17 - Terpahit Dari Yang Pernah Ada

649 60 33
                                    

Saat tidak hadirnya Guru mungkin adalah surga dunia tak tertandingi bagi anak SMA. Terlebih, ketika Riko-ketua kelas-mengumumkan bahwa Bu Suprapti berhalangan hadir karena disibukkan oleh tugasnya sebagai Wakepsek. Sontak saja koor membahana keluar dari bibir mereka.

"Woho! Free class! Berkah barokah!" Rega berteriak girang sambil berdansa dengan sapu dan berdiri diatas meja dengan tidak malunya, seolah sapu itu adalah pinggang lawan dansanya. Lima menit setelahnya, kelas seakan berubah menjadi wahana permainan.

Revan dan teman temannya asyik berkumpul di tengah kelas dengan potongan kertas bekas di tengah-tengah mereka, "Awas! Giliran Gue." kata Revan sambil menarik kerah bajunya dengan penuh gaya, "Sini mendekat. Biar sampahnya nggak kemana mana. " Protes Revan.

Seketika, Rega dan Deon memajukan kepalanya. Deon berdecak kesal sementara Rega menatap Revan sinis. "Banyak mau lo. Buruan!" Gerutu Deon.

Revan menarik nafasnya dalam, Lalu membuangnya dengan skala besar. "HAHHHHHHH!" Revan menguap lebar yang membuat kertas di hadapannya berhamburan kemana-mana. Segera saja Deon dan Rega terbatuk begitu menghirup hawa mulut Revan. " Uhuk! Uhuk! Revan bego! Bau banget, Van, ya Allah." Teriak Rega sambil terbatuk.

Deon terlihat mengap-mengap sendiri, seperti ikan pesut yang sulit bernafas karena dilempar ke daratan, "Lo abis makan kadal?!" Teriak Deon frustasi. Sementara Revan tertawa ngakak sambil memegang perutnya, seakan menikmati penderitaan temannya. Disaat Revan tengah tertawa ngakak sembari menganga lebar, Raline justru seenak jidatnya memasukan segumpal kertas kedalam mulut Revan.

" Mamam tuh! Tukang nyampah, dikira nggak capek nyapu kelas segede ini! " Raline memasukkan gumpalan kertas kedalam mulut Revan dengan gemas.

Dari awal masuk SMA, Revan dan teman-temannya memang ajaib. Candaan mereka benar-benar anti mainstream dan kalau sudah bercanda seolah-olah memiliki dunia sendiri. Rega dan Deon terbahak melihat Revan yang berusaha mengeluarkan gumpalan kertas dari mulutnya.

-To Revan-

"Ini kelengkapan surat dan formulirnya sudah saya isi, bu." Kata Raysa sambil tersenyum sopan dan menyerahkan sebuah amplop coklat besar kepada Guru yang duduk dihadapannya.

Bu Sabdo membenarkan letak kacamatanya, kemudian menerima berkas tersebut dan tersenyum ramah. " Makasih ya Raysa atas partisipasi kamu di OSN fisika ini. Oh iya, terus gimana persiapan kamu? Udah H-14 lho ini. " Ujar Bu Sabdo dengan Logat Jawa nya.

Raysa tersenyum tipis, "Saya cuma tinggal perbanyak latihan soal, Bu. " Jawab Raysa.

"Pertahankan ya, Raysa. Kamu udah Lolos di tingkat Provinsi, nilai kamu sempurna. Coba dipertahankan nilai sempurna itu, ya. "

Raysa tersenyum sopan hingga matanya semakin terlihat sipit dan segera izin keluar Ruang Guru.

"Raysa!" Teriak Raline begitu melihat Raysalma keluar dari Ruang Guru, "Ke UKS, yuk! Cari obat buat lo. Lo terlalu kepikiran sama Cikal, jadinya sakit mulu."

Raysalma tersenyum tipis, "Nggak usah, Lin. Gue nggak apa-apa."

"Lo pucat, Raysa, nggak apa-apa gimana, sih?" kata Raline

terperangah, "Eh iya, by the way, kemarin Revan gelud lagi sama kak Gino. Hampir ditusuk pake pisau, lho, Ray, sama kak Jawa."
Raysalma membulatkan matanya, "Serius?" kata Raysalma, "Parah, nggak sih, Lin? Kemarin gue ketemu Revan tapi dia kayak baik-baik aja."

Raline menatap Raysalma dengan menyelidik, "Lo ketemu Revan? Pas sore-sore, ya?" kata Raline, "Pantesan, kemarin kan gue dan Rega nganterin Revan pulang, trus habis mandi Revan malah pergi bawa mobil. Ternyata ketemu lo."

To: Revan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang