3. Teka Teki

460 18 0
                                    


Di pinggir aula Laras melepaskan pegangan tangan Renggo.

"Bukan muhrim juga. Main tarik anak orang aja." Laras ngedumel pelan.

Renggo tersenyum melihat Laras meringis meniup tangannya yang Renggo seret paksa tadi. Renggo sebenarnya tak tega, tapi melihat ekspresi kesalnya melihat Renggo, sifat jahilnya muncul.

"Kenapa? Mau aku gandeng lagi? Sini."

"Cih. Males banget. Siapa lo siapa gue. Muhrim juga bukan."

Renggo menahan tawa melihat Laras mengerucutkan bibirnya. Menggemaskan.

"Ngapain lo bawa gue kesini? Jangan macem-macem ya? Gue bisa teriak nih. Aaaa...mmmp."

Renggo langsung membekap mulut Laras. Renggo kesal Laras malah menggigit tangannya dan kabur.

"Aww! Laras, tunggu!"

Renggo menangkap tangan Laras dan menariknya ke belakang pot bunga buat sembunyi di samping Student Center. Laras mau berontak tapi urung melihat dosen killer berjalan membawa penggaris. Dia bergidik.

"Kalau enggak gue selametin, lo mungkin sudah disuruh lari keliling kampus sama tuh dosen." Renggo berbisik di telinga Laras.

Laras menoleh dengan wajah sengit dan mendorong Renggo. Renggo meringis melihat tangannya tergores ujung pot. Laras kaget tapi pura-pura kesal.

"Lagi siapa suruh nyeret gue kesini? Ini semua salah lo!"

Renggo mengerutkan kening. Dia berdiri sambil meringis kesakitan.

"Kalau enggak gue seret, lo mau dihukum Bayu, diajak kencan seumur hidup??!"

Hiyyyy.. Laras bergidik ngeri. Renggo menahan tawa melihat rambut Laras yang dikuncir bergerak kesana kemari. Dia malah mengacak poni Laras membuat Laras terkejut.

"Makanya kalau mau ngelawan orang tuh lihat dulu. Bayu senior paling sengklek di sini. Habis lo kalau tadi enggak gue bawa lari."

Laras manggut-manggut meski masih kesal sama Renggo.

"Oke. Makasih. Kalau gitu gue balik lagi. Ntar sahabat gue nyariin," ujar Laras tanpa menatap Renggo dan beresin bajunya yang sempat kena noda tanah di pot tadi.

Tap! Laras kaget. Tangan Renggo menghalangi langkahnya pergi dari situ. Renggo mengerling jahil. Laras membuang muka.

"Lain kali, panggil gue KAK. Gue senior lo di mapala. Ingat itu. Bukan manggil lo gue seenak jidat lo. Trus kalau lagi ngomong tuh lihat orangnya, enggak sopan tahu."

Laras menelan ludah. Dia merutuki kebodohannya sendiri membuat kesalahan tadi dan kini malah berhadapan langsung dengan Renggo, orang yang paling tidak ingin dia lihat meski sekejap.

"Oke. Ada lagi?"

"Ada. Lihat gue."

Renggo meraih dagu Laras tapi dia menepisnya. Dia malah melotot dan memajukan wajah dengan mata mengancam. Renggo kaget. Muka mereka saling berdekatan. Renggo bisa merasakan hembusan nafas Laras.

"Gue udah lihat lo sekarang. Puas, Kak Renggo? Minggir!"

Renggo tergagap dan buru-buru menepikan diri. Laras bergegas lari menuju aula membaur dengan Reyna yang ngomel melihat dia ditarik Renggo tadi.

"Harusnya lo ajak gue tadi. Gue kan mau kenalan juga sama dia. Lo pake pelet ya sampe dia narik kamu nafsu banget tadi."

"Embul! Lo kira gue apaan pake pelet? Ikan lele? Dasar cumi! Udah ah, gua ke kelas dulu. Udah kelar kan acaranya."

"Udah. Tapi gue tadi sempet jawab juga pas dimarahi Kak Bayu. Alamat apes gue ntar."

Jangan jangan gue juga? Apa bener omongan tu cowok gila tadi ya? Eh, Ka Renggo ding.

Aku menggeleng coba meyakinkan semua hanya gertakan senior ke yuniornya saja.

"Enggak usah dipikirin deh. Masuk yuk. Telat nih kita."

Laras buru-buru pergi. Reyna berlari menyusulnya. Sayup Bayu memanggil nama mereka.

"Laras! Reyna! Nanti pulang kuliah temui saya di sekretariat!"

"Mampus gue," umpat Reyna membuat Laras menahan tawa.

"Lo enggak tahu sih dia marah ke gue waktu lo ditarik Renggo tadi," sungut Reina.

"Bodo amat."

"Laras!!!!!"

Aku tertawa meninggalkan Reyna yang menghentakkan kaki kesal.

Dari jauh Renggo tersenyum melihat Laras tertawa. Hatinya tiba-tiba merasa hangat. Renggo memegang dadanya. Ya Tuhan, gadis itu membuat mukanya memerah ingat kejadian tadi. Waktu muka mereka berdekatan.

Bruk!

"Aww! Cumi! Sakit tahu!"

Bayu ngakak melihat Renggo merutukinya karena melemparinya buku diktat kuliah. Dia malah cuek makan bakwan di tangan Renggo.

"Lo tadi kesambet apaan? Gaje gitu narik anak baru tadi. Lo sengaja selametin dia dari hukuman gue, atau lo emang lagi modus sama dia?" Bayu mengerling. Renggo melempar bakwan dan Bayu malah dengan senang hati menangkapnya.

Renggo mendengus. Dia malah sibuk mencari biodata Laras dan tersenyum melihat no hapenya, lengkap dengan fakultas dan jurusan kuliahnya. Bayu terkikik melihat antusiasme Renggo.

"Yes. Selamat. Woi, teman-teman! Ketua kita, pangeran es ternyata udah nemu putri cantik tambatan hatinya. Kalian boleh makan di kantin gratis. Renggo yang bayar!" Teriakan Bayu membuat teman-temannya yang baru selesai orientasi tadi bersorak dan menghambur ke kantin. Renggo memaki Bayu habis-habisan.

"Sengklek! Kapan gue mau bayarin mereka semua? Kalau gila engga ketulungan lo ya!" Renggo ngomel, Bayu malah cengengesan nunjuk lembar biodata Laras di tangan Renggo.

"Tuh, lo lagi kepoin si Laras. Gue tahu dari tatapan lo. Lo suka dia. Ya kan? Ya dong? Pasti kan? Pasti dong."

Renggo batuk-batuk. Bayu tertawa ngakak sambil melenggang ke kantin.

Renggo ngomel sendiri, meski dalam hati tersenyum melihat foto 3x4 milik Laras di lembar biodata anggota baru mapala. Dia tersenyum dan meraih hapenya, menyimpan nomor Laras.

Aku harus tahu apa yang membuat matanya begitu terluka saat melihatku.

_bersambung_

Ada Cinta di JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang