PART 3
Tuk tuk tuk
Suasana perpustakaan begitu sepi membuat perpustakaan berkesan seperti surga buku bagi Raysalma. Raysalma sangat nyaman ketika suasana sepi karena mendukungnya untuk membaca. Seperti sekarang ini, Raysalma tengah membaca buku berjudul "Sejarah para Pembesar mengurus Batavia" karya Mona Lohanda, mendalami lembaran demi lembaran buku yang tengah dibacanya. Namun kali ini , Raysalma merasa tidak tenang. Beban pikiran rasanya ingin ia tumpahkan sekarang juga. Raysa mengetuk ngetuk pulpennya ke meja sembari membaca bukunya. Tak ada rasa nyaman dalam suasana membacanya , terlebih ketika mendengar bunyi benda yang jatuh.Dukk
"Aduh sakit!" pekik laki-laki tersebut membuat Raysalma mendongak dan mengernyitkan dahi, "Rega?" gumam Raysa
"Ck ! Biasa aja kali, Ray. Lo ngeliat gue udah kayak ngeliat Manurios aja." celetuk Rega sembari berjalan untuk duduk di kursi samping Raysa. Raysa mendengus sembari memutar bola matanya, "Gue sering dengar, tuh, nama Manurios. Tapi, gue nggak tau orangnya yang mana."
Rega terbahak, "Gue jadi ingat waktu lo diledekin habis-habisan sama Deon gara-gara nggak tau siapa itu Mia Khalifa," kata Rega, "Manurios mirip gue, kok, Ray."
"Pedenya setinggi pegunungan Everest, deh, lo," kata Raysalma sambil terkekeh, "Eh, iya, Raline mana?"
"Raline lagi malak Deon di kantin. Maklum, penyakit malak nya udah kronis, Ray. "
Rega kemudian terbahak, "Lagian, lo nyari Raline di sini. Dia nggak akan kesini, Ray, kalo nggak mendesak. Kalo mau nyari Raline itu di Kantin, Coffe Shop depan sekolah, Koperasi, Pinggir lapangan tempat anak cheers ngumpul. Intinya, kalo lo nyari di rawa-rawa atau hutan mah nggak akan ketemu."
Raysalma terkekeh sambil mengemasi dua buku yang dia bawa, "Ya udah, gue duluan ya."
"Nggak mau ngajarin gue biologi dulu, Ray?" Rega mengerlingkan matanya yang dijawab dengan gelengan.
Raysa berjalan menyusuri koridor. Sebenarnya , Raysa ingin berkeliling ke gedung selatan dimana kelas 10,11, dan 12 jurusan IPS belajar-lebih tepatnya Raysalma ingin mengunjungi perpustakaan anak IPS dan berteman dengan anak IPS, namun Raysalma tidak menemukan satupun peta tersedia di sekolah ini. Sekolah ini terbilang luas dan Raysalma seringkali kebingungan saat berjalan di koridor karena cabang koridornya banyak.
Sayup-sayup, ketika Raysalma melewati beberapa gerombol perempuan di sepanjang koridor kelas 12, Raysalma mendengar nama Raca yang disebut berulang kali.
"Nggak usah tinggi-tinggi menghayal punya cowok seganteng Mario Maurer, ngedapetin Raca si anak baru itu aja belum tentu bisa lo."
"Asli, sih, dia kayaknya menelan buku rumus, deh. Masa disuruh maju ke depan, jawab soal identitas yang beranak lima, jawabnya nggak sampe 2 menit dong!"
"Pindahan dari jogja, sih, katanya. Tapi, benar-benar ganteng!"
"Ngaca, buk. Lo demen sama Raca, tapi kalo saingan lo secantik Ellen, apa daya?"
"Alhamdulillah, akhirnya ada opsi cowok ganteng lain selain Revan."
Raysalma mengernyitkan dahinya dengan bingung karena berita keberadaan Raca melesat sangat cepat diantara anak-anak satu sekolah. Dia berhenti berjalan dan bersandar untuk menilik akun instagram Raca dari ponselnya, kemudian membelalakkan matanya ketika followers Raca menjadi 6.133 orang
"Hah? Cepat banget naiknya." Gumam Raysalma yang kemudian disaut oleh suara melengking Diandra dari arah belakang
"Wah, apanya tuh yang cepat? Ketenaran lo yang melejit karena dirangkul Revan kemarin? Atau karena dibonceng Raca?"
Raysalma berbalik sambil menghembuskan nafasnya dengan jengah, seketika, beberapa gerombol perempuan mengerubungi Raysalma dan Diandra sambil berbisik sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
To: Revan [TELAH TERBIT]
Teen Fiction[BOOK 1] Mungkin tidak mudah menjadi Gadis yang terlalu Genius. Oke, menjadi Genius memang 'Menyenangkan', tapi gimana kalau Kejeniusanku malah membuat Revan merasa tersaingi dan benci? Aku--yg nguasain isi buku tebal ttg psikologi manusia--tidak da...