terlihat sangat aneh.

"Sudah sudah." ucap Takumi sambil tertawa mencoba melerai kedua temannya. Mungkin Takumi sadar dengan tingkat tensi Haruka yang sudah mulai mendidih. "Nakajima-san, kau sudah memberi tahu kedua orangtuamu? Pasti mereka akan senang sekali."

Fokus Haruka langsung teralihkan kepada Takumi yang tengah tersenyum lebar padanya. Hah, sungguh. Untung ada Takumi, jadi ia tidak perlu meledak disini hanya karena manusia dingin di depannya.

Ia mengangguk lalu tersenyum lebar—lagi. "Aku sudah menelepon mereka dua jam lalu. Katanya mereka akan kemari setelah menutup toko. Tapi entah mengapa sampai sekarang mereka belum sampai."

"Mungkin terjebak macet, kau tahu disaat seperti ini Tokyo pasti penuh," kata Aoi sambil memainkan piala berbentuk sendok yang diperoleh Haruka.

Haruka memanyunkan bibirnya sebentar, sebelum ia tersenyum dan mengangguk. "Mungkin. Yah, semoga saja mereka cepat sampai," katanya sedikit tidak nyaman. Ia menatap Sora dan teringat hal yang penting. "Ah, kalian...akhirnya aku bisa membuat roti yang hampir mirip dengan buatan toko!"

"Benarkah?" tanya Aoi ikut merasakan sorakan Haruka sehingga ia juga bicara dengan nada penuh minat.

Haruka tersenyum dan mengangguk. Ia menempelkan jari kanannya dengan jari-jari di tangan kirinya. Sambil mengingat-ingat kejadian tadi pagi, ia berkata. "Tadi pagi aku sempat membuat roti, yah aku bangun pukul setengah 4 dan tidak bisa tidur. Jadi aku berjalan ke pabrik dan membuat adonan. Entah mengapa rasanya aku ingin sekali membuat roti dan memberikannya pada ayah ibu," katanya penuh semangat. Jeda sebentar untuk menarik napas, ia melanjutkan. "Sekitar pukul 6—ayah dan ibu bersama murid-muridnya terkejut ketika mendapatiku di ruang kerja mereka. Kebetulan aku sudah selesai memanggang roti, lalu aku memberikan dua potong roti hasil pangganganku kepada mereka—dan tebak, ini pertama kalinya mereka tersenyum begitu lebar dan berkata bahwa itu adalah roti yang sempurna."

Reminiscent [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang