09

4.9K 689 147
                                    

2017, January

Eomma, Appa. Dua minggu lagi semua usahaku akan berakhir dengan sia-sia. Taeyong sama sekali tak membiarkanku untuk memasuki hatinya. Ia tidak mencintaiku seperti dugaanku selama ini.”

Jennie kembali mengingat bagaimana dua tahun ini ia habiskan untuk menarik perhatian Taeyong. Taeyong yang saat ini sungguh berbeda dengan Taeyong sebelum ia pergi ke New Zealand untuk melanjutkan studinya di usia 15 tahun. Pria itu telah berubah 180 derajat.

“Ada saat di mana aku yakin dia sedang menutupi sesuatu saat aku berada di New Zealand beberapa tahun yang lalu. Semenjak dirinya menjadi bagian keluarga Lee, dia sungguh berubah tapi aku tak menemukan apapun untuk membuktikan dugaanku. Apakah aku benar-benar salah mengambil keputusan ini?”

-0-

Sudah hampir satu jam Taeyong belum juga kembali ke kantornya. Ia masih duduk terdiam di balik kemudi aston martin-nya menunggu seseorang di pemakaman. Menunggu Jennie. Ia tahu bahwa wanita itu menyuruh supirnya untuk pulang ketimbang menunggu.

Perlahan matanya terpejam, mengingat kembali ucapan seorang bocah saat dirinya berada di pemakaman orangtua Jennie.

Flashback

Taeyong melihat bocah penjual bunga saat dirinya turun dari mobil aston martin. Bocah itu selalu ada di setiap ia berada di pemakaman ini.

“Oh, Ahjusshi!!” panggil bocah itu mendekatinya. “Kau pasti datang kemari untuk mengunjungi dua makam itu, kan?” tebaknya. Taeyong pun berjongkok untuk menyamai tingginya dengan bocah itu, lalu tersenyum padanya dan mengusap rambut lebat bocah itu. “Benar, jadi bisa aku membeli...”

“...Dua bunga lili. Iya kan? Aku sudah sangat hafal,” sambungnya sambil merogoh ranjang bunganya dan memberikan dua tangkai bunga lili kepada Taeyong.

Ahjusshi. Boleh aku bertanya?”

“Tanya apa, hmm?”

“Kenapa harus bunga lili? Apa Ahjusshi merasa bersalah pada mereka?”

Taeyong terdiam. Bunga lili melambangkan sebuah permohonan maaf dan penyesalan. Ia juga tahu itu, maka dari itu ia selalu memberikannya sejak di usianya 18 tahun, tepatnya saat ia mengetahui sebuah kebenaran. Oh, dia memang tidak pernah melewatkan hari ini sejak 12 tahun lalu. Keluarga Kim salah satu keluarga yang sangat ia hormati sejak dirinya masih di panti asuhan dulu.

“Bisa dikatakan seperti itu. Terlebih ketika aku justru menyakiti putri mereka,” jawab Taeyong dengan pelan. “Aku menyakiti dia lebih dari siapapun.

“Kenapa tidak minta maaf saja dengan ‘putri’ itu? Dia masih hidup, kan?” Bocah itu kembali melontarkan pertanyaan yang Taeyong sendiri tidak bisa jelaskan.

“Kesalahan itu sulit dijelaskan. Terlebih jika dia mengetahui kebenarannya, dia pasti lebih membenciku. Maka dari itu lebih baik jika dia membenciku dengan alasan lain. Itu lebih baik,”

Ahjusshi,” Taeyong merasakan bahunya di tepuk oleh bocah itu. Kepalanya terangkat menatap bocah yang tidak ia ketahui namanya. “Lebih baik katakan kebenarannya. Sangat tidak adil jika dia tidak mengetahui apa yang terjadi, padahal dia adalah korban di sini. Jika Ahjusshi mengatakannya, pasti Ahjusshi tidak akan menanggung beban seberat ini.”


Flashback end

Kepalanya terangkat, punggungnya menegak saat Taeyong mendapati Jennie berada beberapa meter di depannya dengan memerhatikan handphone ditangannya. Mungkin menghubungi driver atau semacamnya.

Pria itu terus mengetuk kemudi dengan jemarinya. Ada perasaan bimbang dalam benak Taeyong. Apakah dia harus mendekatinya atau justru meninggalkannya seperti biasanya.

“Dua tahun terakhir aku sudah terbiasa mengacuhkan Jennie, kenapa harus mengkhawatirkannya saat ini?” gerutunya. Taeyong mulai memutar persneling, kakinya pun mulai menginjak gas namun aksinya terhenti ketika sebuah mobil audi hitam berhenti tepat di depan Jennie. Seorang pria dengan setelan kasual keluar dari mobil itu. Spontan, jemarinya mengerat pada kemudi, rahangnya mengeras. “Kim Hanbin.”

Dilihatnya, Jennie saling berbagi pelukan dengan pria itu seperti melepas rindu padahal mereka hanya tak bertemu lebih dari seminggu. Senyum Jennie begitu merekah saat bersama Hanbin, seolah wanita itu tak memiliki beban apapun. Dan beberapa menit setelahnya Jennie masuk ke dalam mobil Hanbin meninggalkan pemakaman. Meninggalkan Taeyong yang menunggunya sejak awal.

-0-

Jennie’s apartment

Salju ringan mengisi siang menjelang sore. Hanbin pun mengantar Jennie pulang dan sebelum itu mereka telah membeli makanan china kesukaan Jennie. Wanita itu memang belum makan sejak pagi, dan Hanbin sangat mengetahui hal itu. Mereka bahkan sempat bercecok karena Jennie inginnya ke starbucks untuk menikmati frappucino ketimbang mengisi perut kosongnya dengan nasi.

“Kupikir kau terlalu betah di luar negeri, sampai lupa dengan Korea.” ucap Jennie sambil mengerucutkan bibirnya. Ia tidak tahu bahwa jawabannya membuat Hanbin gemas sampai ingin mencubitnya.

“Aku juga berpikir begitu. Gadis-gadis di Spanyol sangat menarik. Tapi aku tahu bahwa kau pasti akan sangat merindukanku,” sahut Hanbin dengan percaya diri. “Maaf, aku tidak sempat bersama dirimu saat natal kemarin. Kau pasti sangat kesepian.” Hanbin pun berdiri dari kursinya dan mulai berjalan mendekati Jennie yang sedang mencuci piring kotor mereka.

“Yah kau benar. Aku merasa kesepian tanpa si perusuh kau ini yang biasanya menghabiskan kue di meja,” Jennie membalas sebelum ia sadar bahwa Hanbin berjalan mendekatinya.

“Aku ingin selalu bersamamu setelah ini. Jadi kau tidak akan merasa sendirian lagi.” Intonasinya mulai berubah, suara Hanbin memberat saat berucap begitu membuat Jennie menatapnya dengan penasaran.

“Kau kan memang selalu bersamaku,” ucap Jennie.

Hanbin bergerak satu langkah dan mulai berucap, “Aku ingin selalu bersamamu lebih dari seorang pengacara terhadap klien, Jen.”

“Kita memang lebih dari seorang pengacara dan klien, Bin. Kau sahabatku,”

Hanbin kali ini mengikis jarak mereka hingga kurang dari satu meter. Dan Jennie tidak bisa menolak jarak itu karena ia terpojok. Jujur jantungnya berdegup tidak wajar saat ini, terlebih ketika merasakan jarak bahaya seperti ini.

“Tapi aku ingin bersamamu melebihi seorang sahabat. Aku ingin menemanimu sampai aku menutup mata,”

“Hanbin.. Kau...” Pikiran Jennie kosong ketika Hanbin mengeluarkan sesuatu dari kantong celanananya. Memperlihat kotak beludru berwarna merah. Dan saat ia membukanya dan menunjukkan apa isi di dalamnya, barulah Jennie sadar kemana arah tujuan Hanbin.

“Kim Jennie, maukah kau menikah denganku?”

-xox-

Nahlohh, udah diajak nikah aja si Jennie 😂😂😂terima tidak, ya? Terima tidak?

Perceraian makin dekat, dan Hanbin udah gercep lol

Fyi, Jennie usianya 23 tahun sedangkan Taeyong 24 tahun dan Hanbin kubuat 25 th.

See ya

And

Keep bust a move

[Private] Pacify Her ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang