Rumah bunda sudah ramai dengan tetangga serta saudara-saudara yang berdatangan untuk memastikan keadaan Adrian yang sebenarnya.
Sejak tadi mereka masih menunggu kepastian dari Ayah dan Andre yang sampai tengah malam sekarangpun belum ada kabar sehingga tahlilanpun belum bisa diadakan.
Aku duduk di tepi jendela kamar menatap nanar kearah pagar masuk. Berharap Adrian yang akan segera datang.
"Sabar Ra, mama tahu ini tidak mudah buat kamu. Tapi bagaimanapun, kamu harus terus melanjutkan hidup sayang.. " mama memelukku lalu menarikku untuk duduk di ranjang. Aku seperti kerbau, hanya menurut saja.
Melanjutkan hidup tanpa Adrian? Apa aku bisa? Aku terlalu mencintai Adrian. Aku seperti sesak nafas tanpanya, separuh dari diriku seperti ada yang hilang.
Ini tidak mudah ma!!
Air mata lagi-lagi meluncur sempurna dari mataku. Kupandangi cincin putih yang melingkar Di jari manisku. Benda pengikat sebagai tanda kepemilikan itu berkilauan, dan dia belum lama melingkar.
"kita bisa pindah ke Bandung dan kamu bisa kerja di kantor teman papa."
Aku menatap mama dengan pandangan kabur karena tertutup air mata"aku mau terus disini mama, menunggu Adrian"
Mama menghela nafas lalu memelukku erat menyalurkan energi agar aku kuat menghadapi ini semua. Katakan aku putus asa tapi meninggalkan Jakarta sama saja melupakan Adrian dan aku tidak mau melakukannya.
Adrian rumahku, rumah dimana aku bisa nyaman disana, menikmati hari-hariku.
Jadi jika memang ini suatu kenyataan aku tidak tahu harus bagaimana setelah kehilangan rumah tempatku pulang.
Mendadak dari ruang tamu terdengar kegaduhan seperti jeritan dan ucapan takbir yang cukup keras. Aku tersentak kaget mama mengenggam tanganku erat. Apakah Andre sudah datang?
"ibu..bu..mb...k Tera" bik nah datang dengan tergopoh-gopoh dan nafas yang ngos-ngosan.
Jantungku terasa berdegup sangat kencang. Menanti kabar
"kamu kenapa bik?" tanya mama.
"I..itu bu..di bawah..ad...a han..han..tu" bik nah berkata nafasnya masih satu-satu.
"hantu apa?" buru mama.Bik Nah menarik nafas seperti kehabisan pasokan udara saja.
"anu..bu..itu..dibawah ada mas.."
Tanpa ingin mendengar kata-kata lanjutan bik Nah, aku beranjak dari dudukku berlari keluar dari kamar diikuti mama dan bik nah yang masih terlibat obrolan.
Langkahku terhenti dianak tangga terakhir. Tubuhku terasa membeku. Kakiku terasa kaku. Bahkan tanpa kusadari mulutku sudah menganga tak percaya. Saat melihat pria itu tengah dikerubuti bunda dan saudara-saudara yang lain.
Aku mengusap airmataku dan menyakinkan ini bukan mimpi.
pria itu menoleh kearahku, pandangan kami bersirobok.Dia tersenyum, senyum yang sangat aku rindukan.
"Ra..."
*
Aku memeluk dada pria ini menikmati aroma tubuhnya yang aku rindukan."sayang..sampai kapan kamu meluk aku kayak begini hem.."bisiknya Di telingaku nada bicaranya geli. Aku tak memperdulikan ucapannya masih ingin memeluknya erat.
Aku tak mau kehilangan dia lagi.
"Astaga!tolong ya kakak ipar, kami harus menyidang pria ini sebentar, dia harus menjelaskan pada kami semua tentang kejadian menghebohkan ini." suara Andre melepas pelukanku. Aku menatap pria di depanku.tanpa berkedip takut jika aku berkedip sekali saja dia akan menghilang.
"Ra..kita ke ruang tamu sebentar ya. Aku harus jelaskan pada yang lain, juga kamu." Adrian, suamiku yang ternyata masih hidup itu tersenyum manis membuatku mengangguk pelan.
*
Semua keluarga bernafas lega saat mendengar penjelasan Adrian.
"Jadi ponsel dan dompet kamu hilang Di curi?"tanya bunda.
"Mungkin ma, oleh salah satu pekerja yang ikut rombongan bus pekerja itu. Jadi ketika bus itu kecelakaan, mereka mengira mayat itu Adri karena identitas yang ditemukan di tubuh mayat itu." kata Adrian
"kamu kenapa gak hubungi rumah?"protes ayah yang datang bersama Andre dan Adrian tadi.
"itulah bodohnya Adrian pa. Adrian gak tahu kalau ada di daftar korban meninggal. Adrian terlalu sibuk mengurus korban yang masih hidup karena itu juga tanggung jawab perusahaan Adri …bekerja pa." tandas Adrian.
"Abang nih bikin panik aja. Ini lagi papa sama Andre gak ngasih kabar kalau bang Adri masih seger buger."protes Andara memberi tatapan membunuh pada ayah dan Andre yang saling berpandangan seperti saling menyalahkan satu sama lain.
"idenya Andre."ayah 'cuci tangan' lalu pura-pura asik mengobrol dengan papa.
Andre hanya meringis"Biar surprise mbak."
"surprise kepalamu!gak lihat bunda sama kakak iparmu terpukul,"tukas Andara kejam, Andre terkekeh lalu menatapku dan tersenyum hangat. Ada kelegaan di tatapannya dan mungkin aku harus berterimakasih padanya. Menguatkan ku disaat aku merasa putus asa dan larut dalam kesedihan.
"sudah..Adrian minta maaf pada semua karena sudah buat kekacauan ini. Ini salah Adri karena tidak langsung mengabari orang rumah." Semua orang hanya tersenyum mendengar permintaan maaf Adrian yang seharusnya tidak perlu itu.
Adrian mengalihkan pandangannya kearahku. Kami saling berpandangan lama seperti meluapkan kerinduan lewat tatapan mata. Sedari tadi aku lebih memilih diam, aku tak ingin banyak bicara.
Ingin menikmati kebersamaan bersama Adrian. Berharap ini bukan mimpi
***********
Tbc.
Maaf guys typo dan gaje
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hubby And My Ex-boyfriend
RomanceTera Adinda begitu beruntung menikah dengan Adrian Hanafi Rusman. Walaupun ternyata dia kakak dari mantan pacar pertamanya, Andre Hanafi Rusman. ,"hay Kakak ipar sekaligus mantan terindah... "