11

5.6K 692 103
                                    

07.30 P.M

Perpisahannya dengan Taeyong tinggal menghitung hari, lalu pemilihan Presdir Hana Finance pun akan diselenggarakan seminggu  pasca perceraian dan hal itu sukses membuat kepala Jennie serasa ingin pecah. Bagaimana tidak? Karena  perceraiannya akan berimbas kepada sahamnya yang menjadi anjlok, maka artinya para pemegang saham pun enggan untuk memberikan suara kepada dirinya yang berada di titik terlemah saat itu. Ia benar-benar tak memprediksi bahwa pemilihan itu dipercepat sehingga waktunya untuk mencari dukungan pun sangat kurang.

“Jen. Sudah malam. Kau tidak ingin pulang?” Rose mengkhawatirkan sahabat sekaligus atasannya itu yang selama seminggu sungguh memforsir tenaganya dalam bekerja. Bahkan makan siang pun dilewatkannya beberapa kali. Dilihat secara fisik pun sangat ketara bahwa Jennie dalam kondisi yang amat lelah. Kantung mata yang membesar, entah itu efek kurang tidur atau intensitas menangis yang menjadi sering. Mungkin kombinasi keduanya.

“Tidak. Aku akan menginap di sini lagi. Kau saja yang pulang, Ros,” jawabnya yang masih berkutat dengan komputernya.

“Kalau begitu aku akan memesankan makanan untukmu terlebih dahulu. Baru aku akan pulang,” balas Rose yang kini mulai menggenggam IPhone-nya untuk  menghubungi restoran cepat saji  sambil berjalan keluar dari ruangan kerja Jennie.

Tepat setelah Rose keluar dari ruangannya, Jennie menyandarkan punggungnya kepada kursi kebesarannya. Matanya terpejam untuk beberapa saat lalu kembali terbuka. Wanita itu menoleh memperhatikan jalanan Seoul di malam hari yang masih ramai akan kendaraan dari balik jendela besar. Apalagi beberapa blok dari sini terdapat Lotte department store, jelas jika jam segini masih banyak yang berkeliaran di luar rumah.

Jemari lentiknya meraih IPhone yang tergeletak di meja. Ibu jarinya mengusap layar sentuh itu menuju galery dan menuntunnya kepada suatu folder berisi satu foto di mana dirinya dan Taeyong saat makan siang menjadi objeknya. Foto terakhir yang diambilnya sebelum pergi ke New Zealand untuk melanjutkan studinya di usia 15 tahun.

“Kau membuatku gila, Yong-i

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kau membuatku gila, Yong-i.” Gumamnya disertai segaris air mata yang tak dapat dicegah.

Setelah perceraian ini, ia benar-benar akan menjadi debu. Dia akan kehilangan bagian terpenting dalam hidupnya. Rumah, mobil, dan beberapa aset mungkin masih akan ia miliki atas harga dari perceraian tersebut tapi tidak akan cukup mempertahankan posisinya dengan perusahaan ini.

Layaknya seperti judi, Jennie mempertaruhkan apa yang ia punya dan hasilnya adalah kekalahan. Ia akan kalah dari perasaan Taeyong yang tak mampu melunak. Ia akan akan kalah dari pamannya—Kim Janghyuk yang siap mengambil posisi yang seharusnya menjadi miliknya. Ia kalah dari takdir yang mempermainkannya.

-0-


Taeyong melihat kepadatan kota Seoul di pagi hari dari balik kaca transparan sambil menyesap Americano. Sebentar lagi balas dendamnya akan terpenuhi. Kebebasannya sudah di depan mata.  Seharusnya ia dapat tersenyum puas saat ini. Seharusnya. Tapi hal itu nyatanya tidak ia rasakan.

[Private] Pacify Her ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang