Raysalma memandang ribuan bulir air hujan yang jatuh dengan bebas mengguyur tanah Ibukota pagi ini. Tatapannya terlihat menerawang menatap bulir air hujan yang menghalangi jendela mobilnya.Tubuhnya bergetar dengan berbalut seragam putih lengan panjang dan rok abu abu pendek
. Lamunan Raysalma buyar ketika Raca-yang duduk di kursi kemudi-menyodorkan Ponsel kearahnya.
"Coba lo free call Mang Ujang. Tanya ke dia, gimana perkembangan pencarian Cikal." Kata Raca sembari menyodorkan Ponselnya kepada Raysalma.
Raysalma mengangguk sambil menerima Ponsel itu. Jari jarinya mulai mengetik sesuatu kemudian menempelkan Ponsel tersebut pada Telinganya.
Tuut tuut tuut
"Nggak diangkat, bang. " kata Raysalma sambil mendesah pelan dan menyodorkan Ponsel tersebut kepada Raca, "Astaghfirullah bang, Cikal kemana? " Keluh Raysa sembari memijit dahinya menahan pusing di kepala. Tatapannya kembali beralih ke jendela mobil, menatap setiap rintik hujan yang menggambarkan suatu kenyataan pahit dalam diri Raysalma.
Bayangan Cikal seolah tergambar jelas dalam benaknya. Cikal yang sangat menyukai Hujan, sekalipun Hujan dapat membuatnya demam. Cikal yang sangat menyukai kaktus, sekalipun kaktus dapat membuatnya terluka. Cikal yang sangat menyayangi teman temannya, walaupun teman temannya seperti pecahan kaca yang hanya membuat Cikal terluka jika menggenggamnya. Raysalma hanya ingin Cikal kembali
" Bang. " panggil Raysa dengan parau.
" Hmm? " Gumam Raca sembari fokus menyetir." Cikal lagi ngapain ya sekarang?" Terselip nada khawatir ketika Raysa mengatakan hal tersebut.
" Biasanya kalau jam segini, dia udah mulai home schooling sama Bu Nana, kan, Ray?"
Raysa memejamkan matanya sembari menghela nafasnya pelan, "Cikal udah makan belum ya, bang? " gumam Raysa sembari melihat keluar jendela.
Lamunan Raysa membuyar begitu merasakan getaran pada ponsel yang berada di saku roknya. Raysa merogoh saku roknya dengan gusar, kemudian mengeluarkan ponselnya. Matanya membulat penuh begitu membaca pesan yang terpampang jelas pada layar ponselnya.
Mang Ujang :
Alhamdulillah, saya dapat info dari teman saya yang jadi satpam di rumah sakit Citra. Kemarin malam Katanya, dia sempat ngeliat anak kecil pakai baju Coklat dan celana Jeans. Anak itu masuk ke panti asuhan khusus buat anak penyandang disabilitas. Tempatnya ada di depan rumah sakit Citra. Ciri cirinya sama persis dengan Cikal, mbak Raysa.Seulas senyum lebar tergambar jelas dalam bibirnya. Jari lentiknya bergerak mengetik balasan kepada Mang Ujang.
Raca yang sedang menyetir mengernyitkan dahi menatap Raysa dan Jalanan secara bergantian,"Kenapa tiba-tiba senyum? Ada kabar baik?"
Raysalma mengangguk sumringah sambil membacakan Raca pesan yang dikirim oleh Mang Ujang dan Raca menjadi girang sendiri.
"Jadi nggak sabar mau ke panti asuhan sana," Kata Raysalma berbunga-bunga.
Raca terkekeh, "Nggak sabar, sih, boleh, tapi harus tetep fokus ke pelajaran."
Kata orang, keluarga mereka berbeda. Ketika anak-anak seusianya asik bermain di taman komplek, mereka asik menggelar tikar di pekarangan rumah dan membaca dongeng-dongeng inggris klasik. Ketika orangtua lainnya menginginkan anaknya menjadi dokter, polisi, tentara, dan pekerjaan keren penuh jasa lainnya, orangtua mereka menginginkan mereka untuk tetap fokus belajar dan jadi anak baik.
Makanya, Raysalma dan Raca agak kebingungan kalau ditanya ingin menjadi apa ketika besar, karena mereka terlalu sering belajar. Cikal sendiri ingin dapat berbicara, tapi walaupun dia tidak akan dapat berbicara, dia ingin tetap jadi orang baik. Gaya didik yang dilakukan orangtua Raysalma sukses membuat ketiga anaknya gila belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
To: Revan [TELAH TERBIT]
Teen Fiction[BOOK 1] Mungkin tidak mudah menjadi Gadis yang terlalu Genius. Oke, menjadi Genius memang 'Menyenangkan', tapi gimana kalau Kejeniusanku malah membuat Revan merasa tersaingi dan benci? Aku--yg nguasain isi buku tebal ttg psikologi manusia--tidak da...