7. Hujan

318 12 0
                                    

Renggo dan Laras sama sama diam di perjalanan. Laras berusaha memegang ujung motor bagian belakang Renggo karena enggan berpegangan dengan memeluk pinggang Renggo. Renggo diam saja tak mau marah tahu Laras masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Renggo melirik Laras dan kesal sendiri melihat tatapan Laras yang kosong. Dia makin khawatir karena tak lama kemudian gerimis turun.

"Laras?"

"Iya, Kak?"

Renggo diam diam tersenyum. Laras mulai mau meruntuhkan pembatas tembok di antara mereka.

"Tumben nggak pake lo gue lagi," gumam Renggo.

"Kenapa, Kak?"

"Nggak. Rumah lo masih jauh nggak? Kalau masih jauh kita neduh dulu aja. Gue bawa jas hujan sebiji doang."

"Udah deket kok. Terus aja."

"Mau pakai jaket gue?"

"Nggak. Nggak usah, Kak."

"Ya udah. Tangan lo taruh di saku jaket gue aja biar nggak dingin."

"Hah?"

Laras menelan ludah. Itu kan berarti dia harus maju dan mereka akan jadi sedekat apa entahlah. Mungkin berpelukan. Muka Laras merona. Beruntung helm yang dia pakai bisa menyembunyikan wajahnya.

"Bukan meluk. Lo masukin tangan lo aja yang kanan sama kiri ke saku jaket gue. Cepetan. Gue mau ngebut," sahut Renggo seperti bisa membaca pikiran Laras.

Laras terpaksa beringsut ke depan dan memasukkan dua tangannya ke saku jaket Renggo. Berkali kali Laras bersyukur karena Renggo memakai tas punggung. Jadi mereka tidak terlalu rapat duduknya.

Renggo membuktikan ucapannya dan langsung tancap gas karena gerimis mulai makin deras.

"Hatchi!"

Renggo kaget. Laras menarik tangannya mencari tisu di dalam tasnya. Renggo menurunkan kecepatan motornya dan menepi ke sebuah ruko yang banyak orang ikut berteduh di sana.

Renggo menarik tangan Laras dan berlari setelah mematikan mesin motor. Laras menggigil. Renggo langsung melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke laras.

"Tunggu reda bentar ya. Habis itu gue anter pulang."

Laras mengangguk. Dia risih Renggo jadi berubah. Lebih sering tersenyum dan menatapnya lembut, membuatnya salah tingkah.

"Mau telepon orang rumah lagi nggak? Pake hape gue nih."

"Nggak usah. Udah deket kok."

"Oke."

Renggo dan Laras diam. Mereka kehabisan bahan pembicaraan. Laras melirik celana Renggo yang bagian bawahnya sudah sedikit basah.

"Lo mau mampir nggak ntar? Hatchi.."

Renggo menyipitkan matanya. Laras mulai kembali ke pribadinya yang asli. Renggo tersenyum melihat Laras menyeka hidungnya dengan tisu dan malah disumpalkan, tanpa merasa malu ada Renggo di depannya sekarang.

"Nggak deh, udah malem."

Renggo ingin berteriak iya, tapi sadar diri hari makin malam dan akan menyambut dengan senang hati jika mereka pulang masih sore.

Tangan Laras menengadah, menampung air hujan yang menetes. Dia tersenyum.

"Harusnya tadi kita nggak usah berhenti di sini."

"Kenapa? Lo aja udah bersin bersin dari tadi. Gue nggak mau ya ntar dikira nyulik lo pergi, pulangnya dianterin malah sakit."

Laras menatap Renggo lama, dan ia heran Laras malah tertawa kencang. Orang orang di sekitar memperhatikan mereka. Renggo mengangguk rikuh.

Ada Cinta di JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang