6. Luka

324 13 0
                                    



Renggo masih menikmati pemandangan di depannya dengan senyum mengembang. Laras meniup poni kesal karena mereka dihukum bernyanyi setelah menolak berlari keliling kampus hanya karena Reyna terlambat menyerahkan tugas fotocopyannya tadi.

Renggo menahan geli mendengar bisik bisik Reyna dan Laras di barisan belakang.

"Lo napa pake telat sih tadi?"

"Gue laper. Tadi makan dulu. Makan gorengan doang waktu nungguin lo tadi sama Kak Renggo nggak bikin gue kenyang."

"Makan nggak ajak ajak." Laras menghentakkan kaki kesal. Reyna menahan tawa sambil mengerling jahil.

"Lah, kan lo udah disuapin Kak Reng....mmppph..."

Laras membekap mulut Reyna dan melotot maksimal. Renggo malah tertawa geli melihat Laras marah malah makin cantik. Dari jauh Fajar berdiri menunggu Laras. Renggo menyipitkan matanya melihat seorang lelaki yang sangat dikenalnya menatap ke obyek yang membuat dadanya terbakar cemburu.

"Dosen killer? Ngapain dia liatin Laras? Matanya...nggak mungkin." Renggo menggeleng berusaha meyakinkan dirinya bahwa Fajar, si Dosen Killer dan Laras tidak ada hubungan apa pun.

Tak lama kegiatan ospek berakhir. Renggo berdiri. Laras dan Reyna berkemas. Selintas Laras memandang Renggo dengan tatapan mengancam seolah berkata 'Jangan mendekat'. Renggo mengangkat alis seolah menjawab 'Menurut lo?'. Dan Renggo tetap berjalan mendekat. Laras berbalik ingin berlari, tapi tangannya ditahan seseorang. Renggo menggeram menahan marah. Lelaki itu bahkan memegang tangan Laras.

Laras seperti tersengat listrik melihat siapa yang menghadangnya. Reyna masih asyik membenarkan tali sepatunya, tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Laras. Apa yang kamu lakukan di sini?"

Laras menelan ludah. Dia melihat Fajar di depannya dengan tatapan seolah ingin menelannya hidup hidup.

"Kau sendiri? Kenapa ingin tahu sekali? Masih ingat denganku toh?" tanya Laras dengan bahasa sarkastik. Fajar menelan ludah. Dia sakit melihat luka di mata Laras.

Renggo menatap keduanya. Aura Laras terlihat gelap dengan matanya yang menantang mata Fajar dengan tatapan luka yang dalam. Renggo mengernyit bingung. Dia bingung mengambil posisi dimana.

"Kalau nggak ada pertanyaan lain, aku mau pulang. Lepasin!"

"Nggak. Aku mau ngomong. Kamu harus dengerin aku."

"Please, Kak. Aku nggak mau.."

"Aku nggak mau ada salah paham lagi. Kakak mau jelasin semua. Ikut kakak ya, please." Gantian Fajar menatap Laras memohon. 

Laras bingung melihat Renggo yang masih diam tak membantunya, padahal matanya menyiratkan permohonan 'Bawa gue pergi dari sini'. Renggo masih mencerna kalimat Fajar dan bingung melihat Fajar sang dosen killer sampai memohon pada seorang mahasiswi agar mau mendengar omongannya.

"Aku mau pulang, Kak."

"Aku anterin. Sekalian ketemu mama." Laras menangis. Matanya menggenang. Renggo tertegun.

Renggo menatap tak percaya melihat Laras menangis karena Fajar. Fajar malah menarik tangan Laras dan membawanya pergi. Reyna yang baru balik badan kaget lihat Laras ditarik Fajar pergi, dan Renggo hanya mematung melihat mereka.

"Kak...itu Laras sama siapa? Kak? Kak Renggo?"

"Gue nggak mau tahu." Renggo berbalik dengan tangan mengepal. Reyna bingung sendiri dan coba telepon Laras, tapi hapenya non aktif. Reyna makin kaget mengetahui dari temannya kalau Laras ditarik dosen killer fakultas sebelah. Reyna mulai menduga-duga. Renggo malah balik dan memberikan helm ke Reyna. Reyna bingung.

Ada Cinta di JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang