22 - Maaf (2)

696 55 22
                                    


Revan mendengus kesal begitu matanya mendapati mobil Alphard putih bertengger di garasi rumahnya---lengkap dengan supir Papanya yang sedang bersandar di kap mobil sambil memainkan ponsel.

"Asalamualaikum." Revan membuka ganggang pintu sambil melangkah masuk.

Papa dan Bunda Revan-yang sedang duduk di sofa-langsung menatap Revan, "Kelayapan kemana kamu?" kata Papa Revan-Kemas-yang terkesan menegur Revan.

Revan menghiraukan teguran Papanya dan sungkem dengan Bundanya, kemudian mendongak menatap wajah sendu Bunda yang sembab. Revan tersentak begitu menyadari satu hal, bahwa Bunda-habis-menangis.

Revan menggeram kesal, tangannya terkepal dengan wajah memerah padam.

Brak!

Revan mendobrak meja tamu yang dikelilingi oleh sofa, kemudian berdiri menghadap Kemas, "Apa yang Anda lakuin sama Bunda Saya?! Kenapa Bunda saya nangis?!"

Kemas menghela nafas, kemudian menatap Bunda dengan rahang mengeras, "Kamu lihat, Kinanti? Dia teriak di depan saya dengan nggak sopan, gimana caranya kamu ngedidik? Kenap Revan jadi suka membangkang Saya? "

Bunda menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil memijat keningnya, "Bagian mana yang menurut kamu salah? Saya yang selama ini ngedidik dia, nasihatin Revan ini-itu dan Saya nggak pernah gagal-karena sekarang, Revan jadi anak yang baik, " kata Bunda, "Revan anak Saya, hasil didikan Saya-bukan kamu. "

Kemas mengangkat tangannya keatas-tidak ingin menerima bantahan, "Itulah kenapa saya bersikeras supaya Revan tinggal sama Saya, karena kamu nggak becus ngedidik Revan, kamu lalai!"

Revan menghempaskan tubuhnya di sofa terdekat, kemudian menatap Kemas leka-lekat, "Bertahun-tahun Papa tinggalin Revan dan Bunda tanpa pernah nafkahin kami. Papa pergi, lepas tanggung jawab setelah Rebecca meninggal tanpa pernah repot mikirin nasib kami."

Hanya isakan Bunda yang terdengar tanpa adanya jawaban.

Revan menatap Kemas dengan sorot kecewa, "Revan bersyukur hidup sama Bunda. Revan yakin, Gino dan adeknya-Alessia pasti ngerasain bahwa Papa mereka ternyata lebih mentingin bisnis daripada mereka. Mereka pasti capek karena Papa nggak punya waktu buat mereka, Lalu-"

" Revan Aliskia Sutanto! " Bentak Kemas sambil melayangkan tangannya keatas, berniat menampar Revan, Namun gerakan tangannya terhenti di udara.

Revan tersenyum miring sambil beranjak dari sofa dan berjalan meninggalkan keheningan yang melanda di ruang tamu.

"Omong-omong, Papa tadi ketemu Raysalma--perempuan yang sering bikin kamu sama Gino berantem- dan ternyata kamu sama Gino terlalu naif kalau berantem cuma karena hal sepele kayak Raysalma. "

Perkataan Kemas cukup menyita perhatian Revan. Revan yang barus saja akan menaiki tangga tiba-tiba menghentikan langkahnya, " Apa-apaan, sih? Kok Papa jadi nyalahin Raysa?" kata Revan tidak habis pikir, "Revan dan Gino emang suka sama Raysa, dan Revan nggak suka kalo Gino deketin Raysa mulu. Tapi, perasaan suka kami ke Raysalma bukan penyebab kami berantem, Papa."

Kemas tersenyum tipis sambil melangkah mendekati Revan, "Udah saatnya kamu berhenti anggap Gino musuh kamu, Van. Raysalma bukan cewek yang harus direbutin, masih banyak cewek lain yang lebih normal dari dia. " kata Kemas sambil menepuk-nepuk bahu Revan, "Ayah cuma ngomong ke dia kalau semenjak kamu kenal dia, kamu sama Gino sering berantem karena kalian berdua punya rasa sama Raysalma.Kamu masih mau nyangkal?"

Revan menyandarkan punggungnya pada tiang disamping tangga, "Kenapa Papa mikir gitu? Kenapa Papa bisa membentuk asumsi bahwa Raysalma yang bikin Revan sama Gino berantem?"

To: Revan [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang