Tragedi 1998 masih menyisakan duka yang mendalam. Kejadian sejarah yang mengawali keruntuhan masa orde baru itu-pun diingat oleh banyak orang. Sebagian pendapat mengatakan seharusnya tragedi 1998 tidak terjadi jika pemerintah tidak bersikeras mempertahankan kepemerintahan pada waktu itu. Namun sebagiannya lagi mengatakan bahwa aksi demonstrasi besar yang merenggut nyawa beberapa aktivis mahasiswa itu perlu dilakukan. Hal ini tentunya menjadi sangat mengenaskan ketika berita tentang kematian Elang Mulia, Hafidin Royan, Hendriawan dan Heri Hartanto menjadi berita yang mengejutkan berbagai pihak. Kematian itu-pun menyisakan duka yang begitu dalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Bahkan itu juga menjadi duka nasional, dimana perjuangan mahasiswa-mahasiwa tadi harus dibayar dengan nyawa.
Orde baru runtuh, reformasi digapai, demokrasi menjadi salah satu tujuan dasar pembangunan negara berikutnya. Kebebasan berpendapat bermunculan setelahnya. Wacana-wacana Indonesia menjadi negara demokrasi-pun merebak dimana-dimana. Setelah masa kelam itu berakhir, aktivis-aktivis kemanusiaan mulai bermunculan satu-persatu. Sebut saja salah satu yang pasti dikenal masyarakat banyak adalah Munir, salah satu pegiat HAM yang mati di sekitaran tahun 2000-an.
Semua-pun tidak mengira bahwa 1998 akan menjadi sebuah tonggak sejarah baru, dimana Indonesia yang dulunya dikuasai oleh masa Orde baru pimpinan Soeharto selama 32 tahun lamanya dengan pola pemerintahan yang otoriter dan juga sedikit mematikan pers, akhirnya runtuh oleh perlawanan mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam aksi demonstrasi 1998. Tentunya ini juga akan mengingatkan kita semua dengan perlawanan terhadap pemerintahan yang hampir serupa dimana masa orde lama kepemimpinan Soekarno yang juga runtuh oleh perjuangan mahasiswa angkatan 1966. Peran mahasiswa sebagai kaum teknokrat menjadi sebuah simbol baru akan arti dari perjuangan sebenarnya. Mereka yang selalu menanamkan pandanganya terhadap pengawasan politik pada negara Indonesia ini seakan menjadi trend di kemudian hari. Era kebebasan berpendapat setelah masa reformasi usai juga semakin banyak bermunculan. Apalagi dengan didukung oleh kran demokrasi yang menggusung pondasi pemerintahan pada waktu itu semakin terbuka lebar. Semua orang bebas mengutarakan pendapat. Namun sayang, kebebasan berpendapat itu semakin kebablasan. Banyak dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab lebih sering melakukan demonstrasi tanpa dasar yang jelas dan berujung pada sikap anarkis. Nilai dari demonstrasi itu kini semakin berubah arti.
Dari masa-masa itu, lahirlah beberapa aktivis-aktivis pro demokrasi, salah satunya adalah Nugie. Mahasiswa penentang pemerintahan yang dianggapnya tidak pro dengan rakyat kecil. Kisahnya-pun tak berakhir setelah ia tak lagi menjadi mahasiswa lagi. Bersama dengan rekan-rekannya sesama aktivis, ia mendirikan sebuah organisasi non-profit sebagai salah satu wadah perjuangannya melawan ketidak-adilan. Organisasi serikat pekerja-lah yang pada akhirnya menampung segala macam pandangannya terhadap dunia sosial, ekonomi dan politik.
Kubasuh wajahku dengan embun. Kuhancurkan tulangku. Kuremukkan lututku. Kudekap tubuhku dalam kedinginan. Tapi aku tak membuangnya. Sampai aku dengar suara cinta memanggil dari kejauhan
KAMU SEDANG MEMBACA
NUGIE
RomancePerempuan, cinta dan Purnama adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan diantara kisah romantisme sang demonstran. _______________________________________ NOVEL ini pernah diterbitkan dengan judul "ACTA ES FABULA di Surakarta ; ISBN : 978-602-6915...