Aku bangun dari tidurku. Matahari tampak malu-malu menyinari. Ini kali kedua aku bisa tidur nyenyak dan tak terbangun dari mimpi burukku. Hal ini cukup membuatku terkejut. Aku merasakan tangan Joseph masih melingkar dipinggangku. Aku memalingkan tubuhku ke hadapannya dan menikmati memandangnya. Tampan, benar-benar tampan, batinku memuji. Aku menggerakan jari telunjuk ku mencoba menikuti garis hidungnya. "Kau menikmati pagimu,huh?" ucapnya dengan suara seraknya yang membuatku membeku di tempat.
Ia membuka matanya perlahan dan tersenyum tipis kepadaku. Aku merutuki tindakan bodoh yang ku lakukan. Wajahku terasa memanas yang membuatnya tertawa pelan. "Pipimu memerah." Ucapnya mengelus pipiku. Aku langsung bangkit dari tidurku berusaha kabur dari hadapannya. Ally, kau harus pergi sekarang. Ini terlalu memalukan, hati kecilku berkata. Namun sayang, Joseph lebih dahulu menarik tanganku sehingga aku kembali terbaring ditempat tidur. Ia bangkit dari tidurnya dan sekarang ia berada tepat diatasku. Ia tersenyum menyeringai yang membuatku menelan salivaku berulang kali. Kedua tangannya mengunci kedua tanganku keatas. Jantungku berpacu dengan kencang seiring dengan wajahnya yang kian mendekat. Nafasnya makin terdengar jelas di telingaku, "Mulai hari ini kau adalah milikku." Bisiknya padaku yang membuat wajahku bertambah panas.
Wajahnya mulai berpindah ke leherku dan aku bisa merasakan nafasnya dikulitku, memancing naik birahiku. Ia mulai menciumi leherku dan tanpa sadar aku menikmati apa yang dilakukannya. Ia mengecup, menjilat, dan menghisap dibagian penghubung leher dan pundakku yang membuatku mendesah nikmat. Kemudian ia mencumbuku dengan posesifnya. Lidahnya seakan menari-nari didalam mulutku dan berusaha menelusuri setiap inci didalamnya. "Joseph, ada panggilan-" Ucap Bian yang membuat Joseph menghentikan aksinya."Uh, wow kalian- wow gays masih ini pagi."Kata Bian terbata-bata. "Ups, sorry guys aku tak bermaksud mengganggu. Aku akan kembali nanti." Sambungnya yang membuat wajahku benar-benar terasa panas. Joseph menggeleng kepalanya frustasi sembari menghela nafas kasar.
Joseph menatapku seakan ia siap menelanjangi diriku dan tanpa ku sangka ia mencium singkat bibirku. "Kau lolos hari ini." Ucapnya yang membuatku tambah tersipu malu. Joseph beranjak dari atasku. "Tunggu disitu," Perintahnya. "aku akan pergi ke kamar Bian cepat saja." Sambungnya. Aku menutup wajahku dengan selimut lalu mengangguk mengiyakan. Joseph pergi meninggalkan kamar utama, sedangkan aku menjerit kegirangan sembari berguling-guling di atas tempat tidur. Namun persekian detik, aku teringat aku aka nada quiz hari ini. Aku melihat jam masih menunjukkan pukul 07.46 pagi. Aku segera bangkit dari tempat tidur dan buru-buru ke walk in closet mengambil pakaian dan undergarmentku. Kemudian memasuki kamar mandi, menggosok gigi dan membersihkan diriku. Aku hampir berteriak frustasi saat melihat tanda merah besar di penghubung leher dan pundakku.
"Shit, tidak bisa hilang." Ucapku frustasi sembari menggosoknya dengan kasar. Aku mencoba menutupnya menggunakan concealer tapi benar-benar masih terlihat. Aku akhirnya menggunakan plester luka untuk menutupinya. Aku mengenakan dress putih kotak-kotak dengan jaket kulit berwarna coklat, ransel mini berwarna hitam putih dan sneakers berwarna putih. Sedangkan rambutku, aku styling big curls dan dibiarkan terurai. Begitu aku keluar dari kamar mandi, Joseph berdiri memandangku sembari tangannya bersedekap di dada yang membuat jantungku hampir saja terlepas dari tempatnya. Ada Bian tengah duduk disampingnya. "Kau mau kemana?" tanyanya dingin tanpa ekspresi. "Aku harus segera ke kampus, aku hampir lupa hari ini ada quiz. bye" Jawabku dengan terburu-buru. Aku membalikan tubuhku dari hadapannya.
Aku baru ingin melangkah, Joseph sudah menjegal tanganku dan membalikan tubuhku menghadapnya. "Kau tak akan kemana-mana selama plester itu masih menempel di lehermu." Ucapnya yang membuat Bian menahan tawanya. Wajahku memanas dan aku langsung memasang ekspresi cemberut ku padanya."Tapi Joseph, ini terlalu besar dan terlalu nampak." Ucapku sambil memegang plester luka yang masih menempel bagian penghubung leher dan pundakku. Joseph mendekat dan melepaskan plester tersebut. "selesai" katanya yang membuat Bian menatap tanda merah di tubuhku. "Wow, itu benar-benar besar." Sahutnya dengan ketakjuban di wajahnya. Aku benar-benar merasa malu karena aku belum pernah mengalami hal ini dan harus bersedia berkeliaran sepanjang hari dengan tanda yang Joseph tinggalkan.
YOU ARE READING
Badboy Gangsta Crush
Romance[WARNING 20+!!] Please be advised that this story contains mature themes and strong language. This story only for 20+! Please be smart reader!!! Beberapa Chapter akan di private nantinya. So, kalau mau baca semuanya harus follow dulu! Cerita ini pu...