Raysa melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. sudah menunjukkan pukul 6.15. Tanpa ingin ambil pusing, Raysa mulai membuka bukunya Dan kembali larut dalam bacaannya Yang tertulis dalam Bahasa Jerman.
Mungkin bagi remaja lain, kegiatan ini terkesan membosankan Dan 'Aneh'. Hanya sebuah buku berbahasa Jerman Yang memusingkan kepala. Namun bagi Raysa, ini rutinitas mengingat ia Sudah berulang Kali membaca buku Sastra Jerman tersebut sejak kelas 2 SD Dan aktif dalam beberapa perlombaan Cipta Puisi Bahasa Jerman. Dan 'lagi lagi' memenangkan lomba tersebut.
Hebat? Tentu, anak kelas 2 SD sudah bisa membuat puisi bahasa Jerman.
Raline dan Naura masuk ke dalam kelas sembari tertawa ngakak yang membuat dahi Raysa berkerut bingung. Mereka duduk di kursi kosong yang berada di hadapan Raysa.
“Aduh perut gue sakit, Nau. " Seru Raline sembari bersandar di punggung kursi dan memegang perutnya dengan sisa tawa yang masih terdengar.
Raysa mengernyit bingung, sebelum Raysa sempat membuka mulut, Naura sudah menyelak, "Lo mau tahu nggak hal konyol yang udah dilakuin Nata, Revan sama si Deon, Rega, Bagus? "
Raysa terdiam sebentar, sebelum akhirnya ia kembali beralih menatap bukunya. " Pasti hal konyol yang ada kaitannya sama Pak Oskar dan Pak Eling. Oh atau Pak Ronal, guru matematika minat? " Tebak Raysa dengan cuek yang berhasil menimbulkan gelak tawa dari Naura dan Raline.
"Ampun dah, Ray. Makanya jangan pacaran sama buku mulu. Sekali kali lo harus melihat ke sekitar lo. Banyak hal yang dapat lo tertawakan, yang nggak bakal lo temukan kalau lo dirumah dan duduk sama buku lo itu. " Ujar Raline sembari merampas buku milik Raysa dan menutupnya tanpa dosa.
Raysa mendengus, "Emangnya ada apa lagi sama mereka? Dikejar Pak Oskar lagi gara gara pecahin bola plastik yang ada di ruang Penjas? "
Naura tertawa geli, " Bahkan lebih pars lagi. "
Raysa mengernyit bingung. 'Pars' katanya? Apa kata kata itu ada dalam kamus bahasa Jermannya? Raysa sudah hafal seluruh isi dari Kamus Bahasa Jerman dan EYD sejak kelas 4 SD, Namun Raysa tidak pernah menemukan kata 'Pars' dalam kamusnya. Ah, Raysa tidak ingin ambil pusing mengenai apa itu 'Pars'.
Naura menatap Raysa yang tengah mengernyit bingung, kemudian terkekeh kecil, "Udah, Ray. Nggak usah dipikirin apaan arti dari pars, sokin atau apalah itu. Ntar lo malah pusing."
Raline yang baru berhenti dari tawanya pun kembali menegakkan tubuhnya dan tersenyum lebar, "Ray, kemarin itu serah jabatan Kak Elfa ke Revan lho. Dia jadi Ketos sekarang. Gantiin kak Elfa. Dan besok itu Proker pertamanya Revan sebagai Ketos baru. "
Raysa mengangguk paham, " Oh iya, trus Ketua MPK yang gantiin kak Fathur siapa?"
Naura—yang tengah membolak balik lembar buku Sastra Jerman milik Raysa—mendongak menatap Raysa, "Abigail Fransiskus, anak 10 IPA 2. "
Naura sesekali mengernyit tajam, berusaha memahami apa yang tertulis dalam buku tersebut yang tidak mungkin dapat dipahaminya Lantaran lintas minat bahasa untuk anak IPA adalah bahasa Prancis, "Ray, ini kok susah banget dibaca nya? Nenek lo kan Dosen Sastra Jerman, ya lo nggak usah susah belajar. Tanya aja sama nenek lo. "Raline mendorong bahu Naura pelan, "Setan jahannam lo, ngehasut biar nggak belajar. Setan itu mah. "
" Hei-tung. Heitung? apaan tuh? " Tanya Naura sembari mengernyit bingung.
Raysa terkekeh. "Heitung itu penghangat ruangan. Yang selalu dipakai masyarakat Jerman kalau musim dingin. Mau-- " Perkataan Raysa terhenti ketika Naura mengangkat tangannya keatas, pertanda bahwa ia tidak ingin mendengar teori apapun yang akan Raysa berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
To: Revan [TELAH TERBIT]
Teen Fiction[BOOK 1] Mungkin tidak mudah menjadi Gadis yang terlalu Genius. Oke, menjadi Genius memang 'Menyenangkan', tapi gimana kalau Kejeniusanku malah membuat Revan merasa tersaingi dan benci? Aku--yg nguasain isi buku tebal ttg psikologi manusia--tidak da...