LARAS POV
"Duh, telat. Alamat dimaki senior nih," gerutuku sambil bergegas memakai sepatu kets yang biasa kupakai dan warnanya sudah kusam. Kusampirkan tas ransel di pundak sebelum berteriak pamit ke ibu yang masih sibuk masak di dapur.
Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu kan kujadikan kau kenanngan yang terindah dalam hidupku
Aku mengumpat dalam hati. Sahabatku, Reyna mengubah nada dering hapeku setelah tahu aku pernah jatuh cinta sama lagu itu gara-gara masih suka keingetan mantan. Huh. Aku langsung menyambar hape di meja dan berlari keluar.
REYNA (OS)
"Halo. Laras! Kamu masih di rumah?""Hmm..iya..hump.." Aku menjawab belepotan sambil memakan roti selai yang disediakan ibu melihatku tadi kesiangan. Motor kustarter pelan. Aku menjauhkan telinga mendengar Reina mencak-mencak di seberang.
"Woi, lo enggak tahu senior kita buas-buas? Ini mapala, Non, bukan kelas paduan suara. Gue enggak mau tahu, pokoknya.."
Clap! Aku tutup hape tanpa peduli ocehan Reyna dan langsung nge-gas motor menuju kampus. Aku menyimpan omelan di hati melihat kemacetan Jogja yang tumben terjadi di pagi menjelang siang ini. Buru-buru kulihat jam dan nge-gas motor lagi waktu lampu hijau mneyala.
Selamat, Laras. Sebentar lagi kamu menggali kuburanmu sendiri.
Salah siapa mau aja diajakin masuk mapala. Cuma mau lihat tampang ketua mapala baru yang dipilih kemarin dan rela daftar jadi anggota baru, padahal kuliah udah semester empat.
Aku merutuk sendiri dalam hati. Kesal ingat rasa penasaran yang buat aku hilang kewarasan manut saja diajak daftar mapala si Reyna embul.
Aku berjinjit setelah memarkir motor di student center dekat aula. Perlahan aku menyelinap ke barisan anak-anak baru yang berdiri mendengarkan arahan senior. Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundakku. Oh no!!RENGGO POV
Aku menyipitkan mata. Sesosok perempuan menyelinap masuk ke barisan anak mapala baru yang serius dengerin teman-temanku ngoceh di depan mencari muka. Aku berjalan ke belakang dan hampir menyemburkan tawa melihat perempuan itu terlonjak kaget saat seorang perempuan di belakang menepuk pundaknya. Aku tertegun melihat lesung pipitnya. Aih, manis sekali.
***
"Hei, Ras. Ini gue. Lama banget sih lo! Untung enggak kena setrap." Laras meringis melihat Reyna bersungut jinjit mendekatinya. Laras nyengir berbisik telat karena kesiangan.
"Sebentar lagi dia bakal ngasih sambutan. Lo pasti klepek-klepek lihat dia. So handsome," ucap Reyna sambil ngacungin dua jempol. Laras mencibir. Memang ini tujuan Reyna masuk mapala. Mau kenalan sama ketua mapala baru. Dih, Laras sih males banget kalau enggak kepaksa demi sahabat.
"Menurut lo, dia bakal suka gue enggak?"
"Enggak."
Reyna sukses mendelik mendengar jawaban Laras. Laras menutup mulut menahan tawa. Reyna menunjuk seorang lelaki yang berdiri membelakangi kami. "Bodo ah," pikir Laras. Dia malah sibuk melihat-lihat Chat kakaknya yang beruntun, ngomel dia pakai motor kakaknya tadi. Laras tepok jidat lupa minta ijin. Secepat kilat ia membalas chat kakaknya sambil nyengir.
"Orangnya udah maju tuh. Lagi ngasih sambutan. Liatin, Ras."
"Males."
Laras malah sibuk mencakar-cakar tanah di bawah kakinya dengan kaki terbalut sepatu kets hitam putih mendengar suara bass lelaki yang digilai Reina dan anak mapala baru. Sayup Laras harus mengakui suara lelaki itu terdengar tegas tapi lembut. Perlahan Laras mendongakkan kepala ikut penasaran seperti apa wajahnya mendengar para perempuan di kanan kirinya kasak-kusuk menahan histeris melihat ketua mapala baru itu.
DEG!
Laras terpekur menatap ketua mapala baru yang sedang memberi pengarahan pada anggota baru, termasuk dia. Laras membuang muka saat mata mereka saling bertatapan.
Tuhan. Dia seolah diutus untuk mengingatkanku pada masa lalu yang sudah kukubur entah sejak kapan itu. Masa lalu tentang dendam, luka, dan patah hati.
Laras menelan ludah.
Tuhan, tolong percepat waktu agar aku bisa pergi secepatnya dari sini. Mata itu, mata itu sama seperti seseorang yang pernah menorehkan sayatan sembilu di hatiku. Beberapa tahun lalu.
_bersambung_
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Cinta di Jogja
Teen FictionJogja adalah tempat pelarianku setelah kejadian menyakitkan itu aku alami. Kini aku ingin menghapusnya, selamanya. Termasuk kuliah di tempat ini. Aku tak menyangka pusaran takdir mempertemukan aku kembali dengannya. Pun, dengan kehadiran seorang lel...