Chapter 32 - Morning Talk

931 42 0
                                    

Aku membuka mataku perlahan. Mataku sulit untuk dibuka, sudah bisa dipastikan bengkak karena menangis semalaman. Aku merasakan tangan Joseph masih melingkar di perutku. Aku menatapnya, pemandangan pagi yang tak akan pernah mengecewakan sepanjang hidupku. Aku menyentuh lembut wajahnya, membuatnya bergerak selagi tertidur lelap. Tanpa sadar aku tersenyum menatapnya. Sebenarnya, aku masih memiliki banyak pertanyaan untuknya. Meski ingatanku sudah kembali sepenuhnya secara tiba-tiba saja. Namun, aku masih bingung. Aku tak bisa menjelaskan kenapa aku terus selalu kembali padanya meskipun aku telah berusaha menjauh darinya. Kenapa David berusaha menculikku dan Zefanya.

Benar kata Joseph, aku dan dirinya seperti kutub utara dan selatan yang selalu tarik-menarik yang sulit untuk dipisahkan. Mungkin kalian tak akan mengerti apa yang aku rasakan. Rasanya seperti sudah memiliki hatiku sejak lama sekali. Aneh bukan? Tentu saja. Pria tampan di dunia ini banyak, tapi yang benar-benar memiliki hatimu begitu saja? tentu saja tidak ada. Tapi Tuhan mungkin menunjukan kepadaku bahwa sebenarnya ada. Hanya saja tak terjadi pada kebanyakan pada umumnya.

Tok.tok.tok. terdengar suara pintu diketuk. Joseph benar-benar tertidur pulas untuk pertama kalinya. Selama aku tinggal dengannya, ia selalu akan terbangun ketika mendengar sesuatu. Aku bangkit dari tempat tidur perlahan dan berjalan mengendap-endap. Aku membuka pintu perlahan dan mendapati Clizia dan Bian tengah berdiri didepan pintu. "Stthh" Ucapku sembari menaruh jari telunjukku di depan bibirku, meminta mereka diam. Aku menutup perlahan pintu kamar dan menarik keduanya menjauh dari depan pintu kamar.

Bian dan Clizia mengikutiku masuk kedalam kamar tamu yang berada di bagian timur mansion Joseph. "God, kalian bisa membangunkannya." Ucapku yang membuat keduanya mengkerutkan dahi menatapku aneh. "Apa kalian habis melakukan seks?" Tanya Bian dengan polos yang membuatku menatapnya menganga dan Clizia menginjak kaki Bian dengan keras sampai Bian mengaduh kesakitan. "Clizia, itu benar-benar sakit." Protesnya sembari menatap nar-nar Clizia yang menatap Bian tajam. "Apa kau gila?! Bagaimana mungkin mereka melakukannya?! Kau sendiri bilang padaku, malam tadi mereka baru saja bertengkar hebat!" Omel Clizia pada Bian.

"Yah, kau lihat sendiri, Ally mengatakan bahwa Joseph sedang tertidur nyenyak setelah pertengkaran yang hebat malam tadi. Sudah jelaskan, bahwa seks yang menyelesaikannya." Ucap Bian yang membuatku meninju lengannya keras. "Aww" rintih Bian kesakitan. "Apa?! Benar kan?!"ucapnya yang mendapat gelengan dariku. "Kami tak melakukan seks, Bian. Hanya melakukan percakapan panjang yang menguras energy!" Ucapku yang membuat Bian menatapku tak percaya. "Jelas sekali malam tadi kalian bertengkar hebat dan hanya menyelesaikannya dengan percakapan panjang?! Well, aku tak percaya akan hal itu." ucap Bian sembari melipat tangannya bersedekap di dada.

Aku memutar bola mataku jengah dan mendengus kasar. "Kalau kau tak percaya, tak apa. Tapi, setidaknya aku mendapatkan cerita pengantar tidur yang membuat kami berdua menangis." Ucapku yang membuat Bian terkejut. "Joseph menangis?! OMG, tak bisa dipercaya! Apa kau memvideokan nya?! Kalau tak ada bukti aku tak akan percaya."ucap Bian dramatis. "Bian!" tegur Clizia. "Okay, okay, maaf. Aku hanya berusaha mencairkan suasana." Sahut Bian yang membuat Clizia menggeram sebal. Aku memandang Bian sesaat dan teringat akan sesuatu.

Bian menatapku bingung. "Jangan bilang kau jatuh cinta padaku." Ucapnya penuh percaya diri sembari tersenyum kecil. Aku memutar bola mataku jengah dan menggelengkan kepalaku. "Bi, aku punya pertanyaan untukmu. Apa kau bisa menjawabnya dengan jujur?" Tanyaku yang membuat Bian merubah raut wajahnya menjadi serius. "Apapun yang bisa aku jawab pasti akan ku jawab dengan jujur." Jawabnya. "Apa saat pertama kali Joseph menjadi kekasihku, Zefanya tiba-tiba saja kembali?" Tanyaku yang membuat Bian nampak terkejut mendengar pertanyaanku.

Bian mengangguk mengiyakan pertanyaanku, menandakan apa yang Joseph katakana padaku benar. "Zefa? Wanita yang ditampar Joseph di malam pertunangan kalian? Saat kau tiba-tiba tak sadarkan diri? Wanita yang itu?" Tanya Clizia bertubi-tubi. "Iya wanita ular yang itu." jawab Bian yang membuat Clizia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Tunggu, Cliz, kau bilang Joseph menamparnya?!" tanyaku berusahakan memastikan apa yang ku dengar barusan tak salah sembari mengernyitkan dahiku. "Iya, menamparnya dengan keras sampai membuat orang semua terkejut." Jawab Clizia sembari mereka adegan ulang. 

"Sebenarnya ingatanku sudah kembali pulih, Cliz, dan malam tadi Joseph menceritakan segalanya padaku secara detail." Ucapku yang membuat Clizia bertambah terkejut. "Sungguh?!" tanya Clizia tak percaya. "Aku pikir hanya sekilas ingatan." Ucapnya dengan nada tak percaya. "Aku sendiri tak mengerti, tapi aku benar-benar merasa aneh dan tak lagi merasa seperti dulu." Ucapku sembari duduk di pinggir tempat tidur. "Langkah apa yang akan kau ambil sekarang?" Tanya Bian yang membuatku menghela nafas panjang. "Aku rasa memaafkan Joseph dan memulai semuanya kembali. Tak ada lagi lari dari kenyataan, ku rasa." Ucapku yang membuat Clizia duduk disampingku dan memelukku.

"Hal bagus kalau begitu. Aku rasa kau memang harus memberinya kesempatan kedua, membiarkan dirinya membuktikan cintanya padamu. Aku tak mampu melihat dua sahabatku patah hati disaat keduanya saling mencintai." Ucap Bian yang membuatku mengangguk setuju atas perkataannya. "Kau tahu dari mana aku jatuh hati pada Joseph?" tanyaku penasaran. "Oh God, dari matamu pun aku bisa tahu kau jatuh cinta pada sahabat gilaku itu." Ucap Bian yang membuatku tersipu malu. "Apakah sejelas itu?" Tanyaku. "Hmm, sejelas itu." Jawab Clizia dan Bian bersamaan.

"Bian, apa kau tahu alasan David mengincarku?" Tanyaku yang membuat Bian terkejut untuk kesekian kalinya. Bian menghela nafas kasar dan menutup matanya sebentar. "Joseph menceritakan hal itu juga rupanya." Ucap Bian yang membuat ku menatapnya sembari mengangguk. "Kau diincar?" Tanya Clizia yang tak kalah terkejut. "Dengar, Ally. David sudah lama menjadi musuh bebuyutan Joseph. Memang kelompok David tak sebesar Joseph, tapi kelompoknya cukup berbahaya dan berpengaruh, Ally." Ucap Bian yang membuatku bingung.

"Kau bilang kelompok? Apa maksudnya, Bian?"tanyaku kebingungan tak mengerti sama sekali yang ia katakana. "Ally, aku takmau mengatakan ini sebenarnya tapi, aku rasa kau harus mendengar hal ini dariJoseph sendiri." Ucap Bian yang membuatku menatapnya kesal. Pintu kamar tamutiba-tiba terbuka menunjukan Joseph tengah berdiri didepan pintu. "Joseph, kausudah bangun?" Tanyaku yang terdengar seperti orang bodoh dan menyesalinyabeberapa saat. "Tentu saja aku bangun saat menyadari dirimu tak adadisampingku." Jawabnya yang membuatku entah kenapa merasa senang untuk beberapasaat dan tersadar kemudian bahwa sedari tadi Joseph sudah tahu bahwa kamiberada disini.

"Jadi, kau menguping sedari tadi?!" Tanyaku dengan nada mulai meninggi karena keterkejutan ku. Joseph mengangguk menjawab pertanyaanku. "Yah, kurang lebih begitu." Jawabnya tanpa merasa bersalah. "Mio Amore, kalau kau ingin bertanya tentang diriku seharusnya kau langsung bertanya padaku, bukan pada Bian." Ucapnya yang membuatku menundukan kepalaku. "Aku memang berniat begitu mulanya, tapi kau sedang tidur dan yangdidepanku hanya ada Bian yang bisa aku tanyai." Sahutku lemas berusaha membenarkan tindakanku. "Kita sudah membahas ini malam tadi. Aku tak akan menyembunyikan apapun darimu lagi." Ucapnya membuatku, entahlah merasa senang mungkin.

Badboy Gangsta CrushWhere stories live. Discover now