14. Feeling

223 11 0
                                    

Renggo berlari ke ruang sekretariat mapala. Hari ini dia datang telat karena ada kuis dan baru selesai makan lima menit yang lalu.

Bayu memiringkan kepalanya melihat Renggo datang alih-alih memberi pengarahan ke anak-anak baru yang sudah selesai masa ospek, mata Renggo justru sibuk memindai ke seluruh ruangan.


"Nyari Laras lo?"

"Ngg... kok anaknya nggak ada ya? Temennya juga nggak ada."

"Reyna?"

"Iya. Siapalah itu. Mereka baru selesai ospek aja udah bolos, gimana entar."

Bayu malah mendekat dengan senyum miring. Renggo mengeryitkan alis.

"Napa lo? Biasa aja liatnya. Geli tau nggak."

"Lo, kangen sama Laras ya? Tapi, Laras kayanya nggak tuh."

"Maksud lo?"

"Tuh, anaknya tadi ijin mau naik gunung sama Reyna. Katanya sih 3M."

Renggo melotot. 3M? Merapi, Merbabu, Mahameru? Enggak, dia pasti salah dengar.

"Kenapa lo ijinin? Dia kan masih baru. Lo tahu kan bahaya pemula gimana? Mana mereka belum ada persiapan fisik juga dari kemarin."

Renggo frustasi mengacak rambutnya kesal. Sudah seminggu sejak insiden kemarin Laras selalu menghindarinya di kampus.

Reyna bahkan bersekutu selalu kabur tiap Renggo datang ingin bertanya. Renggo marah. Bahkan semua teleponnya dirijek tanpa penjelasan Laras.

Renggo kesal sendiri. Dia merasa Laras kini seperti candu. Tak melihatnya sehari bisa membuatnya gelisah. Kadang dia sampai mencuri waktu sekedar melewati kantin untuk melihat Laras dan Reyna bercanda. 

Ah, kenapa rasanya sakit sekali. Rasanya sudah seperti ditolak sebelum menyatakan cinta. Mama Laras dan papanya pun tak bisa berbuat banyak karena Laras selalu punya alasan menolak kedatangan Renggo.

Dan kini, Laras naik gunung tanpa persiapan. Padahal Laras tidak tahu medan dan baru pertama kali naik gunung, itupun bersama komunitas entah.

"Lo yakin Laras aman naik gunung sama komunitas yang lo bilang itu?"

Bayu mengangguk tak memerhatikan. Renggo mengusap wajahnya resah.

"Tenang aja. Mereka naik sama komunitas pendaki juga kok. Si gondrong juga ikut. Mereka bertiga wakilin mapala kampus kita."

"What? Lo ngutus anak baru? Baru pertama naik gunung pula? Lo nggak mikir ntar mereka malah bikin repot atau kenapa kenapa disana? Gue ketuanya kan, Bay. Lo nggak bisa ambil keputusan sepihak."

Bayu kesal langsung nunjuk surat ijin dari laras, dikasih ke Renggo. Renggo diam. Laras dapat ijin dari rektor. Matanya melotot tahu ternyata Laras sudah pernah naik gunung. Beberapa kali.

"Masih raguin Laras? Rektor aja bisa Laras yakinin tuh."

"Tapi kan dia wakilin mapala kita. Harusnya.."

"Harusnya lo ikut juga? Elah, mau ngomong gitu aja muter-muter. Bilang aja mau naik bareng Laras."

Renggo melengos kesal. Bayu mendekat dengan mimik dibuat serius.

"Lo tahu nggak? Ada satu orang yang ngotot nemenin mereka naik."

"Siapa?"

"Dosen killer."

"What?!!!"

Renggo menggeram kesal. Tangannya mengepal. Ini tidak bisa dibiarkan. Dia harus bergerak cepat.

Ada Cinta di JogjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang