6(a) - Pagelaran (1)

1.1K 107 94
                                    

Setelah melalui perjalanan selama 2 minggu untuk mempersiapkan penampilan kelas, malam ini adalah saatnya seluruh siswa dari semua kelas di SMA Bhinneka menunjukkan kebolehan mereka dalam berkreasi di Pagelaran Seni 2017. Mengambil tema yang diadaptasi dari film Denias pada tahun 2006, kelas X IPA 1 menyusun seni teater, tari, dan musik dalam satu unsur yang harmoni dan saling melengkapi.

Film Denias adalah salah satu film mahakarya anak Indonesia terbaik yang pernah Raysalma tonton tahun lalu, dan ketika Raysalma mengusulkan untuk mengambil tema keseharian warga di kampung halaman Denias di Papua, semua setuju.

Raysalma membolak-balik lembar dialog dan koreografi tarian secara utuh, Raline pun sama-dia berpekentingan sebagai ketua pagelaran tahun ini, jadi dia harus cermat dalam membaca naskahnya.

"Susunan lo emang luar biasa, sih, ray," Kata Raline sambil berdecak kagum, "Ini mah bakal jadi bukti kalo anak IPA 1 nggak kalah kreatif sama anak IPS."

Raysalma terkekeh, "Emang sejak kapan anak ipa kalah kreatif sama anak ips?"

"Lo nggak tau, sih," Dengus Raline, "kata Kak Elfa, anak ips pinter banget kalo nyusun pagelaran kayak gini."

Raysalma menghiraukan ucapan lain dan beralih mengambil gitar dan memetiknya sambil bernyanyi lagu Kampung Halaman karya Ibu Sud yang akan dibawa kelasnya nanti. Raline mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang serbaguna sembari berdecak kesal.

Setiap siswa kelas X Ipa 1 tampak sibuk dengan kebutuhan masing masing. Beberapa siswi tengah berdandan, mengutak atik ponsel, bermain ToD dan sebagainya membuat suasana semakin ricuh. Terlebih Maun, yang berperan sebagai Denias malah menyetel lagu Pefect-nya Ed Sheeran keras-keras, membuat Raline mematikan speakernya secara paksa.

"Eh, sini gabung-jangan mencar. Udah mau mulai acara." Raline menepuk tangannya beberapa kali agar semuanya mengelilinginya.
"Alifah? Alifah manaa? Yah anaknya malah makan, bukannya makan daritadi kek. Ini, kostumnya dipake dulu-jangan ketuker sama Kostum gue. "

Alifah terperangah,"Gue baru makan tiga suap, Lin." rengek Alifah sembari melepas cekalan tangan Raline.
Setelah semua telah berkumpul, Raline selaku ketua pagelaran kelas memulai untuk berdoa bersama. Suasana hening seketika hingga akhirnya mereka kembali bubar dan menyibukkan diri dengan memantapkan naskah, koreo, dan lirik. Sementara Raysa kembali berdiri didepan microfon untuk melanjutkan nyanyiannya.

Raline yang berada di samping Raysa menggeleng sembari berdecak kesal.
"Haduh raysa kenapa sih rambut lo dikuncir lagi? Kan tadi udah gue urai rambutnya. Jelek tau. " ujar Raline sembari melepas kuncir rambut Raysa dan mulai mengutak atik rambut hitam bergelombang Raysa hingga akhirnya ponsel milik Raline berbunyi pertanda ada panggilan masuk.

Raline merogoh sling bag nya, meraih ponselnya kemudian menerima telepon dan mengaktifkan loudspeaker agar Raysa mendengar nya, "Halo, yon?"

Belum ada tanggapan dari Deon. Yang terdengar hanyalah suara ricuh di sebrang sana yang membuat Raysa dan Raline mengernyitkan dahi.

"Kok berisik banget?" tanya Raline.

"Raline, tolong, ini si Revan gelud sama bang Gino," kata Deon dengan suara yang sengaja dikeraskan agar terdengar oleh Raysa dan Raline-karena di sana memang terdengar ricu, jadi kalau Deon berbicara pelan, Raline tidak bisa mendengarnya.

Raline kaget, "Lah, kok bisa? Kok pada nggak bisa jaga emosi, sih, kalian?" Kata Raline sambil merengek, "Di mana berantemnya?"

To: Revan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang