11 - Bertanya Tanya

840 78 49
                                    

Revan tidak kuasa menahan senyum geli mengingat insiden kemarin saat dia dan Raysalma main basket. Mengingat celotehan kesal Raysalma untuk dirinya, tawa Raysalma yang pecah, dan ekspresi Raysalma yang takut ketika Revan marah adalah hiburan yang sangat berharga bagi Revan.

Mungkin Revan memang terkesan aneh, namun beginilah Revan. Revan selalu memiliki lebih dari seribu satu cara untuk membuat Raysa takut, kesal, marah, sakit hati, dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Revan. Revan selalu memiliki lebih dari seribu satu cara untuk menarik Raysa, walaupun Revan sendiri belum mengetahui apakah ia benar benar menyukai Raysalma atau tidak.

Revan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tanpa sengaja, mata Revan menangkap seorang Raysalma yang tengah berlari kecil kearahnya di sepanjang koridor. Raysalma sampai di tempat Revan duduk dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya tampak merah, rambut hitam bergelombangnya yang terurai bebas menambah kesan cantik dan menggemaskan dalam dirinya.

"Telat 10 menit Raysa." kata Revan dengan ekspresi datar, Tau gitu gue makan dulu di katin, daripada nungguin lo yang ngaret."

"I-iyaa gue tahu van."

"Perasaan tadi yang keluar kelas duluan itu lo, kenapa malah jadi lo yang telat sih?"

Raysa tidak menjawabnya, Raysa hanya duduk di samping Revan, kemudian ia bergerak membuka Binder berwarna merah jambu yang sedaritadi dibawanya, "Van, wawancaranya kita mulai sekarang aja ya. " Pinta Raysa sembari sibuk menuliskan sesuatu dalam bindernya.
Revan semakin bingung dibuatnya. Aura tidak enak semakin menyeruak dalam hatinya. Revan mengernyit tajam, menamat namati setiap pahatan wajah Raysa yang terbilang Indah. Hidung mancung serta dagu yang terlihat runcing menambah kesan menggemaskan dalam diri Raysa.

"Kenapa lo pucat gitu?" Tanya Revan acuh dan berusaha sekuat tenaga untuk terlihat acuh kepada Raysa.

Raysa mengggeleng lesu, "Nggak apa-apa, kayakknya gue baik-baik aja."

"Baik gimana?" kata Revan tidak habis pikir, "Muka lo pucat gitu."

Raysa mulai merasakan pening di kepala nya, " V-van, kita mulai sekarang aja ya wawancara nya. "

Revan mengangguk setuju, kemudian Raysalma mulai membuka daftar pertanyaan yang ada dalam binder. Namun, sebelum Raysalma membacakan pertanyaan-pertanyaannya, tubuh Raysalma sudah tumbang ke bahu Revan. Revan membelalakkan matanya dengan panik, kemudian merangkul tubuh Raysalma dan menepuk-tepuk pipi agar Raysalma sadar.

"Ray," panggil Revan sambil menepuk pipi Raysalma, "Ray, bangun, Ray."


- To Revan -

Raysalma membuka mata perlahan dan tatapannya langsung tertuju pada langit langit UKS. Setelah Raysalma benar-benar sadar bahwa dia ada di UKS, Raysa tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Revan setelah dirinya sadar. Mungkin saja Revan marah dan dongkol karena Raysa telah merepotkannya.

Atau mungkin saja Revan akan tertawa terbahak bahak atas kejadian yang menimpa Raysa. Memang, Raysa cukup berlebihan untuk memikirkan bagaimana reaksi Revan. Tapi begitulah Raysa. Raysa sangat mengenali Revan dengan segala baik dan buruknya sifat Revan.

Ceklekk

Bunyi deritan pintu UKS yang terbuka mengalihkan pandangan Raysa. Raysa menoleh dan mendapati Revan tengah membuka pintu ruang UKS sembari membawa tas ransel Export berwarna Biru langit di punggungnya. Laki laki tersebut menutup pintu UKS dan berbalik badan. Mata hitam tajamnya langsung bertabrakan dengan mata Raysa.

To: Revan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang