5 - Maaf

1.2K 113 75
                                    

PART 5
"Luna," Revan mendesah gusar, "Gue kan udah bilang, jangan bawain bekal lagi. Bunda gue udah bawain bekal."
Luna tetap mempertahankan senyum sumringahnya, "Ya nggak apa-apa, makan aja dua-duanya."

Deon menggigit bibir bawahnya menahan tawa, "Terima aja, Van. Luna masakin telur hampir tiap hari, lho. Kali aja lo bisa se-atletis Ade Rai," Kata Deon yang disambut dengan jitakan pelan dari Rega, "Jangan ngehasut Revan begitu, dong. Kalo Revan terima, Luna jadi makin berbunga-bunga. Hasilnya? Dia jadi nempel mulu sama Revan dan tambah dibully sama cewek-cewek di sekolah." Bisik Rega.

Deon menepuk jidatnya, "Benar juga,"

Rega tersenyum canggung sambil meraup kotak makan dari Luna, "Karena Revan nggak mau, buat gue aja. Ikhlas, kan, Lun?"

Luna terdiam sambil menatap Revan yang masih asyik menyeruput es jeruknya-seolah tidak keberatan dengan permintaan Rega-kemudian Luna mengangguk canggung, "Iya, boleh, Re."

"Wih, chicken wing!" Seru Deon sambil mencomot chicken wing dari kotak makan Luna.

Luna terdiam, kemudian menghela nafasnya dengan kasar, "Ya udah, Van. Gue ke kelas, ya," Kata Luna sambil tersenyum kecil, "Bye."

Revan mengangguk sambil membalas Luna dengan senyum tipis, kemudian kembali menyeruput es jeruk, "Rega." Panggil Revan.

"Hah?" Rega menyaut sambil menggerogoti tulang chicken wing.

"Kalo Raline marah, lo ngelakuin apa?"

"Karena Raline hobi makan-walaupun makanan nggak bikin dia gendut-gue ngasih makanan," Kata Rega, "Biasanya sih gue ngasih sate taichan."

Deon mengernyitkan dahinya menatap Revan, "Kok lo jadi sok polos begini?" Kata Deon, "Walaupun lo nggak pernah pacaran, tapi, kan, lo pernah deket sama Diandra waktu SMP. Lo pasti tau harus ngelakuin apa kalo cewek marah."

Revan ingin menentang omongan Deon, namun Rega sudah menyela dan menghentikan Revan bicara, "Lo emang bikin marah siapa?" Kata Rega dengan tatapan menyelidik, "Luna?"

"Nggak," Decak Revan, "Raysa marah sama gue tadi pagi."

Deon menyeruput es jeruk milik Revan dengan seenak jidat, kemudian berkata, "Emang Raysa lo apain?"

"Gue isengin doang, kok. Pake basket."

Deon berhenti, kemudian menatap Revan sambil membelalakan matanya, "Eh? Lo ngelakuin itu?"

Revan mengangkat bahunya dengan acuh, "Lagian dia aneh, masa liat basket udah kayak liat bom-takut banget."

Deon sekarang memutar tubuhnya menghadap Revan, "Revan, makanya kalo punya teman sebangku baru, di ajak ngobrol. Jangan Cuma dicuekin, dikasarin," Sergah Deon, "Jangan kayak gitu lagi ke Raysa. Dia nggak suka segala hal berbau basket."

Revan mengernyit, "Lo kok jadi ngelarang gue?"

Deon mengangkat bahunya dengan acuh, "Kalo lo ngelakuin itu lagi, bakal ada perang dunia ketiga diantara kita. Kalo lo ngulangin lagi dan lagi, bakal ada perang dunia ke empat, lima, atau enam-itupun kalo lo masih hidup."

Revan mengusap wajahnya denngan gusar, "Ngomong sama lo capek hati doang, yon. Nggak mutu."

Deon mengelak, "Mutu, dong. Lo mau, nggak, dimaafin Raysa-"

"Mau," Jawab Revan cepat,"Gimana?"

"Minta maaf," Kata Deon sambil nyengir. Revan mendengus kesal sambil berlalu dari hadapan Deon dan Rega yang terbahak-bahak.

-To Revan-

Siang ini Raysalma yakin bahwa tidak ada orang yang bisa menghambat langkahnya menuju gedung IPS dan meminjam buku Geografi di perpustakaan. Setelah Revan membuatnya menangis tadi pagi, Raysalma paham bahwa yang bisa menghiburnya hanyalah buku. Berhubung Raline selalu ogah kalau Raysalma ajak ke perpustakaan, Raysalma pergi sendiri.

To: Revan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang