Flashback 6 tahun yang lalu..
Mia terbaring diatas ranjangnya dengan infuse, alat bantu pernafasan dan alat-alat medis tetempel di tubuhnya. Carly menatapnya sembari memegang tangan Mia dengan berlinang air mata."Mia, aku sudah menolak dia demi kau. Kau harus sembuh, agar aku bisa bahagia melihat kalian bersama." Ucap Carly sembari tersedu-sedu. "Kau harus sembuh, Mia. Kau harus mengejar cita-citamu, harus mengejar cintamu, harus membahagiakan orang tuamu."Sambung Carly. Namun, tiba-tiba monitor menunjukan turun drastis tanda vital Mia. "Tante, Mia kenapa?"Mom, Mia kenapa?Om, Dad? " Teriak Carly histeris. Ibu Carly dan Mia memeluk Carly dengan erat sembari menangis histeris. Seluruh dokter diruangan itu berusaha menyelamatkan Mia. Namun, pada akhirnya gagal membawanya kembali ke dunia. Hanya terdengar isak tangis histeris di dalam ruangan itu.
Aku terbangun dari tidurku dan tak menemukan siapapun disampingku. Aku berusaha kembali memejamkan mataku. Tapi, kejadian dimana pria itu meninggal didepanku terus terulang. Aku menghela nafas panjang, bangkit dari tidurku dan pergi ke dapur. Aku meminum segelas air putih, lalu kembali ke tempat tidur. Aku berusaha menenangkan diri dan kembali tidur. Pagi sekali matahari membangunkanku. Aku bangkit dari tidurkan dan melirik ke sisi kiriku. Namun, Joseph tak kunjung kembali. Teleponku berbunyi dan id caller menunjukan Clizia.
"hallo" jawabku. "hallo,Ally. Kau tak lupakan hari ini kau ada janji temu dengan dokter Camile?" Sahut Cliza mengingatkan. "Kau masih bermimpi buruk?"tanyanya. "Hmm, masih." Jawabku sembari menghela nafas panjang. "Aku akan ada disana sekitar pukul 10.55 menemanimu. Aku harus mengurus pasienku sekarang. See you later, Ally, bye." Ucapnya lalu mematikan panggilan teleponnya. Aku bangkit dari tidurku dan bejalan ke walk in closet dan memilih pakaian dan undergarmentku dan menuju kamar mandi. Setelah menggosok gigi dan membersihkan diriku. Aku menyapukan make up tipis ke wajahku dan menempel plester luka ke leherku. Tanda yang diberikan Joseph masih benar-benar ungu kemerahan dan aku tak mau Cliza melihatnya. Jadi, aku memilih mengenakan dress pendek hitam dengan turle neck yang agak kebesaran dibagian atasnya dan bodyfit dibagian bawahnya. Kupasangkan dengan tas ransel mini berwarna putih dan sneakers putih.
Rambutku, aku ikat dengan model bunny hair dengan menyisakan beberapa helai dikiri dan kanan. Aku keluar dan menuju ruang makan dan makanan sudah tersedia di meja makan. Aku makan sampai selesai dan dalam keadaan hening. Kemudian aku pergi ke kamar mandi, menggosok gigiku dan mengoleskan lipstick berwarna pink coral. Setelah itu, aku pergi dan seperti biasa Zac dan danny sudah menunggu didepan kamarku. "Pagi" sapaku pada mereka. "pagi nona" jawab mereka bersamaan. "Hari ini aku tak akan ke kampus tetapi aku akan ke rumah sakit. Jadi sekarang, kita akan kesana." tambahku dan mereka langsung mengangguk mengiyakan.
Aku menjalani terapi untuk menghilangkan trauma dari masa laluku. Dokter Camile mendiagnosa aku terkena PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) 6 tahun yang lalu dan kejadian sebulan yang lalu benar-benar memperparah keadaaanku. Aku selama sebulan lebih ini selalu bermimpi buruk setiap malamnya. Namun, dokter Camile hari ini mengatakan hal-hal yang membuatku terkejut. Ia mengatakan bahwa satu orang ini akan mampu menyembukan penyakitku. Clizia datang dengan tergesa-gesa menghampiriku. "Maaf aku datang terlambat. Tadi aku baru akan pergi tetapi pasien gawat tiba-tiba datang dan dokter yang menggantikanku belum datang, Ally." Ucapnya sembari mengatur nafasnya yang terengah-engah.
"Tak apa, Cliz. Aku mengerti, pekerjaanmu sangat mulia. Jadi, bagaimana? Apa orang itu selamat?" tanyaku. "Dia selamat tapi masih harus masuk ke ruang Icu karena masih belum sadarkan diri." Jawabnya. "Sebagai penebusan dosaku padamu, aku akan membawamu makan siang dirumah." tambahnya yang membuatku tersenyum lebar. "Baiklah dosamu termaafkan" Sahutku. Aku ,Clizia serta Zac dan Danny terbang kembali kerumah. Ibuku benar-benar senang karena aku bisa pulang. Ibuku memeluku erat, "Ally, kau bilang kau tak akan bisa pulang minggu ini. Kami berencana mengunjungimu sabtu ini." Ucap ibu. "Mom, ini penebusan dosaku karena tak bisa menemani Ally menemui Dokter Camile."Sahut Clizia. "Kenapa,baby?" tanya ibuku bingung. "Ah, biasa pasien gawat mom." Jawab Clizia enteng sembari duduk di kursi makan. Ibuku menggeleng tersenyum menatap Clizia dan aku hanya bisa ikut tersenyum. Aku menginap dirumah selama tiga hari dan aku sudah meminta Zac, Patrice dan Danny mengurus barang-barangku yang berada di hotel untuk di pindahkan ke kamar apartementku yang baru saja kemarin dibelikan oleh ayahku.
***
"Kau akan tinggal di apartement?" tanya Clizia. Aku menggelengkan kepalaku sembari mengoleskan selai strawberry di rotiku," tidak" jawabku singkat. "Aku tinggal di hotel beberapa hari yang lalu, karena Chris mendekorasi kamarku sangat jelek." Godaku sembari menatap chris yang mencemberutkan wajahnya sembari menggerutu. Carlos dan Ayahku tertawa melihat tingkahnya. "Aku sudah bilang padamu, Ally tak akan suka kartun hello kitty, chris."Ucap Carlos. "hello kitty itu imut sesuai denganmu, ally." Kata Chris berusaha membenarkan tindakannya. Sebenarnya, aku berbohong mengenai hal ini karena aku tak ingin keluargaku panik jika tahu mengenai aku satu kamar dengan Joseph. Lagipula, aku tak pernah keberatan dengan dekorasi dari Chris karena menurutku cukup menggemaskan.
"Jadi, Ally apa hari ini kau akan kembali ke asrama?"tanya ayahku. Aku mengangguk mengiyakan, "Iya dad. Rinduku sudah terobati. Aku akan segera menguinjungi kalian jika aku merindukan kalian lagi." Jawabku. "Pulang saja setiap akhir pekan, Ally." Sahut Ibuku. "Aku harap aku bisa melakukannya, mom." Balasku pada ibu. "Mom, waktu aku kuliah kau tak terlalu pusing memintaku kembali kerumah. Perlakuan tak adil macam apa ini?! Aku merasa anak pungut." Protes Carlos yang mendapat cubitan di pipi oleh ibu sembari meletakan susu di hadapannya. "Kau, tanpa mommy minta pun akan kembali. Bahkan tak ingin kembali ke dunia kuliahmu jika tak mommy paksa." Ucap ibu yang mengundang tawa di meja makan.
Aku duduk dipinggir kolam renang, mecelupkan kakiku kedalam air. Aku mengenakan dress floral pendek berwarna putih lengan panjang dengan V neck sampai bagian dada.
Keluargaku bertanya tentang plester luka yang menempel di tempat Joseph meninggalkan tanda. Aku hanya menjawab karena ada jerawat di bagian itu dan aku malu jadi aku menutupnya. Untunglah keluargaku percaya akan hal itu. Aku duduk termenung dan mengingat senyum pria itu di hayalanku. Aku merindukannya sudah lama sekali. Dia yang menghilang dalam hidupku 6 tahun yang lalu. Aku tak mencintainya tapi aku menyayanginya seperti keluargaku sendiri.
"Ally, sudah waktunya kau kembali. Jika tidak kau akan tiba di asrama malam sekali." Ucap ibu membuyarkan lamunanku. "Mommy, sudah minta Patrice memindahkan barangmu dari apartement ke kamar asramamu." Tambahnya. "Baiklah, mom. Kau memang ibu yang terbaik, mom." Balasku sembari memeluk ibuku dari belakang dan mencium pipinya. Ibuku memegang wajahku dengan sayang kemudian mendorongku dengan manja ke arah helicopter ku menunggu. "Ingat, kabari mommy jika sudah sampai dan jangan lupa makan dan istirahat teratur. Jangan begadang, oke? I love you, Ally." Ucap ibu mengingatkan lalu membalas mencium pipiku. "Siap, ibu Negara. I love you too, mom." Balasku sembari memberikan hormat padanya.
YOU ARE READING
Badboy Gangsta Crush
Romansa[WARNING 20+!!] Please be advised that this story contains mature themes and strong language. This story only for 20+! Please be smart reader!!! Beberapa Chapter akan di private nantinya. So, kalau mau baca semuanya harus follow dulu! Cerita ini pu...